Unsur-unsur instrinsik dari sebuah cerita pendek,menurut Nurgiyantoro, 2012, meliputi alur, penokohan, latar serta tema.
1. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2010), alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Dalam KBBI (2007) alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian.
Aminudin (2010) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Alur memiliki peraran yang penting dalam sebuah cerita, selain karena alur merupakan dasar penggerak sebuah cerita, alur juga akan mempermudah pembaca dalam memahami maksud dari cerita yang ada. Alur terbentuk dari unsur-unsur pembangun yang lebih kecil dan saling berhubungan yang disebut sekuen (séquence).
Schmitt dan Viala (1982) mengemukakan sekuen sebagai berikut :
“une séquence est, d’une façon générale, un segment de texte qui forme un tout cohérence autour d’un même centre d’intérêt. Une séquence narrative correspond à une série de faits représentant une étape dans l’évolution de l’action.”
Artinya : Sekuen secara umum merupakan sebuah bagian dari teks yang membentuk satu hubungan saling keterkaitan dalam satu titik pusat perhatian. Sekuen narasi adalah urutan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan tahapan tahapan perkembangan dalam rangkaian cerita.
Schmitt dan Viala (1982) menentukan dua kriteria tentang sekuen, yaitu :
-
Sekuen harus terfokus pada satu titik perhatian (fokalisasi), yang diamati adalah objek yang tunggal dan mempunyai kesamaan misalnya peristiwa yang sama, tokoh yang sama, ide yang sama, bahan renungan yang sama.
-
Sekuen harus membentuk satu koherensi dalam ruang dan waktu, bisa terjadi dalam satu waktu dan tempat yang sama ataupun gabungan dari beberapa tempat dan waktu pada satu periode kehidupan seorang tokoh.
Satuan-satuan peristiwa yang membentuk sekuen dalam cerita mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Barthes (1981) menambahkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita dapat dibagi menjadi dua.
-
Pertama, fonction cardinal (fungsi utama), yang memuat peristiwa-peristiwa bersifat kronologis (consecutive) dan mempunyai hubungan kausalitas atau logis (conséquente)
-
Kedua, fonction catalyse (fungsi katalisator), yang memuat peristiwa-peristiwa dalam cerita yang bersifat kronologis namun tidak memiliki hubungan kausalitas dengan peristiwa sebelumnya. Kegunaan fungsi katalisator dalam membangun alur cerita sangat lemah, namun bukan berarti fungsi katalisator tidak berguna sama sekali. Fungsi katalisator berguna untuk mempercepat, memperlambat, menjalankan kembali cerita, meringkas, mendahului, dan kadang-kadang merubah arah fungsi utama.
Lebih lanjut, Paul Larivaille via Adam (1985) merumuskan tahapan sekuen utama (la logique de la séquence élémentaire) sebagai berikut.
Gambar Tahapan sekuen utama
Keterangan :
I. Avant : sebelum muncul kekuatan yang mengacau, merupakan état initial (situasi awal), keadaan seimbang. Memunculkan adanya karsa atau keinginan dari destinateur untuk mendapatkan sesuatu, untuk mencapai sesuatu, untuk menghasilkan sesuatu, atau untuk menemukan dan mencari sesuatu.
II. Pendant : (selama) munculnya kekuatan pengacau, merupakan transformation agie (transformasi bertindak) atau subie (dikenai tindakan), sebuah proses yang dinamik (bergerak), terdiri dari 3 tahapan :
-
provocation (tahap pemunculan pemicu konflik (détonateur/ déclencheur), proses dinamik mulai berjalan) ;
-
action (tahap proses dinamik utama, muncul reaksi-reaksi mental/tindakan atas munculnya pemicu, merupakan titik tertinggi dalam cerita, yaitu pencapaian konflik) ;
-
sanction (tahap pemecahan, muncul konsekuensi (conséquence) sebagai akibat dari action, tahap menuju keadaan yang baru
III. Après : (setelah) selesainya/hilangnya kekuatan yang muncul, menggambarkan keadaan baru yang kembali stabil meskipun tidak sama persis dengan keadaan pertama sebelum muncul kekuatan itu, situasi akhir setelah tahap penyelesaian.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jalannya sebuah sebuah cerita dikisahkan secara bertahap mulai dari situasi awal (état initial) hingga situasi akhir (état final). Dalam perjalanannya menuju situasi akhir (état final) akan ditemukan des actes (des participants) ou des événements yang bermunculan dan memiliki kekuatan untuk mengubah états dan situations dalam cerita, atau disebut juga dengan konflik.
Konflik tersebut diawali dari munculnya pemicu konflik (provocation) yang terus berproses semakin meruncing hingga mencapai puncak atau klimaksnya (action) dan pada akhirnya konflik akan menurun dengan adanya pemecahan masalah yang menimbulkan keadaan baru menuju pada état final yang merupakan akhir cerita.
Pada tahap penyelesaian (état final), biasanya narator akan mengakhiri cerita dengan berbagai tipe akhiran.
