Apa sajakah yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian luka?

Luka

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry, 2005).

Meliputi apa sajakah penyembuhan luka secara umum?

Assessment didefinisikan sebagai kegiatan untuk mendapatkan informasi, yang diperoleh dengan cara mengamati, memberikan pertanyaan serta melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Informasi tersebut berguna untuk menegakkan diagnosis kerja dan merencanakan program penatalaksanaan selanjutnya.

Dua hal penting yang pertama kali harus dinilai oleh dokter dalam memberikan penatalaksanaan luka adalah :

  1. Menilai adanya kegawatan, yaitu apakah terdapat kondisi yang membahayakan jiwa pasien (misalnya luka terbuka di dada atau abdomen yang kemungkinan dapat merusak struktur penting di bawahnya, luka dengan perdarahan arteri yang hebat, luka di leher yang dapat mengakibatkan obstruksi pernafasan dan lain-lain).

  2. Menilai apakah luka akut atau kronis.

Penilaian luka dilakukan terhadap 2 aspek, yaitu terhadap pasien dan terhadap luka itu sendiri.

PENILAIAN TERHADAP PASIEN

Anamnesis

Aspek anamnesis dalam penilaian luka bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Anamnesis meliputi :

1. Riwayat luka :

  • Mekanisme terjadinya luka.
  • Kapan terjadinya luka : setelah 3 jam (golden periode< 6 jam), kolonisasi bakteri dalam luka akan meningkat tajam.
  • Di mana pasien mendapatkan luka tersebut.
  • Bila saat pasien datang luka telah dibersihkan tetap harus ditanyakan adakah kontaminan dalam luka, misalnya logam, kotoran hewan atau karat. Adanya kontaminan dalam luka meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan tetanus.
  • Perdarahan dan jumlah darah yang keluar.

Tabel Penilaian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor yang dinilai Keterangan
1. Adanya penyakit lain : Anemia, Arteriosklerosis, Keganasan, Diabetes, Penyakit autoimun, Penyakit inflamasi, Gangguan fungsi hati, Rheumatoid arthritis, Gangguan fungsi ginjal Underlying disease dapat menghambat penyembuhan luka karena : Mengganggu deposisi kolagen jaringan, Berkurangnya vaskularisasi berakibat penurunan suplai oksigen dan nutrisi, Berkurangnya mobilitas, Pengaruh terhadap metabolisme sel
2. Infeksi Respons host terhadap bakteri/ reaksi inflamasi akan memperlambat penyembuhan luka.
3. Umur dan komposisi tubuh Kapasitas kulit untuk memperbaiki diri semakin menurun dengan bertambahnya usia.
4. Status nutrisi Penyembuhan luka memerlukan nutrisi- nutrisi tertentu. Undernutrition dan overnutrition (obesitas) mempengaruhi penyembuhan luka.
5. Merokok Merokok mengakibatkan vasokonstriksi sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke daerah luka berkurang.
6. Pengobatan Obat-obat steroid, AINS, kemoterapi, imunosupresan dan antiprostaglandin mengganggu penyembuhan luka dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
7. Status psikologis Stress memperlambat penyembuhan luka.
8. Lingkungan sosial dan higiene
9. Akses terhadap perawatan luka
10. Riwayat perawatan luka sebelumnya
Sumber : Eagle, 2009

2. Keluhan yang dirasakan saat ini :

  • Rasa nyeri
  • Rasa nyeri pada luka kronis dirasakan sebagai nyeri hebat, persisten dan mengakibatkan pasien sulit tidur, gangguan emosi, rendah diri serta depresi.
  • Gejala infeksi : kemerahan, bengkak, demam, nyeri.
  • Gangguan fungsi motorik atau sensorik : menunjukkan kemungkinan terjadinya kerusakan otot, ligamentum, tendo atau saraf.

3. Riwayat kesehatan dan penyakit pasien secara keseluruhan :
Menilai faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dan pemilihan regimen penanganan luka, yaitu :

*Umur

  • Dehidrasi : gangguan keseimbangan elektrolit mempengaruhi fungsi jantung, ginjal, metabolisme seluler, oksegenasi jaringan dan fungsi endokrin.

  • Status psikologis : Status psikologis pasien berpengaruh pada pemilihan regimen terapi yang tepat bagi pasien tersebut.Pemilihan regimen terapi dengan mempertimbangkan status psikologis pasien mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap terapi yang ditetapkan dokter.

