Apa saja yang dapat menjadi penggerak atau pemicu Nafsu manusia ?

Nafsu

Apa saja yang dapat menjadi penggerak atau pemicu Nafsu manusia ?

Dalam penciptaan nafsu, ada tiga potensi yang nantinya akan menjadi pengerak terhadap pengerakkan nafsu yang nampak dalam gerak dan perbuatan manusia. Ketiga potensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Fu’ad


Fu’ad merupakan potensi di dalam diri manusia yang berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia. Fuad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk kepada objektivitas, kejujuran dan jauh pada sifat kebohongan.

Potensi fu’ad adalah potensi yang mampu menerima informasi dan menganalisisnya sedemikian rupa sehingga ia mampu mengambil pelajaran dari informasi yang diterimanya. Fu’ad memberikan ruang untuk akal, berfikir, bertafakur , memilih dan mengolah seluruh data yang masuk dalam qalbu manusia. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan moral. Fu’ad menangkap fenomena alam luar dan alam ini sehingga dapat melihat berbagai tanda yang kemudian menjadi ilmu untuk mewujudkannya dalam bentuk amal.

Akal, zikir, pikir, pendengaran dan penglihatan berperan untuk mengawal fu’ad sehingga membantu fu’ad untuk menangkap fenomena yang bersifat lahir, wujud dan nyata dengan mendaya gunakan fungsi indera penglihatan.

Pendengaran merupakan lambang dari potensi qalbu yang bertugas untuk merenungkan dan kemudian menghayati seluruh ayat, tanda, informasi dan seluruh kejadian alam. Akal berkaitan dengan keadaan untuk menangkap seluruh gejala alam yang tampak nyata. Sedangkan pikiran menangkap hakikat dari penampakan benda yang dilihat oleh akal dan penglihatan.

Sementara itu, zikir dalam kaitan sebagai potensi fu’ad, sejajar dengan pikir. Zikir berfungsi sebagai fondasi yang membentangkan lapangan untuk tegaknya pikir, sehingga keinginan nafsu terarahkan dan tidak menjerumuskan.

Shadr


Shadr merupakan potensi yang berperan untuk merasakan dan menghayati atau dengan kata lain, shadr mempunyai fungsi emosi seperti merasa marah, benci, cinta, keindahan dan sebagainya. Shadr mempunyai potensi besar untuk menyimpan hasrat, kemauan, niat kebenaran dan keberanian yang sama besarnya dengan kemampuannya untuk menerima kebenaran ilmu pengetahuan.3

Shadr letaknya berada dalam dada manusia yang dalam al-Qur’an disebut dengan shadr. Dalam dada tersebutlah tempat berkecamuknya pertempuran antara yang hak dan yang bathil, rasa cemas dan rasa takut. Dalam dada ini pula tersimpan motivasi, niat, keinginan dan komitmen. Segala keinginan manusia berada dalam aktivitas shadr .

Bebeda dengan fu’ad yang berorientasi ke depan, potensi shadr memandang pada masa lalu, kesejarahan melalui rasa, pengalaman dan masa lalu sehingga shadr mampu merasakan kegagalan dan keberhasilan sebagai cermin. Dengan kompetensinya untuk melihat dunia masa lalu, manusia mempunyai kemampuan untuk menimbang, membandingkan dan menghasilkan kearifan.

Secara simbolis, potensi shadr berada dalam dada manusia dan secara biologis berkaitan dengan arus aliran darah dan denyut jantung. Hal ini dibuktikan dengan perasaan ketika kita sedang dimarahi, maka secara otomatis debaran jantung dan aliran darah kita yang terasa lebih cepat.

Hawaa


Potensi yang ketiga merupakan potensi yang paling berbahaya. Potensi ini disebut dengan hawaa. Hawaa merupakan potensi yang menggerakkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi, kekuasaan, pengaruh dan keinginan untuk mendunia.

Potensi hawaa selalu cenderung untuk membumi dan merasakaan nikmat dunia yang bersifat fana.

Karena kedudukan hawaa yang lebih membumi dan mendunia, penuh dengan aksesoris, kenikmatan kebendaan dan seksual maka hawaa disimbulkan berada dalam cakupan perut dan kelamin manusia yang dapat dibuktikan dengan rasa lapar, haus kenyang dan gairah seksual. Potensi hawaa selalu berorientasi kepada kesenangan sesaat, bendawi dan segala sifat yang bersifat duniawi.