Menurut Peyroutet (2001) terdapat tujuh tipe akhir cerita untuk mengakhiri sebuah cerita, yaitu :
- Fin retour à la situation de départ (akhir cerita yang kembali ke situasi awal cerita)
- Fin heureuse (akhir cerita yang bahagia)
- Fin comique (akhir cerita yang lucu)
- Fin tragique sans espoir (akhir cerita yang tragis dan tanpa harapan)
- Fin tragigue mais espoir (akhir cerita yang tragis tapi masih memiliki harapan)
- Fin Suite possible (akhir cerita yang mungkin masih bisa berlanjut)
- Fin réflexive (akhir cerita dimana pembaca dapat menarik hikmah dari cerita)
Nurgiyantoro (2010) membedakan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu :
-
Plot lurus atau progresif,
Plot lurus atau progresif yaitu plot yang menampilkan peristiwa-peristiwa secara kronologis, terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa.
-
Plot sorot-balik atau regresif
Plot sorot-balik atau regresif yaitu plot yang tahap penceritaannya bersifat flashback atau tidak kronologis. Hal ini biasanya ditampilkan dalam dialog, mimpi, maupun lamunan tokoh yang mengenang masa lalunya.
-
Plot campuran
Plot campuran yaitu plot yang tahap penceritaannya bersifat progresif dan regresif. Alur ini terjadi jika dalam cerita tersebut dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita kemudian menuju awal cerita.
Keseluruhan alur tersebut dapat tergambar melalui pergerakkan aktan- aktan penentu laku cerita (les forces agissantes). Schmitt dan Viala (1982) menggambarkan skema hubungan dalam les force agissante sebagai berikut.
Gambar Skema penggerak lakuan ( Les Forces Agissantes)
Keterangan gambar penggerak lakuan :
- Tanda panah menunjukkan aksi suatu unsur kepada unsur lainnya
- Le destinateur adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai pembawa ide cerita
- Le destinataire adalah seseorang atau sesuatu yang menerima objet hasil tindakan sujet
- Le sujet adalah seseorang yang menginginkan objet
- L’objet adalah sesuatu yang dicari sujet
- L’adjuvant adalah seseorang yang membantu sujet mendapatkan objet
- L’opposant adalah seseorang yang menghalangi sujet mendapatkan objek
2. Penokohan
Penokohan merupakan penggambaran suatu watak tokoh dalam sebuah prosa, dalam hal ini adalah cerita pendek. Kehadiran tokoh dapat menghidupkan cerita dan adanya perwatakan dapat menimbulkan pergeseran serta konflik yang dapat melahirkan cerita. Untuk memahami perwatakan tokoh dapat dilihat dari perbuatan-perbuatan tokoh, ucapan-ucapan tokoh, gambaran fisik tokoh, pikiran- pikiran tokoh, dan penerangan langsung dari pengarang. Penokohan dalam suatu cerita melukiskan keadaan tokoh cerita baik keadaan lahir maupun batinnya yang berupa pandangan hidup, sikap, keyakinan, adat-istiadat dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2012).
Schmitt dan Viala (1982) menjelaskan tentang pengertian tokoh sebagai
“Les participants de l’action sont ordinairement les personnages du récit. Il s’agit très souvent d’humain; mais une chose, un animal ou une entité (la justice, la mort, etc) peuvent être personifiés et considérés alors comme des personnages”.
Artinya : Tokoh adalah para pelaku aksi dalam satu cerita yang dimanusiakan dan bisa berwujud benda, binatang, ataupun entitas tertentu (hukuman, kematian, dsb) yang bisa diumpamakan sebagai tokoh.
Ada dua macam cara dalam memahami tokoh atau perwatakan tokoh yang ditampilkan (Nurgiyantoro, 2012) :
-
Secara analitik/ekspositori yaitu cara yang digunakan narator dengan langsung memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung baik fisik maupun karakter tokoh dalam cerita.
-
Secara dramatik yaitu cara yang narator gunakan dengan tidak mendeskripsikan secara langsung perwatakan tokoh-tokohnya. Untuk mengetahuinya, pembaca dapat melihat dari aktivitas yang dilakukan tokoh baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat terlihat dari tindakan atau tingkah laku maupun dari suatu peristiwa.
Berdasarkan tingkat perananya dalam membentuk cerita, tokoh dapat dikategorikan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 2005).
-
Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamankan penceritaannya dalam sebuah cerita. Kehadirannya sangat mempengaruhi perkembangan alur secara keseluruhan karena tokoh utamalah yang paling banyak diceritakan (baik sebagai pelaku tindakan atau yang dikenai tindakan/ kejadian) dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
-
Tokoh tambahan adalah tokoh yang jarang diceritakan, hanya beberapa kali muncul dan tidak menjadi fokus utama dalam penceritaan, sehingga tidak akan mempengaruhi jalan cerita. Namun, meskipun tokoh tambahan tidak diutamakan, kehadirannya berpengaruh secara tidak langsung untuk memperkuat tokoh utama.
Schmitt dan Viala (1982) menyebut para tokoh sebagai “makhluk di atas kertas” (êtres de papier) karena keberadaan mereka hanya ditentukan melalui tanda-tanda yang diberikan oleh teks kepada mereka, lebih lanjut disebutkan bahwa “un personnage est toujours une collection de traits : physics, moraux, sociaux” (1982).
