Apa saja unsur-unsur tindak pidana?

Dalam Hukum Pidana terdapat berbagai unsur, Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Berikut ini kumpulan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana.

Unsur tindak pidana menurut para ahli :

  1. Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :
  • Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan)
  • Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
  • Melawan hukum (onrechtmatig)
  • Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
  • Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).

Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).

  1. Lamintang yang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek (melanggar hukum), aan schuld te wijten (telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja), dan strafbaar (dapat dihukum).

  2. Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan pidana), toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).

  3. Moeljatno, unsur-unsur perbuatan pidana :
    Perbuatan (manusia), yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil), Bersifat melawan hukum (syarat materiil).
    Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno terdiri dari : Kelakuan dan akibat, Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi unsur subyektif atau pribadi.

Unsur formal

  • Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
  • Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.
  • Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.
  • Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta * * * Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.
  • Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material

Dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi :

  • Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP). Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.
  • Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana

Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.

Unsur yang memberatkan tindak pidana

Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana.
Misalnya dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP).
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :

  • Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
  • Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.
  • Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP).
  • Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain.
  • Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).

Unsur Bedasarkan KUHP

Buku 11 KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku 111 memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan. Yakni mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351 (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan sering kali juga tidak dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yakni :

  1. Unsur tingkah laku
  2. Unsur melawan hukum
  3. Unsur kesalahan
  4. Unsur akibat konstitutif
  5. Unsur keadaan yang menyertai
  6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
  7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
  8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
  9. Unsur objek hukum tindak pidana
  10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
  11. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
    Dari 11 unsur itu, dianataranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah, juga pada pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara melawan hukum adalah berupa melawan hukum objektif. Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing, 368), pengancaman (afdereiging, 369 di mana disebutkan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaann yaitu merupakan celaan masyarakat. Sedangkan menurut rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui ada dua unsur delik yaitu :
  12. Unsur perbuatan (unsur obyektif), yaitu
    • Mencocokan rumusan delik
    • Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
  13. Unsur pembuat (unsur subyektif), yaitu:
    • Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);
    • Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada alasan pemaaf).

Terhadap perbuatan Delik dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk kepada suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela, tetapi dianggapnya sebagai perbuatan Delik karena ditentukan oleh undang-undang.

Dari sudut pandang teoritis, untuk mengetahui unsur-unsur apa yang ada dalam tindak pidana maka kita harus melihat bagaimana bunyi dari rumusan yang dibuat oleh para ahli hukum. Menurut moeljanto unsurunsur tindak pidana adalah :

  1. Perbuatan;
  2. Yang dilarang (oleh aturan hukum);
  3. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)

Melihat dari unsur-unsur tersebut, perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, dan yang melarang perbuatan tersebut adalah aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka dari itu pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Apakah orang yang melakkan perbuatan pidana itu dijatuhi pidana ataukah tidak, adalah hal yang lain dari pengertian perbuatan pidana.

Sementara itu, menurut EY. Kanter dan Sianturi yang menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah :

  1. Subjek;
  2. Kesalahan;
  3. Bersifat melawan hukum (dan tindakan);
  4. Suatu tindakan yang dilarangatau diharuskan oleh undangundang/perundangandan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana;
  5. Waktu, tempat dan keadaan (unsur subjektif lainnya).

Dengan demikian, Kanter dan Sianturi menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidan oleh undangundang, perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang mampu untuk bertanggung jawab. Oleh karena itu adanya unsur-unsur tersebut diatas, penentuan suatu perbuatan itu sebagai tindak pidana atau tidak sepenuhnya tergantung pada perumusan dalam peraturan perundang-undangan, sebagai konsekuensi dari asas legalitas yang dianut oleh hukum pidana Indonesia, yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan yang dapat dihukum kecuali perbuatan itu sudah ditentukan didalam undang-undang.

Sedangkan perumusan mengenai unsur-unsur tindak pidana didalam Buku ke II KUHP sebagian besar merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut yaitu subjek hukum, Perbuatan Tindak Pidana, Hubungan Sebab Akibat (Causal Verband), Sifat Melanggar Hukum
(Onrechtmatigheid), Kesengajaan (Opzet), dan Culpa (Kesalahan), dan penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Subjek Tindak Pidana

    Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek dari tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Hal ini terlihat pada perumusanperumusan dari tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana tersebut, hal ini juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang termuat dalam KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda.

