Apa saja yang dapat dilakukan atau diusahakan agar terbuka pintu rezeki bagi manusia?

rezeki

Urusan rezeki, jodoh, amal serta kebahagiaan, manusia hanya diberi kesempatan untuk menentukan pilihan dan berikhtiyar untuk mengusahakan sebab agar terpenuhinya segala pilihannya. Sedangkan hasil, kembalinya tetap kepada takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa.

Segala bentuk usaha / ikhtiyar yang dilakukan manusia di dalam meraih pilihannya, dinilai sebagai ibadah bila dilaksanakan karena Alloh Subhanahu wa Ta’laa dan tidak bertentangan dengan kaidah- kaidah ajaran Islam.

Apa saja yang dapat dilakukan atau diusahakan agar terbuka pintu rezeki bagi manusia ?

Berikut kunci-kunci rezeki agar kita bisa mendapatakan rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’laa.

1. Istighfar dan Taubat

Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :

“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 10-12).

Ibnu Katsir berkata,

”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Alloh, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa menta’ati-Nya, niscaya Dia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan untuk kalian, membanyakkan anak dan melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di da-lamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta menga-lirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4 / 449)

Sebagian umat Islam menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata, dengan hanya memperbanyak kalimat, “Astaghfirullohal ‘adzim”. Tetapi kalimat itu tidak membe- kas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat ini adalah taubatnya orang yang dusta.

Imam An Nawawi menjelaskan,

Para ulama berkata, ”Bertaubat dari segala dosa adalah wajib. Jika dosa itu antara hamba dengan Alloh, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga, -pertama, hendaknya ia menjauhi dosa (maksiat) itu, -dua, ia harus menyesali perbuatan dosa itu, -tiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan - ke empat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa (had) hukuman tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas-nya atau meminta maaf padanya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf.” (Riyadush Sholihin).

2. Taqwa

Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :

“Barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya Dia akan mengada-kan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Tholaq : 2-3 )

Al Hafidz Ibnu Katsir berkata,

”Maknanya, barangsiapa bertaqwa kepada Alloh dengan melakukan apa yang diperinyahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Alloh akan memberi- nya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ath Tholaq : 2-3).

Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata,

”Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.” (Al Mufrodat fie Ghoribil Qur’an)

Orang yang melihat dengan kedua bola matanya apa yang diharam- kan Alloh, atau mendengarnya dengan kedua telinganya apa yang di- murkai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau mengambilnya dengan kedua tangannya apa yang tidak diridloi Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau berjalan ke tempat yang di kutuk Alloh Subhanahu wa Ta’laa, berarti ia tidak menjaga dirinya dari dosa.

Jadi, orang yang membangkang perintah Alloh Subhanahu wa Ta’laa serta melakukan apa yang dilarang-Nya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertaqwa. Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat, sehingga ia pantas mendapat murka Alloh Subhanahu wa Ta’laa, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.

3. Tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa

Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :

Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alloh telah menga- dakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq:3)

Menafsirkan ayat tersebut, Ar Robi’ bin Khutsaim berkata,

”(mencukupkan) dari setiap yang membuat sempit manusia.” (Syarhus Sunnah, 14 / 298)

Menjelaskan makna tawakkal para ulama berkata, diantaranya Imam Ghozali, Beliau berkata,

”Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada “WAKIIL” (yang ditawakkali) semata.” (Ihya’ Ulumuddin, 4 / 259)

Al Allamah Al Manawi berkata,

”Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang ditawakkali.” (Faidhul Qodir, 5 / 311)

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :

“Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Sebagian manusia ada yang berkata,”Jika orang yangbertawakkal kepada Alloh itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. bukankah kita cukup duduk- duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit.” Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya tentang hakekat tawakkal. Imam Ahmad berkata,”Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha. Sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal pada Alloh dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengeta-hui bahwa kebaikan (rizki) itu di tangan-Nya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut.”(Tuhfatul Ahwadzi, 7 / 8)

Imam ahmad menambahkan,

”Para shahabat juga berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan merekalah teladan kita.” (Fathul Bari, 11 / 305-306)

4. Beridah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa sepenuhnya

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :

“Sesungguhnya Alloh Ta’laa berfirman,”Wahai anak Adam. Beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku! Niscaya Aku penuhi di dalam dada dengan kekayaan dan aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi kebutuhanmu.” (HR. Ibnu Majah)

Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan makna hadits beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku.”, Beliau berkata,

”Makna-nya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (konsentrasi) untuk beribadah kepada Robb-mu.” (Murqotul Mafatih, 9 / 26) Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimaksud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri dihadapan Alloh Maha Esa. Menghadirkan hati, betapa besar keagungan Alloh Subhanahu wa Ta’laa.