  • Status nutrisi: Nutrisi berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Kekurangan salah satu atau beberapa nutrient mengakibatkan penyembuhan luka terhenti pada tahapan tertentu.

    • Protein
    • Asam amino : Proline, hydroxyproline, cysteine, cystine, methionine, tyrosine, lysine, arginine, glycine
    • Karbohidrat : Glukosa
    • Lipid: Asam linoleat, asam linolenat, asam arachidonat, eicosanoat, asam lemak
    • Vitamin: A, B kompleks, C, D, E, K
    • Mineral: Natrium, Kalium, Cuprum, Calcium, Ferrum, Magnesium, Zinc, Nikel, Chromium
    • Air
  • Berat badan: Pada pasien dengan obesitas, adanya lapisan lemak yang tebal di sekitar luka dapat mengganggu penutupan luka.Selain itu, vaskularisasi jaringan adiposa tidak optimal sehingga jaringan adiposa merupakan salah satu jenis jaringan yang paling rentan terhadap trauma dan infeksi.

  • Vaskularisasi ke area luka: Penyembuhan luka di kulit paling optimal di area wajah dan leher karena merupakan area dengan vaskularisasi paling baik. Sebaliknya dengan ekstremitas. Kondisi-kondisi yang mengakibatkan gangguan vaskularisasi ke area luka, misalnya diabetes atau arteriosklerosis, dapat memperlambat atau bahkan menghentikan penyembuhan luka.

  • Respons imun.

  • Penyakit kronis, seperti penyakit endokrin, keganasan, inflamasi dan infeksi lokal serta penyakit autoimmun.

  • Radioterapi

  • Riwayat alergi : makanan, obat (anestetik, analgetik, antibiotik, desinfektan, komponen benang, lateks/plester dan lain-lain).

4. Riwayat penanganan luka yang sudah diperoleh :

  • Status vaksinasi tetanus
  • Penutupan luka : jahitan, balutan
  • Penggunaan ramuan-ramuan topikal : salep, powder, kompres, ramuan herbal dan lain-lain.
  • Penggunaan antibiotika.

5. Konsekuensi luka dan bekas luka bagi pasien :
Konsekuensi yang dinilai meliputi konsekuensi luka terhadap :

  • Kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
  • Pekerjaan pasien.
  • Aspek kosmetik.
  • Kondisi psikologis pasien.
  • Pembentukan jaringan parut sebagai konsekuensi dari penyembuhan luka juga harus dipertimbangkan dari aspek fungsional (terjadinya kontraktur) dan pertimbangan kosmetik.

Pemeriksaan Fisik

  1. Pemeriksaan tanda vital

  2. Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda adanya faktor komorbid, seperti :

    • Inspeksi mukosa konjungtiva dan bibir (mengetahui kemungkinan anemia).
    • Menilai status gizi (mengetahui adanya malnutrisi atau obesitas).

    • Pemeriksaan neurologi (reflex dan sensasi – mengetahui kemungkinan neuropati).

    • Pemeriksaan kardiovaskuler (menilai oksigenasi jaringan dan kemungkinan adanya penyakit vaskuler perifer).

  3. Penilaian adanya infeksi :

    • Gejala dan tanda umum : demam, malaise, limfadenopati regional

    • Gejala dan tanda lokal : edema, eritema, rasa nyeri, peningkatan suhu lokal, gangguan fungsi.

  4. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka (pembuluh darah, saraf, ligamentum, otot, tulang) :

    • Pembuluh darah :

      • Cek pengisian kapiler : adakah pucat atau sianosis, apakah suhu area di distal luka teraba hangat.

      • Cek pulsasi arteri di distal luka.

      • Jika terdapat perdarahan, dinilai apakah perdarahan berasal dari kapiler, vena atau arteri. Dilakukan penanganan sesuai dengan sumber perdarahan.

    • Saraf :

      • Lakukan penilaian status motorik (kekuatan otot, gerakan) dan fungsi sensorik di distal luka.

      • Penilaian status sensorik harus selalu dilakukan sebelum tindakan infiltrasi anestesi.

    • Otot dan tendo :

      • Kerusakan tendo dapat dinilai dengan inspeksi, akan tetapi tetap harus dilakukan penilaian terhadap range of motion dan kekuatan dari tiap otot dan tendo di sekitar luka.
    • Tulang :

      • Dinilai adakah fraktur (terbuka atau tertutup) dan dislokasi.

