Apa tujuan dan latar belakang diadakannya otonomi daerah?

Otonomi daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Apa tujuan dan latar belakang diadakannya otonomi daerah ?

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan otonomi daerah:

  • Agar tidak terjadi sentralisasi kekuasaan
  • Menjalankan pemerintahan di daerah oleh pemerintah daerah
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan pembangunan di daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan di daerah
  • Meningkatkan daya kreasi dan inovasi masyarakat daerah
  • Meningkatkan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan di daerah dalam rangka partisipasi otonomi daerah
  • Mewujudkan keadilan dan pemerataan
  • Meningkatkan daya saing daerah

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tujuan pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk:

  1. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

  2. Daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  3. Peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.

  4. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  5. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.

  6. Perlu memperhatikan peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  7. Daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Latar Belakang Otonomi Daerah:

  • Ketidakpuasan daerah terhadap kinerja pemerintah
  • Daerah ingin mengeksplorasi kekayaan alamnya dan memanfaatkan serta membudidayagunakannya secara optimal
  • Perbedaan kebutuhan dan kondisi tiap-tiap daerah

Referensi : http://krsmwn.blogspot.co.id/2014/01/tujuan-dan-latar-belakang-otonomi-daerah.html

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Latar Belakang Otonomi Daerah


Perdebatan tentang bentuk negara tetap merupakan proses persoalan yang selalu mucul sekalipun sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang klasik. Sejak masa transisi dan pemerintahan Orde baru, muncul usulan dari berbagai pihak bahwa bentuk negara federasi merupakan salah satu alternatif yang terbaik agar keutuhan negara Indonesia tetap terpelihara. Pemikiran itu muncul akibat sentralisasi kekuasaan yang sangat monoton pada masa pemerintahan Orde baru. Pada masa itu, tidak ada satupun pikiran yang dikembangkan karena masyarakat selalu memikirkan konsekuensinya, terutama konsekuensi politik.

Sebenarnya, perdebatan tentang pilihan bentuk negara federalisasi atau kesatuan bukan merupakan harga mati kerena masih ada kemungkinan untuk memunculkan model lain. Akan tetapi, tampaknya pemerintah sudah sedemikian mantap untuk tetap mempertahankan format negara kesatuan sehingga alternatif bentuk negara lainnya sulit untuk dimunculkan. Di samping itu, kekuatan politik yang terjadi pada masa transisi juga tidak memberi dukungan yang positif terjadi kemungkinan menciptakan pemerintahan yang federalistik.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang sebelumnya terdesentralisasi oleh pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota diseluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula, arus kekuatan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, diidealkan bahwa sejak ditetapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.

Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini dinilai sangat penting, terutama untuk menjamin agar proses intergrasi nasional dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena dalam sistem yang berlaku sebelumnya, ketidakadilan struktural dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah sangat jelas terlihat. Agar perasaan diperlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah seluruh Indonesia tidak makin meluas dan tidak meningkat, yang pada gilirannya sangat membahayakan integrasi nasional, kebijakan otonomi daerah dinilai mutlak harus diterapkan dalam waktu yang secepat-cepatnya sesuai dengan tingkat kesiapan daerah sendiri. Bahkan, pada awal ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, MPR mengeluarkan Ketetapan No. IV/MPR/2000 yang menegaskan bahwa daerah-daerah tidak perlu menunggu petunjuk dan aturan-aturan dari pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Sebelum dikeluarkannya peraturan yang diperlukan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat menentukan sendiri pengaturan mengenai hal-hal yang bersangkutan melalui penetapan peraturan daerah tersebut disesuaikan sebagaimana mestinya, apabila perlu, dapat diadakan penyesuaian .

Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah, tetapi juga perlu diwujudkan atas dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandirian pemerintah daerah sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tidak akan berhasil apabila tidak dibarengi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri ( Utang Rosidin, 2010)

Tujuan Otonomi Daerah


Maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah secara tegas telah digariskan dalam GBHN adalah berorientasi pada pembangunan. Yang dimaksud pembangunan adalah pembangunan dalam arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan. Adalah kewajiaban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana kesejahteraan rakyat yang diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Berdasarkan ide yang hakiki dalam konsep otonomi daerah yang tercermin dalam kesamaan pendapat dan kesepakatan the faunding fathers tentang perlunya desentralisasi dan otonomi daerah, ditegaskan bahwa tujuan otonomi daerah kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai berikut:

  1. Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi dilapisan bawah.

  2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis- jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.

  3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak banyak tergantung pada pemberian pemerintah.

  4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat (Sarundajang, 1999).