5. Melanjutkan Haji dengan Umroh atau sebaliknya

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :

“Lanjutkanlah haji dengan umroh atau sebaliknya. Karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana api dapat mengilangkan kotoran besi.” (HR. An Nasa’i)

Syaikh Abul Hasan As Sindi menjelaskan haji dengan umroh atau sebaliknya, berkata,

”Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, dimana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umroh. Dan jika kalian menunaikan umroh maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.” (Hasyiyatul Imam As Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 5 / 115)

Sedangkan Imam Ath Thoyyibi dalam menjelaskan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :

“…Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa- dosa…”
“Kemampuan keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan bersedekah dalam menambah harta.” (Faidhul Qodir, 3 / 225)

6. Silaturrahim

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :

“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (diperpanjang usianya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahmi.” (HR. Bukhori)

Makna “ar rahim” adalah para kerabat dekat. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,”Ar rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahrom atau tidak. Menurut pendapat lain, mereka adalah “maharim” (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja. Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak- anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian.”(Fathul Bari, 10 / 14) Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qori adalah kinayah (ungkapan / sindiran) tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. (Murqotul Mafatih, 8 / 645)

7. Berinfaq di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa

Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Alloh akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39)

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas,

”Betapapun sedikit apa yang kamu infaqkan dari apa yang diperintahkan Alloh kepadamudan apa yang diperbolehkan-Nya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3 / 595)

Syaikh Ibnu Asyur berkata,

”Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Alloh untuk menolong agama.” (Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22 / 221)

8. Memberi Nafkah kepada Orang yang Sepenuhnya Menuntut Ilmu Syari’at (Agama)

“Dahulu ada dua orang bersaudara pada masa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam . Salah seorang dari mereka mendatangi Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam (untuk menuntut ilmu) dan (saudaranya) yang lain pergi bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu pada Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam . Maka Beliau Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda,”Mudah-mudahan engkau diberi rizki karena sebab dia” (HR. Tirmidzi)

Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan sabda Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam :

”…Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia” “Yang menggunakan shighot majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebe- narnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia(si penuntut ilmu) diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya.” (Murqotul Mafatih, 9 / 171)

9. Berbuat Baik pada Orang yang Lemah

Mush’ab bin Sa’d Rodliallohu ‘anhu berkata : “Bahwasanya Sa’d Rodliallohu ‘anhu merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain, maka Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda:

“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang yang lemah diantara kalian ?” (HR. Bukhori)

Karena itu, siapa yang ingin ditolong Alloh dan diberi rizki oleh-Nya maka hendaklah ia memuliakan orang-orang yang lemah dan berbuat baik kepada mereka.” (Shohihul Bukhori)

10. Hijrah di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa

Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :

“Barangsiapa berhijrah di jalan Alloh, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.” (QS. An Nisa : 100)

Qotadah berkata,

”Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk, dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)

Imam Al Qurthubi berkata,

”Sebab, keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kela- pangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal- hal lain yang menunjukkan kemudahan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)

Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata bahwa hijrah adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri yang iman, sebagaimana para shahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Sayid Muhammad Rosyid Ridlo mengatakan bahwa hijrah di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa harus dengan sebenar-benarnya.

Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridho Alloh Subhanahu wa Ta’laa dengan menegakkan agam-Nya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.

1. Takwa & berserah diri kepada Allah

Ada suatu cara untuk mempermudah menarik rezeki. Cara itu disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an Surat at-Thalaq ayat 2 dan 3:

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka- sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Alla akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap- tiap sesuatu.