Tabel Perbedaan Perdarahan Kapiler, Vena dan Arteri

Sumber perdarahan Karakteristik Penatalaksanaan
Arteri Memancar, pulsatil Eksplorasi segera
Warna darah merah terang Ligasi arteri
Perdarahan hebat, cepat mengakibatkan shock hipovolemik
Kapiler Merembes Kompresi
Warna merah terang
Dapat mengakibatkan shock hipovolemik bila lukanya luas
Vena Mengalir (flowing) Kompresi langsung (direct pressure) secara adekuat
Warna merah gelap

PENILAIAN TERHADAP LUKA


Inspeksi Luka

Meliputi :

  1. Jenis luka
  2. Tahapan penyembuhan luka
  3. Ukuran luka Jenis luka

Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi :

  • Erosi, Abrasi, Excoriasi :

    • Erosi: Luka hanya sampai stratum corneum Abrasi: Luka sampai stratum spinosum Excoriasi: Luka sampai stratum basale
      Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat trauma gesek pada epidermis.

    • Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.

    • Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka harus dibersihkan dengan seksama untuk meminimalkan risiko infeksi dan mencegah “tattooing” (luka kedalamannya sampai stratum papilare dermis).

  • Kontusio :

    • Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau ledakan.

    • Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.

    • Pada awalnya, lapisan kulit di atasnya bisa jadi intak, tapi pada akhirnya dapat menjadi non-viable.

    • Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau atau di dalam otot dapat menetap.

    • Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndromes.

  • Laserasi :

    • Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan, misalnya robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala.

    • Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :

      1. Insisi :

        • Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.

        • Kerusakan jaringan sangat minimal. Contoh : luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.

        • Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips (plester) atau lem. Luka pembedahan dapat terbuka kembali secara spontan (dehisensi) atau dibuka kembali karena terbentuk timbunan cairan, darah (hematoma) atau infeksi.

      2. Tension laceration :

        • Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya karena tangential force yang kekuatannya melebihi daya regang jaringan.
          Akibatnya adalah terjadinya robekan kulit dengan tepi tidak teratur disertai kontusio jaringan di sekitarnya.
          Contoh : benturan dengan aspal pada kecepatan tinggi, laserasi kulit karena pukulan tongkat dengan kekuatan tinggi.
      3. Crush laceration atau compression laceration :

        • Laserasi kulit terjadi karena kulit tertekan di antara objek dan tulang di bawahnya.

        • Laserasi tipe ini biasanya berbentuk stellate dengan kerusakan sedang dari jaringan di sekitarnya.

        • Kejadian infeksi lebih tinggi.

        • Hasil kosmetik kurang baik.
          Contoh : laserasi kulit di atas alis seorang anak karena terjatuh dari meja.

      4. Kombinasi dari mekanisme di atas.

  • Kombinasi dari ketiga tipe luka di atas.

Berdasarkan tingkat kontaminasinya, luka diklasifikasikan sebagai :

  • Luka bersih :luka elektif, bukan emergency, tidak disebabkan oleh trauma, ditutup secara primer tidak ada tanda inflamasi akut, prosedur aseptik dan antiseptik dijalankan dengan baik, tidak melibatkan traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier dan genitourinarius. Kulit di sekitar luka tampak bersih, tidak ada tanda inflamasi. Jika luka sudah terjadi beberapa saat sebelumnya, dapat terlihat sedikit eksudat (bukan pus), tidak terlihat jaringan nekrotik di dasar luka. Risiko infeksi <2%.

    Luka bersih
    Gambar Luka bersih

  • Luka bersih terkontaminasi : luka urgent atau emergency tapi bersih, tidak ada material kontaminan dalam luka. Risiko infeksi <10%.

    Luka bersih terkontaminasi
    Gambar Luka bersih terkontaminasi

  • Luka terkontaminasi : tampak tanda inflamasi non-purulen; luka terbuka < 4 jam; luka terbuka kronis; luka terbuka dan luas (indikasi untuk skin grafting); prosedur aseptic dan antiseptic tidak dijalankan dengan baik; risiko infeksi 20%.