  2. Perbuatan Tindak Pidana

    Wujud dari perumusan ini pertama-tama kita harus melihat pada perumusan mengenai tindak pidana yang terdapat dalam pasal-pasal tertentu dari peraturan pidana ini. Perumusan ini dalam bahasa belanda dinamakan delicts-omschrijving. Contohnya dalam hal tindak pidana mencuri, perbuatannya dirumuskan sebagai “mengambil barang”. Contoh ni merupakan perumusan secara formal, yaitu benar-benar disebut sebagai wujud suatu gerakan tertentu dari badan seorang manusia. Sebaliknya, perumusan secara material memuat penyebutan suatu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya, seperti contohnya tindak pidana membunuh, yang terdapat dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai “mengakibatkan matinya orang lain”.

    Dengan adanya perbedaan perumusan secara formal dan material tersebut bukan berarti didalam perumusan formal tidak terdapat suatu akibat dari unsur suatu tindak pidana. Hal ini juga dalam tindak pidana dengan perumusan formal ini selalu ada akibat yang akan mana akan menjadi suatu alasan untuk dincankannya hukuman pidana. Akibat tersebut adalah selalu suatu kerugian pada kepentingan orang lain atau kepentingan Negara.

  3. Hubungan Sebab Akibat (Causal Verband)

    Bahwa untuk tindak pidana sebagai unsur pokok harus ada suatu akibat tertentu dari perbuata sipelaku berupa kerugian atas kepentingan orang lain, menandakan keharusan ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara perbuatan sipelaku dan kerugian kepentingan terentu. Von Bury dengan teori syarat mutlak (condition sine qua non) menyatakan bahwa suatu hal adalah sebab dari suatu akibat apabila akibat itu tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada.kemudian hal ini di teruskan oleh Van Kriese dengan teorinya yang disebut *adequate veroorzaking (*penyebaban yang bersifat dapat dikira-kirakan), dan kemudian mengajarkan bahwa suatu hal baru dapat dinamakan sebab dari suatu akibat apabila menurut pengalaman manusia dapat dikirakirakan bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat itu.

  4. Sifat Melanggar Hukum (Onrechtmatigheid)
    Onrechtmatigheidini juga dinamakan wederrechtelijkheid yang berarti sama, tetapi dengan nama wederrechtelijkheid ini adakalanya unsur ini secara tegas disebutkan dalam perumusan ketentuan hukum pidana (srafbepaling). Contohnya, dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian, artinya sipelaku harus tidak mempunyai hak atas barang tersebut sebab jika pelaku ini ada mempunyai hak terhadap barang itu maka tidak ada sifat melanggar hukum, misalnya apabila ada perjanjian bahwa barang itu akan diserahkan kepada si pelaku.

  5. Kesengajaan (Opzet)

    Sebagian besar tndak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Dalam pergaulan hidup kemasyarakata sehari-hari, seseorang biasanya denagan suatu perbuatan serin mengakibatkan sekadar kerusakan, kalau ia akan menghindarkan diri dari suatu celaan, hamper selalu berkata “saya tidak sengaja”. Biasanya apabila kerusakan itu tidak begitu berarti maka perbuatan yang dilakukan tidak dengan sengaja itu akan dimaafkan oleh pihak yang menderita kerugianitu. Dalam artian si pelaku tidak dikenai hukuman apaun atas perbutannya tersebut. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsure dari tindak pidana tadi yaitu: perbuatan yang dilarang; akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu; dan bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum.

  6. Culpa (Kesalahan)

    Arti kata “Culpa” adalah “kesalahan pada umumnya”,dalam ilmu pengetahuan mempunya arti yang teknis yaitu suatu macam kesalahan sipelaku tindak pidana akan tetapi tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak sengaja ini terjadi. Sedangkan menurut penulis belanda, yang dimaksudkan dengan cilpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat, istilah ang mereka pergunakan adalah grove schuld (kesalahan kasar). Meskipu ukuran grove schuld belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekadar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tersebut sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.

Unsur-Unsur Tindak Pidana


Suatu tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan .

Menurut Lamintang unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah :

  • Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)

  • Maksud atau voornemen pada suatu percobaan

  • Macam-macam maksud atau oogmerk

  • Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad

  • Perasaan takut atau vress

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah :

  • Sifat melanggar hukum

  • Kualitas dari si pelaku

  • Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Menurut Marpaung unsur tindak pidana yang terdiri dari dua unsur pokok, yakni :

  • Unsur pokok subjektif:

    • Sengaja (dolus)

    • Kealpaan (culpa)

  • Unsur pokok objektif:

    • Perbuatan manusia

    • Akibat (result) perbuatan manusia

    • Keadaan-keadaan

    • Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.

Kesalahan pelaku tindak pidana berupa dua macam yakni :

  • 1. Kesengajaan *(Opzet). Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet. Kesengajaan ini mempunyai tiga macam jenis yaitu :

    • Kesengajaan yang bersifat tujuan *(Oogmerk). Dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids-Bewustzinf) Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

    • Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkheids-Bewustzijn). Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayingan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya dibayangkan suatu kemungkinan beiaka akan akibat itu.

  • 2. Culpa. Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

Pasal 1 angka (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan Pasal 1 angka (2) KUHAP dapat disimpulkan penyidikan baru dimulai jika terdapat bukti permulaan yang cukup tentang telah terjadinya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui penyidikan dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara dan Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan dilakukan guna mengumpulkan bukti-bukti sehingga membuat terang Tindak Pidana yang terjadi. Hukum pidana menciptakan tata tertib atau ketertiban melalui pemidanaan dalam arti kongkrit, yakni bilamana setelah suatu Undang- Undang pidana dibuat dan diberlakukan ternyata ada orang yang melanggarnya, maka melalui proses peradilan pidana orang tersebut dijatuhi pidana.

Tujuan penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu sendiri bermacam-macam bergantung pada teori-teori yang dianut di dalam sistem hukum pidana di suatu masa. Kendati demikian, tujuan akhir dari penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu tetap di dalam koridor atau kerangka untuk mewujudkan tujuan hukum pidana. Ini berarti bahwa penjatuhan pidana atau pemberian pidana sebenarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kurang dapat ditanggulanginya masalah kejahatan karena hal-hal berikut:

  • Timbulnya jenis-jenis kejahatan dalam dimensi baru yang mengangkat dan berkembang sesual dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Jenis-jenis kejahatan tersebut tidak seluruhnya dapat terjangkau oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan produk peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

  • Meningkatnya kualitas kejahatan baik dari segi pelaku dan modus operand yang menggunakan peralatan dan teknologi canggih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal kemampuan aparat penegak hukum (khususnya Polri) terbatas baik dan segi kualitas sumber daya manusia, pembiayaan, serta sarana dan prasarananya, sehingga kurang dapat menanggulangi kejahatan secara intensif.

Kebijakan untuk menanggulang masalah-masalah kejahatan di atas dilakukan dengan mengadakan peraturan perundang-undangan di luar KUHP baik dalam bentuk Undang-Undang pidana maupun undang-undang administratif yang bersanksi pidana, sehingga di dalam merumuskan istilah kejahatan dikenal adanya istilah tindak pidana umum, tindak pidana khusus, dan tindak pidana tertentu. Sesuai dengan ketentuan Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penanganan masing tindak pidana tersebut diselenggarakan oleh penyidik yang berbeda dengan hukum acara pidananya masing-masing.

Tindak pidana umum adalah tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur di dalam KUHP yang penyidikannya dilakukan oleh Polri dengan menggunakan ketentuan yang terdapat dalam KUHAP. Tindak pidana khusus adalah tindak pidana di luar KUHP seperti Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang Undang Bea Cukai, Undang-Undang Terorisme dan sebagainya yang penyidikannya dilakukan oleh Polri, kejaksaan, dan pejabat penyidik lain sesuai dengan ketentuan-ketentuan khusus hukum acara pidana bersangkutan. Sementara itu, tindak pidana tertentu adalah tindak pidana di luar KUHP yang tidak termasuk dalam tindak pidana khusus, seperti Undang-Undang Hak Cipta, Undang Keimigrasian, Peraturan Daerah, dan sebagainya.