Pada suatu hari, seorang yang bernama Malik dari kabilah Asyja’i berkunjung kepada Rasulullah SAW mengadu bahawa anaknya yang bernama 'Auf, menurut berita yang diterimanya, tertawan musuh. Ia memohon pertolongan pada Rasulullah SAW. Nabi menasehatinya agar bersabar, karena niscaya Allah akan memberikannya jalan keluar. Nabi menyuruhnya mengirim pesan kepada‟Auf. Bahwa Rasulullah SAW memerintahkan ia memperbanyak bacaan, “La haula wa la quwwata illa billah.”

Auf melaksanakan perintah Nabi itu meskipun ia dalam keadaan dibelenggu oleh musuh. Tak beberapa lama datanglah pertolongan Allah, belenggu itu lepas dan ia berhasil lolos, kemudian lari ke Madinah.

Ditengah jalan bertemu dengan segerombolan domba atau unta, lalu digiringnya sekumpulan ternak itu lalu dibawa ke Madinah dan mengetuk pintu rumah orang tuanya, Malik al-Asyja‟i. mendengar suara „Auf, orang-orang yang berada di dalam rumahnya saling berebut untuk membukakan pintu. Alangkah terkejutnya mereka karena pekarangan mereka penuh dengan binatang ternak. „Auf menceritakan kepada orang tuanya tentang semua kejadian yang dialaminya. Malik masih ragu-ragu tentang hukum binatang ternak itu, lalu segera menanyakannya pada Rasulullah. Nabi menerangkan padanya bahwa boleh bagi Malik melakukan apa saja yang ia mau sebagaimana layaknya harta sendiri.

Dari keterangan tersebut kita mengetahui bahwa bertakwa kepada Allah dan berserah diri padanya, dalam segala hal, benar-benar memudahkan dalam mencari dan menarik rezeki, yakni rezeki itu mudah diperoleh, tak usah dan tak perlu sampai tak makan dan tak tidur. Walaupun rezeki itu mungkin tidak banyak, namun mengandung berkah.

2. Istighfar

Sesungguhnya istighfar itu merupakan suatu kesempatan atau peluang bagi kita untuk membersihkan dosa. Jika Allah menerima taubat kita, maka kita akan menjadi hamba yang dikasihinya. Kalau seorang hamba sudah dikasihi Allah, maka sudah tentu segala keinginannya akan dikabulkan. Termasuk keinginan untuk mendapatkan rezeki yang barokah dan terus bertambah.

Lantas apa kaitannya istighfar dengan bertambahnya rezeki?

Didalam al-Qur’an dijelaskan bahwa barang siapayang memohon ampunan maka akan dimudahkan segala urusannya.

Seperti yang sudah tertera dalam QS. Nuh ayat 10-12:

Maka aku katakan kepada mereka, memohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya dia maha pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu. Dan mengadakan kepadamu kebun-kebun dan mengadakan di dalamnya sungai-sungai.

Apabila manusia mau bertaubat kepada Allah, memohon ampunan dan beristighfar kepadanya, kemudian menaati segala perintah dan larangannya, maka Allah akan memperbanyak rezeki. Yakni dengan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan keberkahan dari Bumi. Selanjutnya karena siraman air hujan itu akan tumbuh berbagai tanaman yang akan berbuah banyak.

Seperti itulah Allah memberikan isyarat atau contoh bagi hambanya yang mau beristighfar atau memohon ampunan padanya, maka senantiasa Allah akan mendengar dan menerima taubat seseorang tersebut dan akhirnya Allah ridho terhadap apa yang dia lakukan, sehingga muncullah belas kasih Allah padanya untuk mewujudkan segala keinginan dan permintaan hambanya. Maka dari itu disitulah letak kemudahan seorang hamba untuk senantiasa mendapatkan cucuran kemurahan Allah yakni rahmatnya senantiasa akan menyertainya. Dan belas kasih Allah akan selalu berada dalam diri hambanya. Apapun yang diminta oleh seorang hamba maka Allah senantiasa mengabulkannya, apalagi hanya berupa rezeki. Tak kurang-kurangnya Allah berikan secara cuma-cuma pada hambanya.