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo (2002) adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

  1. meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,
  2. menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan
  3. memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin (2004), tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Tujuan inti otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Latar Belakang dan Pengertian Otonomi Daerah


Dalam ketentuan UUD 1945 diatur tentang kebijakan otonomi.Disebutkan bahwa otonomi adalah hak dan wewenang daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dan diberikan oleh peraturan perundang- undangan. Otonomi menurut UUD 1945 adalah otonomi yang berkedaulatan rakyat dengan menerapkan pemerintahan daerah yang bersendi atas dasar permusyawaratan rakyat. Daerah yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah “daerah propinsi” dan “daerah yang lebih kecil dari daerah propinsi”, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Otonomi daerah dalam pengertian UUD 1945 adalah desentralisasi ketatanegaraan atau teritorial.

Lahirnya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian dianggap membawa semangat demokrasi didalamnya karena memuat kebijakan Otonomi Daerah, yang akan memberikan kewenagan yang luas kepada Daerah untuk mengatur dan menata Rumah tangganya sendiri. Artinya Undang-undang ini kemudian membawa dua hal pokok dalam kehadirannya yakni adanya Otonomi Daerah yang merupakan konsekuensi logis dari dianutnya asas desentralisasi, serta adanya jiwa demokratis yang terkandung didalamnya. Namun dalam pelaksanaan UU No.22 tahun 1999 masih ditemukan berbagai kekurangan sehingga mengalami revisi dan digantikan dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang ini juga menyatakan bahwa daerah otonom adalah kewenangan daerah otonom daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingn masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan.

Munculnya UU No. 22 Tahun 1999 dan 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan 33 Tahun 2004 mengenai Pemerintah Daerah merupakan jawaban atas berbagai pertanyaan seputar rekonstruksi hubungan pusat‐daerah. Produk‐produk hukum tersebut menjadi suatu formulasi yang akan memberi warna baru dalam upaya memperbaiki hubungan pusat daerah sebagaimana dijabarkan oleh Pratikno antara lain:

  • Mengubah simbolisasi pada nama daerah otonom dengan dihapuskannya istilah Daerah Tingkat (Dati) I dan II dan digantikan dengan istilah yang lebih netral yakni propinsi, kabupaten dan kota. Hal ini juga untuk menghindari citra bahwa Dati I lebih tinggi dan lebih berkuasa dibandingkan Dati II.

  • Melepaskan intervensi yang kuat pada kabupaten dan kota, sehingga tidak terjadi rangkap jabatan sebagai kepala daerah otonom (local selfgovernment) dan kepala wilayah administratif (field administration).

  • Pemilihan bupati dan walikota secara mandiri dan jauh dari campur tangan propinsi maupun pusat.

  • Mengenalkan Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga perwakilan rakyat di tingkat desa.

  • Memberikan keleluasaan kewenangan bidang pemerintahan kepada daerah otonom selain politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, fiskal dan moneter, agama serta ‘kewenangan bidang lain’.

  • Kewajiban bagi pemerintah pusat untuk memberikan alokasi anggaran kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) yang besarnya sekurang‐kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri APBN.

  • Semangat pemerataan antar‐daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Dana Darurat yang besarnya sesuai dengan kondisi keuangan tahunan.

Kehadiran kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 diharapkan akan memberikan wewenang yang besar kepada Daerah untuk mengatur wilayahnya sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Undang-undang ini diangap berwatak demokratis karena didalamnya memuat aturan yang dianggap akan memberikan jalan bagi terjadinya proses pemberdayaan bagi masyarakat di daerah termasuk masyarakat Desa. Karena Undang-undang ini juga memuat kebijakan mengenai desa yang mengarah kepada adanya Otonomi Desa yang luas.

Reformasi membuka jalan bagi setiap orang maupun daerah untuk menyuarakan keadilan ekonomi, politik, sosial budaya, dan pelayanan. Pendekatan pembangunan yang sentralistik selama Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun ternyata telah banyak menimbulkan kesenjangan yang menimbulkan rasa ketidakadilan.

Kesenjangan tersebut antara lain kesenjangan pendapatan antardaerah yang besar, kesenjangan investasi antardaerah, pendapatan daerah yang dikuasai pemerintah pusat, kesenjangan regional, dan kebijakan investasi yang terpusat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka otonomi daerah merupakan salah satu alternatif untuk memberdayakan setiap daerah dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk kesejahteraan rakyat.

Tujuan Otonomi Daerah


Penyelenggaraan otonomi daerah memiliki dua tujuan pokok yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan umum mengacu pada untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi dan kesejahteraan bagi seluruh unsure bangsa yang beragam di dalam NKRI yang utuh. Sedangkan tujuan khususnya yaitu sebagai berikut (Syamsudin, 2006):

  • Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud suatu pemerintahan local yang bersih, efisien, transparan, responsive dan akuntabel.
  • Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat akan urgensi keterlibatan mereka dalam proses pemerintahan local dan kontribusinya bagi tegaknya pemerintahan nasional yang kokoh dan sah.
  • Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara langsung dan demokratis.
  • Membangun kesaling-percayaan antar masyarakat di satu pihak dan masyarakat dan pemerintah di lain pihak.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo (2002) adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

  • meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,
  • menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan
  • memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin (2004), tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan demikian pada intinya tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.