Potensi hawaa dalam al-Qur’an tersirat lewat surah al-A’raf ayat 176 berikut:

Artinya : Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Q.S. Al-A’raf : 176)

Hawaa adalah potensi yang menggerakkan motif rendah, seperti kenikmatan, libido seks, pujian, sanjungan dan kekuasaan. Tetapi apabila ia terkena bujukan setan, hawaa akan menjadi nyala api yang membakar dan menghitamkan seluruh cerobong diri manusia. Meskipun demikian, hawaa selalu terbuka dan membumi, di dalamnya terkandung dorongan, kekuatan dan ambisi yang menolong manusia untuk mewujudkan keinginan fu’ad dan shadr.

Hubungan antara Fu’ad, Shadr dan Hawaa


Apabila fu’ad berorientasi ke depan dan shadr ke masa lalu, maka potensi hawaa mempunyai kemampuan berorientasi kepada masa kini dan realitas yang ada sekarang. Oleh karena itu, manusia tanpa potensi hawaa akan menjadi lumpuh, sepi, tidak bergairah dan kehilangan motivasi serta hidup dalam keadaan serba monoton tanpa dinamika. Untuk itulah, segala sesuatunya terletak pada bagaimana kemampuan kita untuk mengendalikan, mengarahkan dan menjadikannya sebagai suatu energi yang bergelora untuk menjadikannya energi positif untuk mendukung keinginan positif dari sisi fu’ad dan shadr sehingga tidak terjerumus pada pengaruh duniawi yang negatif dan bersifat fana.

Ketiga potensi di atas, berada dalam diri manuisa yang bertugas dan berfungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Dalam berhubungan dengan dunia luar atau menerima rangsangan, ketiga potensi tersebut akan memberikan respons dalam bentuk perilaku atau tindakan. Disinilah akan terjadi pertentangan batin sehingga jiwa akan berkecamuk sesuai dengan kadarnya masing-masing. Pertentangan atau konflik tersebut tidak akan pernah berhenti mengingat setiap potensi mempunyai ciri dan hamparannya sendiri dalam mengolah respon yang diarahkan ke dunia luar.38

Pada hakikatnya ketiga potensi tersebut akan bekerja sama dan saling mengisi. Hanya saja dalam bentuknya yang nyata, tindakan dan perbuatannya sangat bergantung kepada potensi manakah yang paling dominan. Sehingga kelak akan tampak struktur kepribadian manusia yang bersifat sebagai berikut:

  • Satu dimensi, yaitu penempakkan perilaku atau respons kepada dunia luar yang hanya dikuasai atau didominasi oleh satu potensi, sehingga potensi lainnya kehilangan kekuatan, meredup atau kalah.

  • Dua dimensi, yaitu persenyawaan dua potensi dan mengalahkan satu poensi lainnya. Sehingga dalam struktur kepribadiannya akan terdapat persenyawaan dua dimensi yang terdiri dari fusha (fu’ad dan shadr), fuha (fu’ad dan hawa) dan shaha (shadr dan hawa).

  • Tiga dimensi, yaitu persenyawaan seluruh dimensi secara proporsional, dimana seluruh potensi memberikan kontribusi yang sama dan seimbang dalam memberikan respons kepada dunia luar. Dalam kenyataannya, kepribadian manusia akan mendayagunakan ketiga potensinya. Hanya saja ketiga domensi tersebut saling menggeser tetapi tidak akan saling menghilangkan sama sekali.39

Keseluruhan interaksi dari ketiga potensi tersebut kemudian akan dirangkum dalam penampakkan nafsu dalam kaitannya dengan dunia luar. Nafsu adalah totalitas kepribadian manusia. Sehingga nafsu sering diartikan sebagai jiwa, watak manusia, atau AKU sebagai persona. Nafsu merupakan keseluruhan atau totalitas dari diri manusia.

Fu’ad disimbolkan berada dalam kepala, shadr berada dalam dada dan detak jantung, serta hawaa dalam rongga perut dan kelamin, maka nafsu merupakan perpaduan atau cakupan dari semuanya. Nafsulah yang menjadi muara untuk menampung hasil olah fu’ad , shadr dan hawaa dan kemudian akan nampak dalam perilaku nyata.

Referensi : Toto Asmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).