3. Syukur

Syukur berarti menampakkan pengaruh kenikmatan yang Allah berikan baik melalui lisan dengan cara mengakui dan memujinya, melalui hati dengan cara menyaksikan kebesarannya dan mencintainya, melalui anggota badan dengan cara menaati dan tunduk pada aturan Allah.bersyukur kepada Allah menandakan kita sebagai hamba yang bertakwa. Bersyukur berarti memuji Allah sebagai rasa terimakasih atas rahmat. Nikmat dan karunianya yang telah kita dapatkan.

Seperti firman-Nya dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatku) maka pasti adzabku akan sangat berat.

Syukur adalah bentuk pengakuan yang keluar dari dalam hati yang paling murni bahwa segala sesuatu yang diperoleh adalah dari Allah bukan dari hasil kerja keras yang dilakukan.

Apabila seorang manusia melakukan rasa syukur demngan benar. Maka Allah pasti akan menambah karunianya. Sebaliknya apabila manusia itu tidak mau bersyukur, akan tetapi malah kufur terhadap nikmat, maka Allah pasti akan memberinya adzab yang pedih.

4. Infak

Infak adalah pemberian harta atau sumbangan dan lain sebagainya untuk tujuan kebaikan dan meraih ridha Allah. Dalam hal ini kita mengartikan infak secara pandang luas. Yaitu meliputi shadaqah, menyumbang, wakaf, dan lain sebagainya yang termasuk tindakan memberi kepada pihak lain dengan tujuan kebaikan dan ridha Allah.

Kedahsyatan infak ini telah digambarkan oleh Allah secara indah melalui firmannya dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 261:

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.

Dari ayat diatas jelas bahwa infak itu mempunyai kekuatan yang dahsyat. Menginfakkan harta dijalan Allah itu sebagaimana sebiji benih sawi yang tumbuh menjadi pohon. Pohon tersebut mempunyai tujuh ranting. Sementara itu, pada masing-masing ranting mengeluarkan seratus benih. Dengan begitu, dari satu benih itu memunculkan tujuh ratus benih lagi. Itulah “investasi” rezeki dengan cara berinfak. Allah menggantikan dengan cara melipatgandakan dari infak yang dikeluarkan.

Selain ayat diatas Allah juga memberikan motivasi pada ayat lain bahwa rezeki yang diinfakkan maka akan kembali dengan jumlah berlipat ganda, seperti pada Surat Saba’ ayat 39:

Katakanlah, sungguh Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang dia kehendaki diantara hamba-hambanya. Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan dialah pemberi rezeki yang terbaik.

Pada ayat tersebut diatas juga merupakan dalil untuk berinfak. Allah telah menjanjikan dan Allah akan menggantikan atas apa yag telah kita infakkan (nafkahkan) di jalan Allah. Allah maha pemberi rezeki dan tidak ada Tuhan selain Allah. Ayat tersebut juga member motivasi pada kita agar kita senantiasa menjadi pribadi yang suka berbagi pada orang lain sehingga kita bisa sekaligus melakukan kebaikan social dan kebaikan spiritual.

Perlu diketahui juga bahwa berinfak memang menjadi sebuah amalan pembuka pintu rezeki. Akan tetapi amalan ini sifatnya penunjang. Jangan mentang-mentang sudah berinfak, kemudian tidak bekerja dan bermalas- malasan di rumah. Padahal tidak bekerja dan bermalas-malasan itu dilarang oleh islam. Rosulullah pun juga juga menganjurkan agar umat islam menjadi pribadi yang giat bekerja dan tidak bermalas-malasan.

Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Abu Al Ahwash dari Bayan bin Bisyr dari Qais bin Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Sungguh jika seseorang diantara kalian berangkat pagi hari untuk mencari kayu bakar dan dipikul diatas punggungnya, yang dengannya dia bisa bersedekah dan mencukupi kebutuhannya dari manusia, hal itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain sama saja apakah dia memberi kepadanya atau tidak, karena sesungguhnya tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah dan mulailah memberi dari orang yang menjadi tanggunganmu". (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Hakim bin Hizam, Abu Sa’id, Zubair bin Awwam, 'Athiyyah Assa’di, Abdullah bin Mas’ud, Mas’ud bin Amru, Ibnu Abbas, Tsauban, Ziyad bin Harits Ash Shuda’i, Anas, Hubsyi bin Junadah, Qabishah bin Mukhariq, Samrah dan Ibnu Umar. Abu 'Isa berkata, Hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih gharib yang digharibkan dari hadits Bayan bin Qais. (HR. Thurmudzi no. 616)

