Apa saja unsur-unsur Intrinsik yang ada pada Cerita Pendek atau Cerpen?

cerpen

Cerpen atau dapat disebut juga dengan cerita pendek merupakan suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novella dan novel.

Apa saja unsur-unsur Intrinsik yang ada pada Cerita Pendek atau Cerpen ?

Unsur-unsur instrinsik dari sebuah cerita pendek,menurut Nurgiyantoro, 2012, meliputi alur, penokohan, latar serta tema.

1. Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2010), alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Dalam KBBI (2007) alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian.

Aminudin (2010) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Alur memiliki peraran yang penting dalam sebuah cerita, selain karena alur merupakan dasar penggerak sebuah cerita, alur juga akan mempermudah pembaca dalam memahami maksud dari cerita yang ada. Alur terbentuk dari unsur-unsur pembangun yang lebih kecil dan saling berhubungan yang disebut sekuen (séquence).

Schmitt dan Viala (1982) mengemukakan sekuen sebagai berikut :

“une sĂ©quence est, d’une façon gĂ©nĂ©rale, un segment de texte qui forme un tout cohĂ©rence autour d’un mĂȘme centre d’intĂ©rĂȘt. Une sĂ©quence narrative correspond Ă  une sĂ©rie de faits reprĂ©sentant une Ă©tape dans l’évolution de l’action.”

Artinya : Sekuen secara umum merupakan sebuah bagian dari teks yang membentuk satu hubungan saling keterkaitan dalam satu titik pusat perhatian. Sekuen narasi adalah urutan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan tahapan tahapan perkembangan dalam rangkaian cerita.

Schmitt dan Viala (1982) menentukan dua kriteria tentang sekuen, yaitu :

  1. Sekuen harus terfokus pada satu titik perhatian (fokalisasi), yang diamati adalah objek yang tunggal dan mempunyai kesamaan misalnya peristiwa yang sama, tokoh yang sama, ide yang sama, bahan renungan yang sama.

  2. Sekuen harus membentuk satu koherensi dalam ruang dan waktu, bisa terjadi dalam satu waktu dan tempat yang sama ataupun gabungan dari beberapa tempat dan waktu pada satu periode kehidupan seorang tokoh.

Satuan-satuan peristiwa yang membentuk sekuen dalam cerita mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Barthes (1981) menambahkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita dapat dibagi menjadi dua.

  • Pertama, fonction cardinal (fungsi utama), yang memuat peristiwa-peristiwa bersifat kronologis (consecutive) dan mempunyai hubungan kausalitas atau logis (consĂ©quente)

  • Kedua, fonction catalyse (fungsi katalisator), yang memuat peristiwa-peristiwa dalam cerita yang bersifat kronologis namun tidak memiliki hubungan kausalitas dengan peristiwa sebelumnya. Kegunaan fungsi katalisator dalam membangun alur cerita sangat lemah, namun bukan berarti fungsi katalisator tidak berguna sama sekali. Fungsi katalisator berguna untuk mempercepat, memperlambat, menjalankan kembali cerita, meringkas, mendahului, dan kadang-kadang merubah arah fungsi utama.

Lebih lanjut, Paul Larivaille via Adam (1985) merumuskan tahapan sekuen utama (la logique de la séquence élémentaire) sebagai berikut.

Tahapan sekuen utama
Gambar Tahapan sekuen utama

Keterangan :

I. Avant : sebelum muncul kekuatan yang mengacau, merupakan Ă©tat initial (situasi awal), keadaan seimbang. Memunculkan adanya karsa atau keinginan dari destinateur untuk mendapatkan sesuatu, untuk mencapai sesuatu, untuk menghasilkan sesuatu, atau untuk menemukan dan mencari sesuatu.

