Setelah fenomena childfree, akhir-akhir ini muncul fenomena Waithood yang secara singkat merupakan keputusan seseorang untuk menunda-nunda pernikahan, baik karena alasan kuliah, pekerjaan, kesiapan mental, finansial, dan lain-lainnya.
Waithood pertama kali dicetuskan oleh Diane Singerman, profesor American University, Washington DC, dalam risetnya tentang generasi muda Timur Tengah. Ia mempublikasikannya pada akhir 2007 dengan judul The Economic Imperatives of Marriage: Emerging Practices and Identities among Youth in the Middle East.
Di Indonesia sendiri hal tersebut sudah lama dan sering menjadi perdebatan antara segera menikah atau menunda pernikahan.
Waithood sendiri merupakan hal baik bila memang kondisi seseorang memaksa untuk menunda pernikahan seperti sedang berkuliah, atau memang kondisi kesiapan mental dan finansialnya tidak memungkinkan.
Akan tetapi bagaimana bila menunda tanpa alasan ? dan fenomena Waithood dijadikan sebagai alasan atau bahkan dijadikan suatu pedoman.
Dikutip dari nu online (2021) Menurut Gus Anis fenomena tersebut merupakan hal yang meresahkan jika dibiarkan. “Ya, meresahkan ketika itu menjadi sebuah gerakan yang kemudian mengideologi,” Terang beliau.
Bagaimana tanggapan kalian mengenai fenomena Waithood ini ?
Menurut kalian fenomena tersebut baik atau tidak bila diterapkan di Indonesia ?