Adapun hadis diatas merupakan sebuah motivasi agar kita selalu rajin dan giat selalu dalam bekerja dan mencari rezeki. Bekerja itu merupakan prioritas, sementara bermalas-malasan dalam bekerja itu tidak diperbolehkan.16

Oleh karena itu, hubungan antara sedekah (infak) dan hari akhir adalah erat sekali karena sebagaimaa diketahui, seseorang tak akan mendapatkan pertolongan apapun dan dari siapapun pada hari akhirat itu, kecuali dari hasil amalnya sendiri selagi masih di Dunia, antara lain amalnya yang berupa infak dijalan Allah.

5. Shalat

Dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur‟an surat Thaha Ayat 132:

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang member rezeki kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.

Shalat menurut bahasa berarti do‟a, sedangkan secara hakikat berarti berharap hati (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadanya serta menumbuhkan didalam jiwa raga keagungan, kebesarannya, dan kesempurnaan kekuasaannya.19 Seperti Allah menegaskan dalam firmannya pada al-Qur‟an Surat Adz-Dzariyat 56 – 58:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberiku makan. Sesungguhnya Allah dialah maha pemberi rezeki. Yang memiliki kekuatan lagi sangat kokoh.

Melalui shalat kita dibimbing oleh malaikat rizki untuk menempuh jalan menjadi kaya. Dan Allah mengajarkan kita agar menjadi kaya dan menghargai waktu. Selain shalat lima waktu, adapun shalat sunnah yang dapat menyebabkan rezeki itu dimudahkan oleh Allah diantaranya seperti shalat sunnah dhuha.

Orang yang mengerjakan shalat sunnah dhuha sebanyak empat rakaat akan diberikannya rezeki yang sagat cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari oleh Allah.
Melalui shalat sunnah dhuha, setiap haba akan dituntun menuju jalan menjadi kaya. Karena shalat dhuha sangat berpengaruh bagi kemurahan rezeki dan rahmat dari Allah. Orang yang mengerjakan shalat dhuha, tentu tidak pernah mninggalkan shalat fardhu. Karena apabila seseorang mengerjakan shalat sunnah dhuha, tetapi meniggalkan shalat wajib tentu shalat sunnah dhuhanya pasti akan sia-sia. Disamping itu kita harus dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Karena dengan menjahui larangannya dan mematuhi segala perintahnya, maka akan menjadi hamba yang bertakwa. Dan bagi orang yang bertakwa kepada Allah, maka Allah senantiasa akan mengasihinya dengan memberikan rezeki yang lancar.21
Melakukan shalat dhuha juga menyebabkan seseorang akan diampuni dosanya oleh Allah. Meski dosanya itu banyak sekali. Bahkan di dalam hadis diibaratkan bak buih di lautan. Mengenai hal ini kita dapat menegatahuinya dari sebuah hadis yang diceritakan dari Abu Hurairah RA:

“Barang siapa yang membiasakan diri melakukan shalat sunnah dhuha dua rakaat maka diampunilah dosa-dosanya sekalipun dosa itu laksana buih diatas lautan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Disamping menyebabkan diapuni segala dosanya, sholat sunnah dhuha juga mempunyai fadhilah kelak orang yang melakukannya tidak akan disentuh oleh api neraka. Selain itu orang yang melakukan shalat sunnah dhuha kelak akan disuruh untuk masuk surge melalui sebuah pintu yang berna adh-Dhuha. Bahkan, tidak hanya masuk surga, orang yang melakukan shalat dhuha bahkan sampai dua belas rakaat akan dibuatkan istana di dalam surga.22

6. Membaca Surat al-Waqi’ah

Nabi menyebutkan surat al-Waqiah sebagai “surat ghina” surat kaya, yakni surat yang menyebabkan pembacanya akan dilapangkan rezekinya oleh Allah. Atas dasar ini maka keutamaan utama yang terdapat dalam surat ini adalah dapat memperlancar rezeki bagi membacanya.