Tanda-tanda tersebut mencerminkan kepribadian tokoh, yang ditampilkan melalui ciri-ciri fisik (traits physics), ciri-ciri moral atau psikologi (traits moraux) dan ciri-ciri sosial (traits sociaux). Gabungan kepribadian tokoh dan penggambarannya inilah yang disebut le portrait atau yang sering kita kenal dengan “penokohan” .
3. Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar tersebut dapat berupa tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, yang meliputi lingkungan geografis, waktu bahkan yang berhubungan dengan sejarah, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat (Stanton, 2007).
Nurgiyantoro (2010) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial dimana ketiganya saling berkaitan satu sama lain.
-
Latar tempat
Lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat biasanya menunjuk lokasi tertentu secara geografis, misalnya di sebuah daerah atau tempat tertentu.
-
Latar waktu
Latar ini berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar waktu dapat dideskripsikan dengan hitungan detik, menit, jam, hari, bulan maupun tahun.
-
Latar sosial
Latar sosial berkaitan dengan perilaku seseorang dalam masyarakat yang diceritakan dalam cerita pendek, mengenai adat istiadat, kebiasaan, serta norma-norma yang mengaturnya. Dapat juga diketahui kekhasan suatu tempat yang diceritakan berdasarkan deskripsi latar sosial masyarakatnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang diceritakan.
4. Tema
Tema merupakan pokok pikiran; dasar cerita yang dipercakapkan, yang dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb. (KBBI, 2007). Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Stanton melalui Nurgiyantoro (2010) yang menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
Tema yang ada dalam sebuah cerita pendek dapat diungkapkan secara eksplisit (tersurat) maupun implisit (tersirat), sehingga dibutuhkan pembacaan yang cermat untuk mengetahuinya. Perwujudan tema secara eksplisit biasanya dapat terlihat lewat judul sebuah karya sastra sedangkan tema implisit biasanya dapat diketahui secara tersirat dalam penokohan yang didukung oleh pelukisan latar atau terungkap dalam cerita.
Nurgiyantoro (2012) mengemukakan bahwa dalam sebuah cerita bisa saja terdapat lebih dari satu tema, maka tema dibedakan menjadi dua, yaitu :
-
Tema pokok (mayor) yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu.
-
Tema minor yaitu tema yang bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita. Tema minor bersifat mempertegas eksistensi tema mayor, jadi tidak terlepas begitu saja dari tema mayor.
Pemilihan tema menentukan tokoh-tokoh (utama), dan latar dengan demikian menetukan pula sekuen-sekuen cerita (alur). Atau sebaliknya, analisis alur, tokoh, dan latar dapat digunakan untuk mengetahui tema cerita.
Keterkaitan Antarunsur Intrinsik
Karya sastra merupakan struktur yang kompleks dan unik sehingga untuk menganalisisnya diperlukan pemaparan tentang fungsi dan keterkaitan antarunsur karya sastra secara menyeluruh (Nurgiyantoro, 2010), yaitu keterkaitan antara alur, penokohan dan latar yang diikat kedalam sebuah tema sebagai dasar ide cerita.
Alur sebuah cerita dapat ditentukan oleh pergerakan tokoh dengan adanya interaksi antar tokoh yang membuat cerita jadi menarik. Pergerakan tokoh tersebut menurut Nurgiyantoro (2010) dapat tercermin lewat perbuatan, tingkah laku dan sikap para tokoh. Apa yang terjadi pada tokoh dalam karya sastra akan menimbulkan konflik yang dengan sendirinya akan menggerakkan alur cerita dalam karya tersebut. Dengan demikian pembentkan alur dalam sebuah cerita tidak dapat terlepas dari adanya tokoh-tokoh di dalamnya.
Sikap, perbuatan dan tingkah laku tokoh dalam sebuah cerita sangat dipengaruhi oleh latar yang ada. Latar tersebut berupa latar tempat, latar waktu dan latar sosial, dimana ketiganya merupakan wadah bagi tokoh untuk melakukan ataupun dikenai kejadian (Nurgiayantoro, 2010). Latar-latar tersebut memiliki peranan dalam menentukan pola pikir, karakter dan perbuatan tokoh, demikian juga sebaliknya, lewat perilaku dan pola pikir tokoh dapat diketahui juga latar pembentuknya. Jadi dapat diketahui bahwa latar berperan penting dalam membentuk pola pikir, perbuatan, dan tingkah laku para tokoh yang kemudian tokoh-tokoh tersebut saling berinteraksi sehingga memiliki konflik yang menggerakkan alur cerita.
Alur, penokohan dan latar memiliki keterkaitan yang erat dalam menyusun sebuah cerita, ketiganya saling melengkapi dan diikat oleh tema. Tema yang merupakan ide pokok cerita tercermin lewat ketiga unsur diatas, sehingga sebuah tema dapat diketahui dengan melihat alur peristiwa yang dialami oleh para tokoh dengan latar tertentu ataupun sebaliknya, tema tercermin dalam alur, penokohan dan latar yang ada pada karya sastra.