II. Pendant : (selama) munculnya kekuatan pengacau, merupakan transformation agie (transformasi bertindak) atau subie (dikenai tindakan), sebuah proses yang dinamik (bergerak), terdiri dari 3 tahapan :

  • provocation (tahap pemunculan pemicu konflik (dĂ©tonateur/ dĂ©clencheur), proses dinamik mulai berjalan) ;

  • action (tahap proses dinamik utama, muncul reaksi-reaksi mental/tindakan atas munculnya pemicu, merupakan titik tertinggi dalam cerita, yaitu pencapaian konflik) ;

  • sanction (tahap pemecahan, muncul konsekuensi (consĂ©quence) sebagai akibat dari action, tahap menuju keadaan yang baru

III. AprĂšs : (setelah) selesainya/hilangnya kekuatan yang muncul, menggambarkan keadaan baru yang kembali stabil meskipun tidak sama persis dengan keadaan pertama sebelum muncul kekuatan itu, situasi akhir setelah tahap penyelesaian.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jalannya sebuah sebuah cerita dikisahkan secara bertahap mulai dari situasi awal (état initial) hingga situasi akhir (état final). Dalam perjalanannya menuju situasi akhir (état final) akan ditemukan des actes (des participants) ou des événements yang bermunculan dan memiliki kekuatan untuk mengubah états dan situations dalam cerita, atau disebut juga dengan konflik.

Konflik tersebut diawali dari munculnya pemicu konflik (provocation) yang terus berproses semakin meruncing hingga mencapai puncak atau klimaksnya (action) dan pada akhirnya konflik akan menurun dengan adanya pemecahan masalah yang menimbulkan keadaan baru menuju pada Ă©tat final yang merupakan akhir cerita.
Pada tahap penyelesaian (Ă©tat final), biasanya narator akan mengakhiri cerita dengan berbagai tipe akhiran.

Menurut Peyroutet (2001) terdapat tujuh tipe akhir cerita untuk mengakhiri sebuah cerita, yaitu :

  • Fin retour Ă  la situation de dĂ©part (akhir cerita yang kembali ke situasi awal cerita)
  • Fin heureuse (akhir cerita yang bahagia)
  • Fin comique (akhir cerita yang lucu)
  • Fin tragique sans espoir (akhir cerita yang tragis dan tanpa harapan)
  • Fin tragigue mais espoir (akhir cerita yang tragis tapi masih memiliki harapan)
  • Fin Suite possible (akhir cerita yang mungkin masih bisa berlanjut)
  • Fin rĂ©flexive (akhir cerita dimana pembaca dapat menarik hikmah dari cerita)

Nurgiyantoro (2010) membedakan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu :

  • Plot lurus atau progresif,
    Plot lurus atau progresif yaitu plot yang menampilkan peristiwa-peristiwa secara kronologis, terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa.

  • Plot sorot-balik atau regresif
    Plot sorot-balik atau regresif yaitu plot yang tahap penceritaannya bersifat flashback atau tidak kronologis. Hal ini biasanya ditampilkan dalam dialog, mimpi, maupun lamunan tokoh yang mengenang masa lalunya.

  • Plot campuran
    Plot campuran yaitu plot yang tahap penceritaannya bersifat progresif dan regresif. Alur ini terjadi jika dalam cerita tersebut dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita kemudian menuju awal cerita.

Keseluruhan alur tersebut dapat tergambar melalui pergerakkan aktan- aktan penentu laku cerita (les forces agissantes). Schmitt dan Viala (1982) menggambarkan skema hubungan dalam les force agissante sebagai berikut.

Skema penggerak lakuan
Gambar Skema penggerak lakuan ( Les Forces Agissantes)

Keterangan gambar penggerak lakuan :

  1. Tanda panah menunjukkan aksi suatu unsur kepada unsur lainnya
  2. Le destinateur adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai pembawa ide cerita
  3. Le destinataire adalah seseorang atau sesuatu yang menerima objet hasil tindakan sujet
  4. Le sujet adalah seseorang yang menginginkan objet
  5. L’objet adalah sesuatu yang dicari sujet
  6. L’adjuvant adalah seseorang yang membantu sujet mendapatkan objet
  7. L’opposant adalah seseorang yang menghalangi sujet mendapatkan objek