Adapun amaliah selain diatas sebagaimana seperti amaliah dengan membaca al-Qur‟an terutama pada surat al-Waqi‟ah yag mana pernah disabdakan oleh nabi pada hadisnya yang diriwayatkan oleh Baihaqi no. 2397

Barang siapa yang membaca surat al-Waqiah setiap malam maka ia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya.

Adapun beberapa fadhilah selain kekayan materi dalam membaca surat itu pada tiap malam, ialah supaya yang membaca akan memahamkan isinya, lalu mengamalkan sekedar tenaga yang ada padanya, dan dia pun berusaha sekedar tenaga pula, hatinya pun terbuka. Ilham Allah datang dan hatinya pun tidak akan canggung menghadapi hidup ini, dan diapun akan mengenal dari mana dia datang, dimana dia hidup sekarang dan kemana dia hidup kelak, maka apabila kita baca surat ini, kita perhatikan dengan seksama, jiwa kita akan merasa kuat dan kita tidak merasa rendah diri, kecuali kepada Allah. Namun kepada sesama manusia ia tidak akan menggantungkan harapan. Itulah kekayaan sejati, kekayaan jiwa. Dan itulah yang paling penting dalam hidup kita ini.

Arti hadis diatas memang berisi tentang keutamaan dari surat al-Waqi‟ah. Keutamaan dari membaca surat tersebut adalah orang yang membacanya setiap malam secara istiqamah akan dicukupkan rezekinya oleh Allah. Dengan demikian salah satu jalan untuk menggapai rezeki adalah membaca surat al Waqi’ah secara istiqamah setiap malam hari.

Benar atau tidak karena status hadisnya tidak shahih hendaknya kita tidak usah membingungkan untuk pengamalannya. Mari kita mengamalkan isi dari hadis tersebut. Jika memang surat al-Waqi’ah menjadi salah satu cara untuk membuka pintu rezeki makin lebar, Allah akan memberikan rezekinya pada kita. Dan jika tidak seperti itu adanya karena status hadis diatas adalah lemah, bacaan kita terhadap surat al-Waqi’ah yang merupakan dari al-Qur‟an itu akan menjadi sebuah pahala apabila kita membacanya.

7. Silaturrahim

Salah satu keberkahan hidup dan dapat mengundang keberkahan rezeki adalah gemar menyambung silaturrahim. Oleh sebab itu sering-sering pula seorang hamba hendaknya menyambung silaturrahim.

Dari Hurairah RA. Rasulullah bersabda;

“siapa yang ingin diluaskan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturrahim.” (HR. Bukhori)

Barang siapa yang menyabung tali silaturrahim maka Allah juga akan menyambung hubungan dengannya. Dan bentuk penyambungan Allah kepada hambanya adalah dengan menambahkan rezeki dan umur baginya, serta senantiasa memberikan pertolongan padanya.

Sebaliknya siapa saja yang memutuskan tali silaturrahi, maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya. Allah tidak akan peduli lagi dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan tuli, serta menimpahkan laknat padanya. Dan barang siapa yang mendapatkan laknat, maka sungguh ia dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allaha yang maha kuasa.
Hadis yang agung ini memberi gambaran bahwa dalam keutamaan menyambung silaturrahim sang pelaku akan dipanjangkan umurnya begitu juga dengan rezekinya.

Adapun dalam hal mengenai bertabahnya umur para ulama berbeda-beda dalam hal menafsirkannya.

  • Pertama, yang dimaksud tambah disini adalah tambah nilai keberkahan dalam sebuah umur tersebut. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat baginya di Akhirat.

  • Kedua, berkaitan dengan pengetahuan malaikat yang ada di Lauh Mahfuzh atau lainnya.

Umur yang melekat pada diri makhluk akan bertambah sesuai dengan nilai tambah yang nyata, akan tetapi jika ditinjau dari ilmu Allah, maka sesuatu yang telah ditakdirkan itu tidak aka nada nilai tambahnya. Sedangkan kalu ditinjau dari pemikiran makhluk maka benar-benar ada nilai tambah pada usia tersebut. Ketiga, yang dimaksud nilai tambah dalam usia adalah namanya tet dikenang kebaikannya. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati.