Apa saja upaya diplomatis yang dilakukan oleh Negara Ethiopia terkait permasalahan yang di timbulkan oleh pembangunan Grand Ethiopian Renaissance Dam?

Pembangunan Grand Ethiopian Renaissance Dam sebagai solusi untuk mengatasi kekeringan di Negara Ethiopia mendapat banyak protes dari negara-negara tetangga seperti Mesir dan Sudan. Apa saja upaya diplomatis yang dilakukan oleh Negara Ethiopia terkait permasalahan yang di timbulkan oleh pembangunan Grand Ethiopian Renaissance Dam?

Perbedaan pendapat terkait pembangunan proyek GERD memaksa Mesir, Sudan dan Etiopia harus membicarakan perbedaan ketiga pihak terkait kelanjutan proyek pembangunan GERD di level Menteri Sumber Daya Air. Pada tanggal 4 November 2013, pertemuan trilateral pada level menteri pertama kali dilaksanakan di Khartoum.

Cascão dan Nicol (2016) menganggap pertemuan trilateral tersebut sebagai niat keterbukaan Mesir terkait GERD setelah menolak dan mengancam untuk menyabotase bendungan GERD sejak awal. Akan tetapi, pertemuan pertama berakhir dengan kegagalan. Sudan mulai membuat situasi menjadi semakin tidak enak setelah memutuskan untuk mendukung proyek pembangunan GERD pada tanggal 4 Desember 2013 (Yihdego et.al, 2017).

Tiga pertemuan awal dari ketiga negara terus berakhir dengan kegagalan. Pertemuan ketiga bahkan tidak menghasilkan sebuah persetujuan mengenai waktu dan tempat yang ditetapkan untuk pertemuan selanjutnya. Ketiga negara mulai bergerak dan menegosiasikan kembali permasalahan terkait GERD lebih lanjut pada pertemuan Uni Afrika di Malabo pada Juni 2014 (Humanitarian Response, 2014). Petemuan Uni Afrika membuka peluang baru untuk membangun kembali hubungan bilateral antara Mesir dan Etiopia setelah Presiden Mesir, Abdel Fattah El Sisi dan Perdana Menteri Etiopia, Hailemariam Desalegn bertemu tanpa adanya pihak ketiga (State Information Service of Egypt, 2018).

Pertemuan trilateral akhirnya dilanjutkan pada pertemuan trilateral keempat yang mana ketiga negara menyepakati dua studi yang direkomendasikan oleh panel yang akan dilakukan oleh konsultan internasional di bawah pengawasan nasional dan menunggu persetujuan terkait GERD tergantung pada hasil studi (Magid, 2014). Lebih lanjut, tepat tanggal 22-23 September 2014, Mesir, Etiopia dan Sudan menyepakati pembentukan Tripartite National Committee (TNC) untuk melanjutkan dan melaksanakan studi yang direkomendasikan oleh IPoE (Horn Affairs, 2014).

Pada pertemuan trilateral ketujuh, ketiga menteri dari masing-masing negara akhirnya menandatangani Declaration of Principles dari GERD yang terdiri atas sepuluh poin untuk mengakhiri perselisihan (BBC, 2015; Salman 2016). Pertemuan trilateral ketujuh yang dilaksanakan pada tanggal 3 hingga 5 Maret 2015 dihadiri oleh Menteri Sumber Daya Air dan Menteri Luar Negeri ketiga negara. Keenam menteri tersebut mengumumkan bahwa ketiga belah pihak telah mencapai kesepakatan terkait GERD dan telah ditinjau oleh Presiden Mesir dan Sudan beserta Perdana Menteri Etiopia. Ketiga negara tersebut kemudian melanjutkan pertemuan-pertemuan teknis yang berkaitan dengan studi penyelesaian teknis dari GERD.

Akan tetapi, pada 8 Januari 2016, Pemerintah Etiopia menolak proposal Mesir untuk meningkatkan lubang air di GERD yang direkomendasikan pada 6 Janurari 2016. Pertemuan trilateral antara ketiga negara terus dilakukan hingga belasan pertemuan seperti pertemuan Tripartite Committee on the Renaissance Dam pada bulan November 2017. Namun, pertemuan yang dilaksanakan tanggal 11-12 November 2017 di Kairo tersebut tidak mencapai kesepakatan apapun perihal adopsi laporan pendahuluan dari studi teknis GERD (Aman, 2017).

Mesir kemudian menyatakan keraguannya dalam pembicaraan mendatang dengan Sudan dan Etiopia setelah kedua negara tersebut menolak mengadopsi laporan pendahuluan GERD berkaitan dengan studi potensi dampak GERD (MENA, 2017). Mesir melalui Menteri Luar Negerinya lantas menunjukan keprihatinan akibat kegagalan persetujuan terkait GERD seperti dikutip dari Tigrai Online (2017), sebagai berikut:

The current status of the Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) negotiations is alarming given that water security is a key component of Egypt’s national security and harming is not an option. The aim of the technical negotiations was to achieve common interests, but this never happened.

Beberapa media di Mesir memprediksi bahwa negara paling Hilir tersebut akan melakukan serangan militer melawan Etiopia jika dirasa negosiasi antara kedua belah pihak tidak menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan (Sakr, 2017).

Mesir kapan saja bisa melakukan serangan militer terhadap Etiopia. Mesir memiliki tenaga kerja yang tersedia sebanyak 42 juta orang yang meliputi 1,32 juta total personel militer dengan lebih dari 454 ribu personel aktif. Selain itu, Mesir tercatat memiliki kekuatan militer yang kuat dengan kelengkapan yaitu 4.946 tank tempur, 15.695 kendaraan tempur lapis baja, serta 1.216 proyektor roket (Global Fire Power, 2019). Mesir merupakan negara urutan ke 12 terkait kekuatan militer terkuat di dunia dan juga merupakan negara dengan kekuatan militer paling kuat di seluruh wilayah Arab dan Afrika (Lolwa, 2018).

Mesir telah lama mengancam Etiopia terkait aliran Air Sungai Nil. Disisi lain, Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi menganggap Air Sungai Nil sebagai perkara hidup dan mati sehingga mengeluarkan peringatan keras kepada Etiopia seperti dikutip dari The New Arab (2017) sebagai berikut:

We view positively the developmental needs of our friends and brothers in Ethiopia. However, no one can touch Egypt’s share of water.

Etiopia bahkan tidak pernah menggubris protes dan ancaman dari Mesir sejak tahun 2011. Etiopia justru semakin mempercepat finalisasi konstruksi dari GERD di kawasan Anak Sungai Nil Biru (Magdy, 2017). Selain itu, Pemerintah Etiopia ingin terus memantau perkembangan GERD yang telah mencapai 63% (Enterprise, 2017).