2. Penokohan

Penokohan merupakan penggambaran suatu watak tokoh dalam sebuah prosa, dalam hal ini adalah cerita pendek. Kehadiran tokoh dapat menghidupkan cerita dan adanya perwatakan dapat menimbulkan pergeseran serta konflik yang dapat melahirkan cerita. Untuk memahami perwatakan tokoh dapat dilihat dari perbuatan-perbuatan tokoh, ucapan-ucapan tokoh, gambaran fisik tokoh, pikiran- pikiran tokoh, dan penerangan langsung dari pengarang. Penokohan dalam suatu cerita melukiskan keadaan tokoh cerita baik keadaan lahir maupun batinnya yang berupa pandangan hidup, sikap, keyakinan, adat-istiadat dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2012).

Schmitt dan Viala (1982) menjelaskan tentang pengertian tokoh sebagai

“Les participants de l’action sont ordinairement les personnages du rĂ©cit. Il s’agit trĂšs souvent d’humain; mais une chose, un animal ou une entitĂ© (la justice, la mort, etc) peuvent ĂȘtre personifiĂ©s et considĂ©rĂ©s alors comme des personnages”.

Artinya : Tokoh adalah para pelaku aksi dalam satu cerita yang dimanusiakan dan bisa berwujud benda, binatang, ataupun entitas tertentu (hukuman, kematian, dsb) yang bisa diumpamakan sebagai tokoh.

Ada dua macam cara dalam memahami tokoh atau perwatakan tokoh yang ditampilkan (Nurgiyantoro, 2012) :

  • Secara analitik/ekspositori yaitu cara yang digunakan narator dengan langsung memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung baik fisik maupun karakter tokoh dalam cerita.

  • Secara dramatik yaitu cara yang narator gunakan dengan tidak mendeskripsikan secara langsung perwatakan tokoh-tokohnya. Untuk mengetahuinya, pembaca dapat melihat dari aktivitas yang dilakukan tokoh baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat terlihat dari tindakan atau tingkah laku maupun dari suatu peristiwa.

Berdasarkan tingkat perananya dalam membentuk cerita, tokoh dapat dikategorikan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 2005).

  1. Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamankan penceritaannya dalam sebuah cerita. Kehadirannya sangat mempengaruhi perkembangan alur secara keseluruhan karena tokoh utamalah yang paling banyak diceritakan (baik sebagai pelaku tindakan atau yang dikenai tindakan/ kejadian) dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.

  2. Tokoh tambahan adalah tokoh yang jarang diceritakan, hanya beberapa kali muncul dan tidak menjadi fokus utama dalam penceritaan, sehingga tidak akan mempengaruhi jalan cerita. Namun, meskipun tokoh tambahan tidak diutamakan, kehadirannya berpengaruh secara tidak langsung untuk memperkuat tokoh utama.

Schmitt dan Viala (1982) menyebut para tokoh sebagai “makhluk di atas kertas” (ĂȘtres de papier) karena keberadaan mereka hanya ditentukan melalui tanda-tanda yang diberikan oleh teks kepada mereka, lebih lanjut disebutkan bahwa “un personnage est toujours une collection de traits : physics, moraux, sociaux” (1982).

Tanda-tanda tersebut mencerminkan kepribadian tokoh, yang ditampilkan melalui ciri-ciri fisik (traits physics), ciri-ciri moral atau psikologi (traits moraux) dan ciri-ciri sosial (traits sociaux). Gabungan kepribadian tokoh dan penggambarannya inilah yang disebut le portrait atau yang sering kita kenal dengan “penokohan” .

3. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar tersebut dapat berupa tempat terjadinya peristiwa dalam cerita, yang meliputi lingkungan geografis, waktu bahkan yang berhubungan dengan sejarah, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat (Stanton, 2007).

Nurgiyantoro (2010) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial dimana ketiganya saling berkaitan satu sama lain.

  • Latar tempat
    Lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat biasanya menunjuk lokasi tertentu secara geografis, misalnya di sebuah daerah atau tempat tertentu.

