Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Latar Belakang Otonomi Daerah
Perdebatan tentang bentuk negara tetap merupakan proses persoalan yang selalu mucul sekalipun sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang klasik. Sejak masa transisi dan pemerintahan Orde baru, muncul usulan dari berbagai pihak bahwa bentuk negara federasi merupakan salah satu alternatif yang terbaik agar keutuhan negara Indonesia tetap terpelihara. Pemikiran itu muncul akibat sentralisasi kekuasaan yang sangat monoton pada masa pemerintahan Orde baru. Pada masa itu, tidak ada satupun pikiran yang dikembangkan karena masyarakat selalu memikirkan konsekuensinya, terutama konsekuensi politik.
Sebenarnya, perdebatan tentang pilihan bentuk negara federalisasi atau kesatuan bukan merupakan harga mati kerena masih ada kemungkinan untuk memunculkan model lain. Akan tetapi, tampaknya pemerintah sudah sedemikian mantap untuk tetap mempertahankan format negara kesatuan sehingga alternatif bentuk negara lainnya sulit untuk dimunculkan. Di samping itu, kekuatan politik yang terjadi pada masa transisi juga tidak memberi dukungan yang positif terjadi kemungkinan menciptakan pemerintahan yang federalistik.
Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang sebelumnya terdesentralisasi oleh pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota diseluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula, arus kekuatan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, diidealkan bahwa sejak ditetapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.
Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini dinilai sangat penting, terutama untuk menjamin agar proses intergrasi nasional dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena dalam sistem yang berlaku sebelumnya, ketidakadilan struktural dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah sangat jelas terlihat. Agar perasaan diperlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah seluruh Indonesia tidak makin meluas dan tidak meningkat, yang pada gilirannya sangat membahayakan integrasi nasional, kebijakan otonomi daerah dinilai mutlak harus diterapkan dalam waktu yang secepat-cepatnya sesuai dengan tingkat kesiapan daerah sendiri. Bahkan, pada awal ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, MPR mengeluarkan Ketetapan No. IV/MPR/2000 yang menegaskan bahwa daerah-daerah tidak perlu menunggu petunjuk dan aturan-aturan dari pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Sebelum dikeluarkannya peraturan yang diperlukan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat menentukan sendiri pengaturan mengenai hal-hal yang bersangkutan melalui penetapan peraturan daerah tersebut disesuaikan sebagaimana mestinya, apabila perlu, dapat diadakan penyesuaian .
Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah, tetapi juga perlu diwujudkan atas dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandirian pemerintah daerah sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tidak akan berhasil apabila tidak dibarengi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri ( Utang Rosidin, 2010)
Tujuan Otonomi Daerah
Maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah secara tegas telah digariskan dalam GBHN adalah berorientasi pada pembangunan. Yang dimaksud pembangunan adalah pembangunan dalam arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan. Adalah kewajiaban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana kesejahteraan rakyat yang diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Berdasarkan ide yang hakiki dalam konsep otonomi daerah yang tercermin dalam kesamaan pendapat dan kesepakatan the faunding fathers tentang perlunya desentralisasi dan otonomi daerah, ditegaskan bahwa tujuan otonomi daerah kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai berikut:
-
Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi dilapisan bawah.
-
Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis- jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
-
Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak banyak tergantung pada pemberian pemerintah.
-
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat (Sarundajang, 1999).