Apa saja yang dapat menjadi tolak ukur stabilitas moneter ?

Stabilitas moneter

Apa saja yang dapat menjadi tolak ukur stabilitas moneter ?

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah :

  • Jumlah Uang Beredar (JUB)

    Jumlah Uang Beredar (JUB) tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat

  • Laju inflasi yang cukup rendah terkendali

    Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan.

  • Suku bunga pada tingkat yang wajar

    Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi pengembangan usahanya.

    Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya diperoleh.

  • Nilai tukar rupiah yang realistis

    Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya.

  • Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter

    Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar.

    Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.

Indikator moneter (sasaran antara) dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang beredar. Dengan demikian, kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi, yakni sebagai sasaran menengah dan indikator.

Tingkat Suku Bunga

Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan tersebut, dan begitu sebaliknya.

Uang Beredar (Monetary Aggregate)

Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, bank sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan. (Aulia Pohan, 2008)

Instrumen Kebijakan Moneter

Di dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai piranti sebagai instrumen dalam mencapai sasaran. Secara umum, instrumen yang biasa digunakan dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni instrumen langsung dan instrumen tidak langsung.

Instrumen Langsung

Disebut sebagai instrumen langsung karena otoritas moneter dapat secara langsung menggunakan instrumen tersebut ketika dibutuhkan, ini juga disebut kebijakan moneter yang bersifat kualitatif, diantaranya adalah

  • Penetapan Suku Bunga

    Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Dengan penetapan suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan. Akan tetapi, dengan makin mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin tidak effektif. Lagi pula, efektivitas penetapan suku bunga akan sangat tergantung pada penegakan aturan dari pihak regulator, dalam hal ini bank sentral.

    Di masa lalu, Indonesia pernah menggunakan instrumen ini sebagai salah satu langkah dalam kebijakan moneternya. Namun, kini sudah tidak lagi. Besaran suku bunga, baik simpanan maupun pinjaman, dilepas ke mekanisme pasar.

  • Pagu Kredit

    Selain menetapkan suku bunga, bank sentral juga dapat menjaga likuiditas di pasar dengan menetapkan besaran maksimum kredit perbankan yang dapat disalurkan, yang lazim disebut sebagai pagu kredit. Berapa maksimum bank menyalurkan kreditnya diatur oleh otoritas moneter. Dengan pembatasan kredit ini, jumlah uang beredar dapat dikendalikan. Pagu kredit inilah yang dinaikturunkan sesuai kebutuhan.

  • Kredit Langsung

    Pada era prakrisis kita mengenal apa yang disebut dengan kredit likuiditas di mana Bank Indonesia memberikan kredit untuk keperluan proiritas tertentu. Misalnya terkait dengan program atau proyek tertentu yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Kredit langsung ini merupakan salah satu bentuk instrumen langsung yang dapat dikendalikan bank sentral. Namun, kini instrumen langsung ini tidak lagi digunakan karena dianggap tidak efektif dan sangat mahal.

  • Moral Suasion

    Selain instrumen diatas, bank sentral juga dapat melakukan inbauan moral. Instrumen ini tidak menuntut bank umum untuk menaatinya. Biasanya imbauan moral merupakan pernyataan bank sentral (misalnya oleh Gubernur Bank Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi yang lebih bersifat makro untuk dijadikan masukan bagi bank-bank umum dalam pengelolaan asset dan kewajibannya.

Instrumen Tidak Langsung

Disebut instrumen tidak langsung karena instrumen tidak secara langsung mempengaruhi uang beredar. Akan tetapi, melalui instrumen inilah, pada akhirnya jumlah uang beredar dapat dikendalikan, atau disebut kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif, diantaranya adalah :

  • Cadangan Wajib Minimum

    Cadangan wajib minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya semakin besar persentase semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman.

    Memberikan cadangan ini bisa dijaga dalam bentuk kas atau dalam bentuk rekening giro di bank sentral. Biasanya cadangan dibedakan dalam dua bentuk yakni cadangan primer dan cadangan sekunder. Yang dimaksud dengan cadangan wajib minimum lebih mengacu kepada cadangan primer. Sementara itu, cadangan sekunder merupakan tambahan, biasanya terdiri atas surat-surat berharga.

    Persentase cadangan wajib minimum mempengaruhi daya ekspansi kredit. Jika bank sentral menurunkannya maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya, jika persentasenya dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang. (Mandala Manurung, 2004).

  • Fasilitas Diskonto

    Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter dalam mempengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank. Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun. Sebaliknya, apabila bank sentral menetapkan diskonto lebih rendah bank-bank akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan lebih lanjut berupa pemberian pinjaman, sehingga jumlah uang beredar meningkat.

  • Operasi Pasar Terbuka

    Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka pendek. Di Indonesia, salah satu sekuritas yang sering digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI. Kepada setiap pemilik SBI Bank Indonesia memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga.

    Jika bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank agar reserve bank- bank berkurang sehingga kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun. Tindakan ini disebut kontraksi moneter. Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar meningkat. Pembelian atau penjualan surat-surat berharga tersebut dapat pula dilakukan oleh bank sentral dari/kepada masyarakat agar langsung dapat menambah/mengurangi jumlah uang beredar. (Aulia Pohan, 2008)