    Luka terkontaminasi
    Gambar Luka terkontaminasi

  • Luka kotor/ terinfeksi : tampak tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan jaringan nekrotik; luka terbuka > 4 jam; terdapat perforasi traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier atau genitourinarius, risiko infeksi 40%.

    Luka kotor/ terinfeksi
    Gambar Luka kotor/ terinfeksi


Gambar Faktor-faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka

Tabel Penilaian Status Lokalis

Kondisi Keterangan
1. Benda asing dalam luka Adakah pasir, aspal, kotoran binatang, logam atau karat dan lain-lain. Benda asing dalam luka akan mengganggu penyembuhan luka dan meningkatkan risiko infeksi.
2. Dasar luka/ tingkat penyembuhan luka Identifikasi jenis jaringan di dasar luka penting untuk menentukan penatalaksanaan dan pemilihan dressing (balutan).
3. Posisi luka Posisi luka mempengaruhi kecepatan penyembuhan dan pemilihan dressing.
4. Ukuran luka - Ukur panjang, lebar, kedalaman dan luas dasar luka.
- Amati adakah pembentukan sinus, kavitas dan traktus.
- Amati adanya undermining (menggaung).
- Dinilai adakah penambahan atau pengurangan ukuran luka.
- Gunakan alat ukur yang akurat, jangan berganti-ganti alat ukur.
- Penyembuhan luka ditandai dengan pengurangan ukuran luka.
5. Jumlah discharge - Lakukan penilaian kelembaban luka (luka kering, lembab atau basah).
- Lakukan penilaian jumlah discharge(sedikit, sedang, banyak).
- Lakukan penilaian konsistensi discharge (berupa pus, seropurulen, serous, serohemoragis, hemoragis)
6. Bau Tidak berbau, berbau, sangat berbau
7. Nyeri - Penyebab nyeri (adakah inflamasi atau infeksi)
- Lokasi nyeri
- Derajat nyeri
- Kapan nyeri terasa (sepanjang waktu, saat mengganti pembalut)
8. Tepi luka Teratur, tidak teratur, menggaung, adakah tanda radang, dinilai kurang lebih sampai 5 cm dari tepi luka
9. Jaringan di sekeliling luka Jaringan nekrotik di sekeliling luka menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
Sumber : Eagle, 2009

Berdasarkan onset terjadinya luka, luka diklasifikasikan menjadi :

  • Luka akut : disebabkan oleh trauma atau pembedahan. Waktu penyembuhan relatif cepat, dengan penyembuhan secara primer.

  • Luka kronis : luka kronis didefinisikan sebagai luka yang belum sembuh setelah 3 bulan. Sering disebabkan oleh luka bakar luas, gangguan sirkulasi, tekanan yang berlangsung lama (pressure ulcers/ ulkus dekubitus), ulkus diabetik dan keganasan. Waktu penyembuhan cenderung lebih lama, risiko terinfeksi lebih besar.

Semua jenis luka berpotensi menjadi kronis jika pemilihan regimen terapi tidak adekuat.

Keadaan dasar luka (wound bed)

Keadaan dasar luka mencerminkan tahapan penyembuhan luka. Karakteristik dasar luka bervariasi dan sering diklasifikasikan berdasarkan tipe jaringan yang berada di dasarnya, yaitu : nekrotik, sloughy, granulasi, epithelial dan jaringan hipergranulasi. Pada satu luka sering terdapat beberapa jenis tipe jaringan sekaligus.Keadaan dasar luka menentukan pemilihan dressing.

  • Jaringan nekrotik
    Akibat kematian jaringan, permukaan luka tertutup oleh lapisan jaringan nekrotik (eschar) yang seringkali berwarna hitam atau kecoklatan. Pada awalnya konsistensi lunak, tetapi kemudian akan mengalami dehidrasi dengan cepat sehingga menjadi keras dan kering. Jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan dan menjadi fokus infeksi.Diperlukan pembersihan luka (debridement) dari jaringan nekrotik secepatnya sehingga luka dapat memasuki tahapan penyembuhan selanjutnya.

    Dasar luka tertutup jaringan nekrotik & slough
    Gambar Dasar luka tertutup jaringan nekrotik & slough

  • Slough
    Slough, juga merupakan jenis jaringan nekrotik, merupakan material lunak yang terdiri atas sel-sel mati, berwarna kekuningan dan menutupi luka.Dapat berbentuk seperti serabut/ benang yang menempel di dasar luka.Slough harus dibedakan dari pus, di mana slough tetap menempel di dasar luka meski diguyur air, sementara pus akan terlarut bersama air. Slough merupakan predisposisi infeksi dan menghambat penyembuhan luka, meski demikian, adanya slough tidak selalu merupakan tanda terjadinya infeksi pada luka. Pada luka kronis yang dalam, tendo yang terpapar (gambar 12) juga sering dikelirukan dengan slough, sehingga dokter harus hati-hati saat melakukan debridement menggunakan skalpel. Untuk menstimulasi pembentukan jaringan granulasi dan membersihkan luka dari eksudat, slough dibersihkan dengan aplikasi dressing yang sesuai.

    Abrasi kulit
    Gambar Abrasi kulit

    Luka pembedahan
    Gambar Luka pembedahan.

    Laserasi di atas alis
    Gambar Laserasi di atas alis.

    Luka bakar derajat 3 akibat ledakan radiator
    Gambar Luka bakar derajat 3 akibat ledakan radiator.

    Ulkus kronis di kaki
    Gambar Ulkus kronis di kaki.

    Ulkus pressure (dekubitus) grade 4 pada tuberositas ischii dengan tendon terpapar
    Gambar Ulkus pressure (dekubitus) grade 4 pada tuberositas ischii dengan tendon terpapar.

    Ulkus maligna pada karsinoma mammae
    Gambar Ulkus maligna pada karsinoma mammae.

    Osteomyelitis kronis di pre-tibia
    Gambar Osteomyelitis kronis di pre-tibia.

  • Jaringan granulasi
    Granulasi adalah jaringan ikat yang mengandung banyak kapiler baru yang akan membantu penyembuhan dasar luka. Jaringan granulasi sehat berwarna merah jambu pucat atau kekuningan, mengkilat dan terlihat seperti tumpukan kelereng.Jika disentuh terasa kenyal, tidak nyeri dan tidak mudah berdarah meski dalam jaringan granulasi terdapat banyak pembuluh darah baru.Jaringan granulasi yang berwarna merah terang dan mudah berdarah menunjukkan terjadinya infeksi.

    Kiri : jaringan granulasi sehat, Kanan : jaringan hipergranulasi
    Gambar Kiri : jaringan granulasi sehat, Kanan : jaringan hipergranulasi

  • Jaringan hipergranulasi
    Hipergranulasi merupakan pembentukan jaringan granulasi secara berlebihan. Hipergranulasi akan mengganggu migrasi epitel sehingga memperlambat penyembuhan luka.

  • Jaringan epitel
    Berupa jaringan berwarna putih keperakan atau merah jambu, merupakan epitel yang bermigrasi dari tepi luka, folikel rambut atau kelenjar keringat.Biasanya menutupi jaringan granulasi.Terbentuknya jaringan epithelial menandakan fase penyembuhan luka tahap akhir hampir selesai.

    Jaringan epithelial
    Gambar Jaringan epithelial

  • Jaringan terinfeksi
    Luka yang terinfeksi ditandai dengan :

    • Jaringan sekitar luka bengkak dan kemerahan.
    • Penambahan ukuran luka.
    • Luka mudah berdarah, terutama saat mengganti balutan.
    • Peningkatan produksi eksudat dan pus.
    • Luka berbau.
    • Terbentuk jaringan nekrotik.
    • Perubahan warna pada luka, tepi luka dan di sekitar luka.
    • Perubahan sensasi : luka lebih nyeri, atau sebaliknya, hipoestesi/ anestesia.
    • Keterlambatan penyembuhan luka.
    • Gejala sistemik dari infeksi : demam, malaise.

Lokasi luka

Lokasi dan posisi mempengaruhi pemilihan dressing, sebagai contoh jenis dan ukuran dressing untuk luka di abdomen berbeda dengan dressing untuk luka di tumit atau jari-jari kaki.

Ukuran luka

Harus diukur panjang, lebar, lingkar luka, kedalaman luka dan luas dasar luka, serta perubahan ukuran luka setiap kali pasien datang. Pergunakan alat ukur yang sama supaya hasil ukuran akurat dan dapat saling diperbandingkan.
Kedalaman luka diukur dengan bantuan aplikator atau cotton-bud yang dimasukkan tegak lurus ke dasar luka terdalam – tandai aplikator – ukur dengan penggaris.

Kadang kerusakan jaringan dan nekrosis meluas ke lateral luka, di bawah kulit, sehingga sering tidak terlihat.Perlu dinilai ada tidaknya pembentukan sinus, kavitas, traktus atau fistula, yang dapat mengganggu drainase eksudat, berpotensi infeksi dan menghambat penyembuhan luka.Penyembuhan luka ditandai dengan berkurangnya ukuran luka.

Kiri : sinus Kanan : fistula
Gambar Kiri : sinus Kanan : fistula

Mengukur kedalaman luka, kiri : dengan jari, kanan : dengan aplikator
Gambar Mengukur kedalaman luka, kiri : dengan jari, kanan : dengan aplikator

Tipe dan jumlah eksudat

Terlihat pada luka terbuka. Selama penyembuhan luka, jenis dan jumlah pembentukan eksudat bervariasi. Luka terus menghasilkan eksudat sampai epitelisasi terjadi secara sempurna. Kuantitas eksudat bervariasi dari sedikit, sedang, banyak, dan sangat banyak (profuse). Biasanya, makin besar ukuran luka, makin banyak eksudat yang terbentuk.

Berdasarkan kandungan material di dalamnya, eksudat dibedakan menjadi : serous, serohemoragis, hemoragis dan purulen (pus).

Tingkat kelembaban luka dan jumlah eksudat mempengaruhi pemilihan dressing. Perban harus dapat menyerap cairan berlebihan sekaligus mempertahankan kelembaban lingkungan luka. Dokter harus waspada jika luka menghasilkan banyak eksudat. Eksudat banyak mengandung protein, sehingga pada beberapa kasus dengan luka eksudatif yang luas, misalnya luka bakar luas, diperlukan pemantauan kadar protein serum.

Eksudat kekuningan di dasar luka (bukan pus)
Gambar Eksudat kekuningan di dasar luka (bukan pus)

Bau

Luka diklasifikasikan sebagai tidak tidak berbau, berbau dan sangat berbau. Bau luka berdampak psikologis sangat hebat bagi pasien. Bau biasanya terjadi pada luka terinfeksi, ditimbulkan oleh adanya jaringan nekrotik, eksudat dan material toksik dalam luka (pus, debris dan bakteri), sehingga tindakan membersihkan luka dan nekrotomi dapat mengurangi bau dan memperbaiki infeksi.Akan tetapi, hal ini tidak dapat sepenuhnya dilakukan pada lesi maligna.Pada kasus-kasus ini, bau luka dikurangi dengan mengaplikasikan balutan mengandung antibiotic, balutan mengandung karbon, larval therapy atau gel antibakteri.

Nyeri

Rasa nyeri akan membatasi aktifitas, mempengaruhi mood dan berdampak besar terhadap kualitas hidup pasien. Nyeri merupakan tanda bahwa luka tidak mengalami penyembuhan atau terjadi infeksi pada luka.Nyeri pada luka harus diidentifikasi penyebabnya (inflamasi atau infeksi), kualitas dan kuantitasnya.

Tepi luka

Tepi luka dapat menyempit atau justru melebar. Dapat menggaung (meluas ke lateral, di bawah kulit – undermining), membentuk kavitas, traktus atau sinus. Tepi luka bisa curam, landai, regular, ireguler atau meninggi.Selama penyembuhan luka pasti terjadi perubahan
bentuk luka.Penting untuk memantau dan mencatat keadaan tepi luka karena merupakan indikator penyembuhan luka.

Tepi luka undermining (menggaung), membentuk kavitas di bawah kulit
Gambar Tepi luka undermining (menggaung), membentuk kavitas di bawah kulit

Kulit di sekitar luka

Maserasi kulit di sekitar luka terjadi karena retensi cairan, sering diakibatkan oleh pemilihan dressing yang kurang tepat.Kondisi ini dapat menjadi fokus infeksi dan menghambat penyembuhan luka.Kulit kering dan berskuama juga berpotensi infeksi karena masuknya bakteri melalui retakan-retakan epidermis.Jaringan nekrotik harus dibersihkan dan kulit harus direhidrasi kembali dengan krim pelembab.

Kiri : maserasi kulit, kanan : luka terinfeksi. Tampak selulitis di sekitar luka.
Gambar Kiri : maserasi kulit, kanan : luka terinfeksi. Tampak selulitis di sekitar luka.