Apa saja yang dapat merusak hati manusia atau menjadi penyebab penyakit batin ?

Hati

Hati yang kotor, yang dipenuhi dengan hawa nafsu, akan sangat berbahaya bagi manusia. Apa saja yang dapat merusak hati manusia atau menjadi penyebab penyakit batin ?

Menurut Hamka, terdapat tiga perkara yang menjadi induk daripada penyakit batin yaitu: ghabah (marah), haqad ( benci) dan hasad (dengki).

Ghabah (marah).


Marah adalah penyakit yang berasal daripada api yang menyala kedalam beberapa jantung manusia, yang membakar akan ketentraman hidupnya.

Ahli-ahli jiwa islam mengatakan bahwasanya sifat marah itu adalah sepadan dengan memperdekat pertemuan dengan syaitan, sebab marah itu api dan syaitan itu pula api. Oleh sebab itu maka orang-orang yang mendahulukan kemarahannya bagaikan tenggelam dalam kobaran api yang membara, selalu kehilangan ketentraman dan hilangnya kendali diri akan kesadaran dan kebenaran.

Sifat pemarah yaitu yang mempergunakan kekuatan tubuh untuk menolak yang tidak disukai. Imam al-Ghazali membagi kemarahan kepada seseorang dalam tiga macam:

  • Marah yang pertengahan, yaitu kemarahan yang karena dikendalikan marahnya dengan akal dan agama, sehingga timbul usaha pada dirinya untuk melindungi orang lain dan kemudian memadamkannya ketika sifat penyantun yang ada dalam dirinya dapat dikuasai.

  • Marah yang melampaui batas, yaitu kemarahan yang keluar dari garis-garis agama dan akal, kemudian matanya seolah-olah buta, tidak ada pikiran dan tidak ada kesadaran buat berhenti dari marah itu.

  • Orang yang tidak mau menjadi pemarah sedangkan kemarahan itu pada tempatnya, berarti orang itu berjiwa lemah misalnya, ia bersedia menanggung kehinaan walaupun dirinya benar.

Sebab-sebab yang mendorong marah itu kadang-kadang timbul dari naluri, dan kadang-kadang yang dipengaruhi oleh unsur luar (lingkungan). Seorang yang sedang marah, buta matanya, tuli telinganya, bila diberi nasehat dia makin merajalela, tetapi kalau otak sudah menguasainya, maka ia akan normal kembali. Pengaruh yang tampak adalah perubahan raut muka, sangat tajam lirikannya, timbul pekerjaan sikap dan pembicaraannya tidak teratur, sehingga mengakibatkan hal yang kurang wajar. Adapun pengaruh lisan adalah keluarnya caci maki dan kata-kata yang kotor, sedangkan pengaruh pada anggota badan adalah memukul, melempar, membunuh dan melukai.

Akan tetapi marah itu tidak selamanya salah, karena disuatu waktu marah juga merupakan sifat yang terpuji. Jika kita melihat seorang anak belum dewasa atau seseorang, melakukan maksiat atau menyakiti orang lain, maka seseorang yang melihatnya berhak untuk marah. Demikian juga menurut tabiat manusia bahwa orang itu harus marah bila diperlakukan yang tidak sesuai dengan kehormatannya, dan harus marah untuk menjaga dirinya atau lainnya dari penganiayaan.

Adapun cara untuk mengobati dan menghilangkan ghabah atau marah ialah sebagai berikut:

  • Mengingat akan keutamaan mengendalikan marah, seperti pemaaf dan lemah lembut.

  • Takut akan siksa Allah.

  • Takut akibatnya, yaitu permusuhan dan penculikan.

  • Berpikir bahwa wajah pemarah itu buruk.

  • Berpikir tentang sebab-sebab yang membawa kerusakan.

  • Mengetahui bahwa marah itu timbul karena perbuatan ujub.

Haqad (benci)


Benci merupakan akibat dari kemarahan. Oleh sebab itu sifat marah menjadi pangkal segala kejahatan. Karena sifat marah harus dihindari, agar rasa kebencian juga akan hilang. Apabila rasa benci tidak bisa dihilangkan, maka akan menimbulkan serangan jasmani, seperti timbul fitnah, membongkar aib orang dan lain sebagainya daripada kejahatan. Bahkan akan lebih bahaya lagi apabila akibat dari rasa benci itu menimbulkan perkelahian, permusuahan, bahkan perperangan yang semua itu merupakan perbuatan yang tercela.

Adapun cara menyembuhkan bila seseorang terkena penyakit haqad ini , ialah dengan dua macam cara, yaitu:

  • Memahami bahwa perasaan benci itu lebih menyakitkan orang yang memendam rasa benci itu ketimbang orang yang menjadi sasaran perasaan buruk itu.

  • Memutuskan untuk bersikap bersahabat terhadap orang yang menjadi sasaran rasa benci tersebut, dengan berbuat baik kepadanya, sekalipun emosi-emosinya menarik kearah sebaliknya, dan terus bersikap kasih sayang kepadanya sampai penyakit ini sirna.

Hasad (dengki)


Hasad adalah suatu sikap mental yang melahirkan rasa sakit hati apabila orang lain mendapat kesenangan atau kemuliaan.

Imam Al-Ghazali pernah berkata dalam bukunya Minhajul Abidin, beliau berkata: Dengki adalah keinginan akan hilangnya nikmat-nikmat Allah SWT, dari saudara sesama muslim, dan apa saja yang terkandung kebaikan baginya.

Muhyidin Ibn „Arabi mengatakan bahwa hasad adalah perasaan sakit dalam hati melihat nikmat yang diterima orang lain, dan merasa lepas sakitnya kalau orang itu kehilangan kebahagiaannya.

Penyakit ini sangat berbahaya dan sangat sukar untuk dioabati, karena penyakit hasad sangat banyak merusak, mengganggu dan menghilangkan kebahagiaan hidup orang lain, bahkan menyebabkan persengketaan, permusuhan, penipuan dan yang lebih bahaya lagi dapat menimbulkan peperangan dan mala petaka dalam masyarakat. Secara sederhana para ahli berpendapat bahwa selama rasa dengki itu masih bersarang di hati seseorang, selama itu juga ia tidak mencapai rasa bahagia dalam hidupnya.

Begitulah besarnya akibat dan bahaya yang didatangkan oleh penyakit dengki. Sebab kadang-kadang orang dihinggapi penyakit itu tidak mampu mengendalikan dirinya, sehingga segala perbuatan, sikap dan tindakannya merupakan pantulan dari usaha untuk menyusahkan orang lain, rasa kasih sayang yang wajar tidak ada lagi dalam hatinya. Jika masih ada juga kasih sayang, hanyalah kasih sayang yang berkaitan dengan kepentingannya, ia sayang kepada orang yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Orang dengki tidak mengenal balas jasa, karena ia tidak mampu menilai jasa orang. Jika kebutuhannya telah terpenuhi ia lupa akan pertolongan orang lain.

Referensi :

  • Hamka, Akhlaqul Karimah (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992)
  • Al-Ghazali, Mau’izatul Mukmin , Terj. Moh. Abdai Rathomy (Bandung: Diponegoro, 1983)
  • Hussein Bahresj, Ajaran-ajaran Akhlak Iman Al-Ghazali (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981)
  • M. Athollah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf (Jakarta: Yayasan Rihlah Al-Qudsyiah, 1995)
  • Kahar Mansyur, Membina Moral dan Akhlak (Jakarta: Kalam Mulia, 1987)
  • Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
  • Hamzah Ya’cub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin (Jakarta: Atisa, 1992)