Berikut kunci-kunci rezeki agar kita bisa mendapatakan rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’laa.
1. Istighfar dan Taubat
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 10-12).
Ibnu Katsir berkata,
”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Alloh, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa menta’ati-Nya, niscaya Dia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan untuk kalian, membanyakkan anak dan melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di da-lamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta menga-lirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4 / 449)
Sebagian umat Islam menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata, dengan hanya memperbanyak kalimat, “Astaghfirullohal ‘adzim”. Tetapi kalimat itu tidak membe- kas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat ini adalah taubatnya orang yang dusta.
Imam An Nawawi menjelaskan,
Para ulama berkata, ”Bertaubat dari segala dosa adalah wajib. Jika dosa itu antara hamba dengan Alloh, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga, -pertama, hendaknya ia menjauhi dosa (maksiat) itu, -dua, ia harus menyesali perbuatan dosa itu, -tiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan - ke empat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa (had) hukuman tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas-nya atau meminta maaf padanya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf.” (Riyadush Sholihin).
2. Taqwa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya Dia akan mengada-kan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Tholaq : 2-3 )
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata,
”Maknanya, barangsiapa bertaqwa kepada Alloh dengan melakukan apa yang diperinyahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Alloh akan memberi- nya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ath Tholaq : 2-3).
Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata,
”Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.” (Al Mufrodat fie Ghoribil Qur’an)
Orang yang melihat dengan kedua bola matanya apa yang diharam- kan Alloh, atau mendengarnya dengan kedua telinganya apa yang di- murkai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau mengambilnya dengan kedua tangannya apa yang tidak diridloi Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau berjalan ke tempat yang di kutuk Alloh Subhanahu wa Ta’laa, berarti ia tidak menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang perintah Alloh Subhanahu wa Ta’laa serta melakukan apa yang dilarang-Nya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertaqwa. Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat, sehingga ia pantas mendapat murka Alloh Subhanahu wa Ta’laa, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.
3. Tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alloh telah menga- dakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq:3)
Menafsirkan ayat tersebut, Ar Robi’ bin Khutsaim berkata,
”(mencukupkan) dari setiap yang membuat sempit manusia.” (Syarhus Sunnah, 14 / 298)
Menjelaskan makna tawakkal para ulama berkata, diantaranya Imam Ghozali, Beliau berkata,
”Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada “WAKIIL” (yang ditawakkali) semata.” (Ihya’ Ulumuddin, 4 / 259)
Al Allamah Al Manawi berkata,
”Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang ditawakkali.” (Faidhul Qodir, 5 / 311)
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
“Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Sebagian manusia ada yang berkata,”Jika orang yangbertawakkal kepada Alloh itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. bukankah kita cukup duduk- duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit.” Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya tentang hakekat tawakkal. Imam Ahmad berkata,”Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha. Sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal pada Alloh dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengeta-hui bahwa kebaikan (rizki) itu di tangan-Nya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut.”(Tuhfatul Ahwadzi, 7 / 8)
Imam ahmad menambahkan,
”Para shahabat juga berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan merekalah teladan kita.” (Fathul Bari, 11 / 305-306)
4. Beridah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa sepenuhnya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
“Sesungguhnya Alloh Ta’laa berfirman,”Wahai anak Adam. Beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku! Niscaya Aku penuhi di dalam dada dengan kekayaan dan aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi kebutuhanmu.” (HR. Ibnu Majah)
Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan makna hadits beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku.”, Beliau berkata,
”Makna-nya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (konsentrasi) untuk beribadah kepada Robb-mu.” (Murqotul Mafatih, 9 / 26) Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimaksud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri dihadapan Alloh Maha Esa. Menghadirkan hati, betapa besar keagungan Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
5. Melanjutkan Haji dengan Umroh atau sebaliknya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
“Lanjutkanlah haji dengan umroh atau sebaliknya. Karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana api dapat mengilangkan kotoran besi.” (HR. An Nasa’i)
Syaikh Abul Hasan As Sindi menjelaskan haji dengan umroh atau sebaliknya, berkata,
”Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, dimana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umroh. Dan jika kalian menunaikan umroh maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.” (Hasyiyatul Imam As Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 5 / 115)
Sedangkan Imam Ath Thoyyibi dalam menjelaskan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :
“…Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa- dosa…”
“Kemampuan keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan bersedekah dalam menambah harta.” (Faidhul Qodir, 3 / 225)
6. Silaturrahim
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (diperpanjang usianya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahmi.” (HR. Bukhori)
Makna “ar rahim” adalah para kerabat dekat. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,”Ar rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahrom atau tidak. Menurut pendapat lain, mereka adalah “maharim” (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja. Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak- anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian.”(Fathul Bari, 10 / 14) Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qori adalah kinayah (ungkapan / sindiran) tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. (Murqotul Mafatih, 8 / 645)
7. Berinfaq di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Alloh akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas,
”Betapapun sedikit apa yang kamu infaqkan dari apa yang diperintahkan Alloh kepadamudan apa yang diperbolehkan-Nya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3 / 595)
Syaikh Ibnu Asyur berkata,
”Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Alloh untuk menolong agama.” (Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22 / 221)
8. Memberi Nafkah kepada Orang yang Sepenuhnya Menuntut Ilmu Syari’at (Agama)
“Dahulu ada dua orang bersaudara pada masa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam . Salah seorang dari mereka mendatangi Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam (untuk menuntut ilmu) dan (saudaranya) yang lain pergi bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu pada Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam . Maka Beliau Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda,”Mudah-mudahan engkau diberi rizki karena sebab dia” (HR. Tirmidzi)
Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan sabda Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam :
”…Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia” “Yang menggunakan shighot majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebe- narnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia(si penuntut ilmu) diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya.” (Murqotul Mafatih, 9 / 171)
9. Berbuat Baik pada Orang yang Lemah
Mush’ab bin Sa’d Rodliallohu ‘anhu berkata : “Bahwasanya Sa’d Rodliallohu ‘anhu merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain, maka Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda:
“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang yang lemah diantara kalian ?” (HR. Bukhori)
Karena itu, siapa yang ingin ditolong Alloh dan diberi rizki oleh-Nya maka hendaklah ia memuliakan orang-orang yang lemah dan berbuat baik kepada mereka.” (Shohihul Bukhori)
10. Hijrah di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Barangsiapa berhijrah di jalan Alloh, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.” (QS. An Nisa : 100)
Qotadah berkata,
”Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk, dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Al Qurthubi berkata,
”Sebab, keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kela- pangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal- hal lain yang menunjukkan kemudahan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata bahwa hijrah adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri yang iman, sebagaimana para shahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Sayid Muhammad Rosyid Ridlo mengatakan bahwa hijrah di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa harus dengan sebenar-benarnya.
Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridho Alloh Subhanahu wa Ta’laa dengan menegakkan agam-Nya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.