  • Latar waktu
    Latar ini berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar waktu dapat dideskripsikan dengan hitungan detik, menit, jam, hari, bulan maupun tahun.

  • Latar sosial
    Latar sosial berkaitan dengan perilaku seseorang dalam masyarakat yang diceritakan dalam cerita pendek, mengenai adat istiadat, kebiasaan, serta norma-norma yang mengaturnya. Dapat juga diketahui kekhasan suatu tempat yang diceritakan berdasarkan deskripsi latar sosial masyarakatnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang diceritakan.

4. Tema

Tema merupakan pokok pikiran; dasar cerita yang dipercakapkan, yang dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb. (KBBI, 2007). Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Stanton melalui Nurgiyantoro (2010) yang menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.

Tema yang ada dalam sebuah cerita pendek dapat diungkapkan secara eksplisit (tersurat) maupun implisit (tersirat), sehingga dibutuhkan pembacaan yang cermat untuk mengetahuinya. Perwujudan tema secara eksplisit biasanya dapat terlihat lewat judul sebuah karya sastra sedangkan tema implisit biasanya dapat diketahui secara tersirat dalam penokohan yang didukung oleh pelukisan latar atau terungkap dalam cerita.

Nurgiyantoro (2012) mengemukakan bahwa dalam sebuah cerita bisa saja terdapat lebih dari satu tema, maka tema dibedakan menjadi dua, yaitu :

  • Tema pokok (mayor) yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu.

  • Tema minor yaitu tema yang bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita. Tema minor bersifat mempertegas eksistensi tema mayor, jadi tidak terlepas begitu saja dari tema mayor.

Pemilihan tema menentukan tokoh-tokoh (utama), dan latar dengan demikian menetukan pula sekuen-sekuen cerita (alur). Atau sebaliknya, analisis alur, tokoh, dan latar dapat digunakan untuk mengetahui tema cerita.

unsur cerpen

Keterkaitan Antarunsur Intrinsik

Karya sastra merupakan struktur yang kompleks dan unik sehingga untuk menganalisisnya diperlukan pemaparan tentang fungsi dan keterkaitan antarunsur karya sastra secara menyeluruh (Nurgiyantoro, 2010), yaitu keterkaitan antara alur, penokohan dan latar yang diikat kedalam sebuah tema sebagai dasar ide cerita.

Alur sebuah cerita dapat ditentukan oleh pergerakan tokoh dengan adanya interaksi antar tokoh yang membuat cerita jadi menarik. Pergerakan tokoh tersebut menurut Nurgiyantoro (2010) dapat tercermin lewat perbuatan, tingkah laku dan sikap para tokoh. Apa yang terjadi pada tokoh dalam karya sastra akan menimbulkan konflik yang dengan sendirinya akan menggerakkan alur cerita dalam karya tersebut. Dengan demikian pembentkan alur dalam sebuah cerita tidak dapat terlepas dari adanya tokoh-tokoh di dalamnya.

Sikap, perbuatan dan tingkah laku tokoh dalam sebuah cerita sangat dipengaruhi oleh latar yang ada. Latar tersebut berupa latar tempat, latar waktu dan latar sosial, dimana ketiganya merupakan wadah bagi tokoh untuk melakukan ataupun dikenai kejadian (Nurgiayantoro, 2010). Latar-latar tersebut memiliki peranan dalam menentukan pola pikir, karakter dan perbuatan tokoh, demikian juga sebaliknya, lewat perilaku dan pola pikir tokoh dapat diketahui juga latar pembentuknya. Jadi dapat diketahui bahwa latar berperan penting dalam membentuk pola pikir, perbuatan, dan tingkah laku para tokoh yang kemudian tokoh-tokoh tersebut saling berinteraksi sehingga memiliki konflik yang menggerakkan alur cerita.

Alur, penokohan dan latar memiliki keterkaitan yang erat dalam menyusun sebuah cerita, ketiganya saling melengkapi dan diikat oleh tema. Tema yang merupakan ide pokok cerita tercermin lewat ketiga unsur diatas, sehingga sebuah tema dapat diketahui dengan melihat alur peristiwa yang dialami oleh para tokoh dengan latar tertentu ataupun sebaliknya, tema tercermin dalam alur, penokohan dan latar yang ada pada karya sastra.

1 Like

Unsur-unsur intrinsik pembangun cerita pendek (cerpen) adala sebagai berikut :

1. Tema dan Amanat

Tema adalah pokok pikiran yang menjadi dasar cerita yang terus menurus diceritakan dalam cerita . Sumardjo (2012) mendefinisikan tema sebagai ide sebuah cerita, pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya bisa sesuatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita semua didasari oleh ide pengarang tersebut.

Hermawan Aksan (2015) tema adalah pokok pikiran yang menjadi dasar cerita. Sedangkan amanat merupakan pesan pengarang yang disampaikan melalui tulisannya baik berupa novel ataupun cerbung.

Tema adalah ide yang mendasari sebuah cerita. Secara umum, tema terbagi menjadi tiga:

  1. estetis, yakni tema yang berisikan tentang keindahan, baik secara fisik maupun psikis, misalnya tema percintaan. Tema estetis ini cenderung mengarah pada pornografi dan kebanyakan melanggar norma,

  2. etis, yakni tema yang berkaitan dengan idealisasi yang ada di suatu masyarakat, misalnya kepahlawanan,

  3. religius, yakni tema-tema yang berbau “harga mati.”

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam secbuah cerita. Tokoh dalam sebuah cerita mempunyai peranan berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh- tokohnya.

Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2007) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda.

Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel anda kelak.

3. Alur dan Plot

Alur dan plot secara umum banyak orang yang menyatakan sama, padahal keduanya berbeda, hanya kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan. Seacara sederhana alur dan plot dapat digambarkan tahapan jalannya sebuah cerita. Menurut Aminuddin (2013) alur dalam cerpen atau karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Teknik pengaluran menurut (Satoto, 1993) ada dua yaitu dengan jalan progresif (alur maju) yaitu dari tahap awal,tengah atau puncak, tahap akhir. Dan yang kedua jalan regresif (alur mundur) yaitu bertolak dari akhir cerita, menuju tengah atau puncak, dan berakhir pada tahap awal.

Pada dasarnya bentuk cerita disebut plot atau alur. Struktur sebuah cerita secara mudah dapat digambarkan : bagian permulaan, bagian tengah, dan bagian akhir (Sumardjo, 2007). Memang bentuk semua cerita demikian. Lebih lanjut Sumardjo menjelaskan bahwa pada bagian permulaan dituturkan tentang apa, siapa, dimana, kapan, dan munculnya konflik. Bagian tengah cerita yakni berisi perkembangan konflik yang diajukan pengarang. Dalam hal ini banyak unsur yang menentukan panjang tidaknya, rumit atau sederhananya cerita. Bagian akhir yakni bagian penutup cerita yang berisi pemecahan konflik atau pemecahan masalah.

Alur menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada kita, tidak hanya dalam temporalnya tetapi juga dalam hubungannya secara kebetulan. Pengaluran adalah cara pengarang menyusun alur. Ada pola-pola tertentu yang berulang dan seringkali kita lihat sebagaia kesamaan. Struktur alur secara sederhana sering disusun atas tiga bagian, yaitu: awal, tengah, dan akhir.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa alur adalah unsur pembangun karya sastra yang menjadi landasan cerita dimulai hingga berakhirnya suatu cerita. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis. Alur merupakan unsur yang penting dalam membuat suatu cerita, menarik atau tidaknya itu tergantung dari penyusunan alur cerita penulis.

4. Latar

Latar secara sederhana disebut sebagai tempat, waktu dan suasana terjadinya sebuah peristiwa yang dialami oleh tokoh.

Latar dalam arti lengkap meliputi beberapa aspek yaitu:

  1. Latar Tempat, menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dalam lakon.

  2. Latar Waktu, dalam prosa dikelompokkan: waktu cerita, yaitu waktu yang ada di dlam cerita atau lamanya cerita itu terjadi, dan waktu penceritaan adlah waktu untuk menceritakan cerita.

  3. Latar Suasana atau Sosial, yaitu menggambarkan kondisi atau situasi saat terjadinya adegan atau konflik.

Latar adalah sarana yang utama karena dari latarlah kemudian muncul tokoh, dan dari tokoh kemudian muncul konflik sehingga terciptalah alur/cerita (Novakovich, 2003).

Karena itu pemahaman latar melalui nilai-nilai informatif (informasi mengenai banyak tempat), emotif (menghayatinya), dan ekspresif (mengungkapkan kembali demi kepentingan cerita) sangatlah penting. Penulis cerita tak akan dapat menulis kalau di dalam imajinasinya tak ada gambaran latar cerita. Baik itu yang bersifat geografis, budaya, atau yang sangat abstrak sekalipun.

5. Gaya Bahasa

Penggunaan gaya bahasa atau style dalam karya sastra dapat dijadikan sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembaca. Pemilihan ragam bahasa pada suatu karya sastra dapat memperkuat latar yang digunakan pengarang. Dengan gaya ini ide kita akan dapat ditangkap oleh pembaca secara baik. Gaya bahasa ini merupakan keistimewaan bahkan kekhususan bagi setiap penulis. oleh karena itu tidak mengherankan jika hasil tulisan cerpen misalnya akan menggambarkan keadaan sesungguhnya si penulis cerpen itu. Walaupun demikian perlu juga diperhatikan bahwa sangat dimungkinkan ada beberapa faktor luar yang akan mempengaruhi gaya bahasa si penulis. Diantara faktor yang besar kemungkinan mempengaruhi adalah lingkunga hidup, sosial budaya, dan latar belakang permasalahan yang hendak diungkapkan.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang disebut juga dengan istilah pusat narasi, yaitu penentu gaya dan corak cerita. Watak dan kepribadian pengarang dalam menentukan siapa yang akan menceritakan cerita. Definisi lain sudut pandang adalah posisi dmana menjadi pusat kesadaran tempat untuk memahami setiap peristiwa dalam cerita.

cerita pendek

Cerpen atau cerita pendek adalah sebuah karya tulis yang tercipta dari inspirasi sang penulis, inspirasi tersebut dapat berasal dari kisah nyata pengalaman pribadi maupun dari sebuah imajinasi penulis, secara umum orang menyatakan bahwa cerpen merupakan cerita fiksi belaka, walaupun sebenarnya ada juga cerpen yang berasal dari pengalaman pribadi seseorang yang benar-benar nyata dan berkesan.

Cerpen diidentikan sebagai produk penulis pemula yang ceritanya hanya sepenggal seolah cerpen merupakan sebuah ringkasan dari sebuah novel. Sebenarnya tidaklah demikian jika ditilik dari jalannya peristiwa. Sedangkan cerita panjang atau novel merupakan merupakan produk penulis senior. Pendapat tersebut bisa iya atau tidak, karena pada kenyataanya seorang penulis novel terkenal berawal dari menulis cerpen. Akan tetapi bisa jadi para penulis novel akan kesulitan manakala harus menulis cerpen dengan batasan ruang kosa kata yang ketat, karena penulis novel sudah terbiasa mengkolaborasi beberapa kosa kata.

Secara garis besar cerpen dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu cerpen sastra dan cerpen pop, pengelompokan ini dapat dilihat dari penilaian seseorang berkatan dengan siapa yang memuat cerpen tersebut. Semua orang akan menilai bahwa itu cerpen sastra manakala sebuah cerpen dimuat pada majalah sastra. Sehingga orang tidak akan mepermaslahkan cerpen yang dimuat itu jenis sastra atau bukan. Cerpen dapat dikembangkan menjadi sebuah cerita panjang yang dibukukan atau biasa kita kenal dengan sebutan novel.

Agar cerpen menarik seseorang untuk membacanya ada strategi membuat cerpen agar cerpen menjadi menarik, berikut beberapa cara:

  1. Cerpen yang baik harus dapat menarik perhatian pembaca sejak paragraf pertama, jika pada awal membaca, pembaca sudah tidak tertarik atau jenuh dengan isi cerita, bisa dipastikan pembaca akan berhenti sebelum menyelesaikan membaca keseluruhan cerita.

  2. Sebuah percakapan antara beberapa tokoh di dalam cerpen akan membuat jalan cerita lebih terkesan hidup.

  3. Seorang penulis yang baik tidak hanya sekedar dapat menulis secara baik, tetapi juga harus dapat menempatkan diri sebagai pembaca, sehingga dapat memahami reaksi pembaca terhadap hasil karya tulisnya.

Menurut Kosasih (2012), cerpen dibangun oleh unsur-unsur berikut.

Alur

Alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Secara umum, alur dibagi ke dalam bagian-bagian berikut

Alur cerpen

  1. Pengenalan Situasi Cerita
    Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.

  2. Pengungkapan Peristiwa
    Dalam bagian ini, disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

  3. Menuju Pada Adanya Konflik
    Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

  4. Puncak Konflik
    Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilahbagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal

  5. Penyelesaian

Berdasarkan periode pengembangannya, alur cerpen dapat dikelompokan sebagai berikut

  1. alur normal : (1) – (2) – (3) – (4) – (5)
  2. alur sorot balik : (5) – (4) – (3) – (2) – (1)
  3. alur maju-mundur : (4) – (5) – (1) – (2) – (3)

Meskipun demikian, kelima unsur alur itu tidak selamanya hadir dalam sebuah cerpen. Mengingat rentang dan jumlah peristiwa di dalamnya yang terbatas, biasanya unsur-unsur yang hadir hanya 2 - 4 saja, misalnya unsur pengungkapan peristiwa (2), menuju konflik (3), dan puncak konflik (4).

Penokohan

Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Penokohan dalam cerpen

Berikut ini adalah contoh teknik penggambaran karakteristik tokoh.

  • Teknik Analitik atau Penggambaran Langsung
    Zazkia namanya dia anak yang cantik, anggun, pintar, baik hati dan ceria. Dia anak yang sempurna sangat sempurna, tapi hanya satu kekurangannya yaitu tidak memunyai tubuh yang sehat. Sekarang dia duduk di kelas XI SMA.

  • Penggambaran Fisik dan Perilaku Tokoh
    Asap mengepul dari batang rokok yang kujepit diantara dua jariku. Sementara seorang gadis berambut panjang terurai basah terkena iar hujan menghampiriku. Ah, dia tidak menghampiriku. Dia hanya ingin mencari perlindungan dari guyuran hujan sepertiku. Celana dan kaos ungunya terlihat basah. Setelah sampai di dekatku, dia memberi seulas senyuman. Barisan giginya putih rapi, gadis ini cantik sekali, aku membatin. Ah, apa peduliku dengan kecantikannya, dalam perjalananku keliling beberapa kota untuk pementasan, selalu saja dapat kutemui gadis-gadis cantik ‘terpajang’ di etalase-etalase kampus, pertokoan dan pasar. Mereka dipermak, dirias sedemikian rupa menjadi sebuah kamuflase fashion dan make-up.

  • Penggambaran Lingkungan Kehidupan Tokoh
    Desa Sukamaju tidak mendapat aliran listrik. Padahal kampung-kampung tetangganya sudah terang semua. Desa itu gelap gulita bila malam, cepat becek kalau hujan tiba. Banyak anjing berkeliaran di sana, beberapa di antaranya tidak jelas empunya.

  • Penggambaran Tata Kebahasaan Tokoh
    Kata-katanya sering membuat marah orang yang mendengarkannya. Teriakan mengancam begitu mudah mengucur dari mulutnya, sehingga sering membuat orang-orang yang baru mengenalnya menjadi sangat ketakutan. Logatnya memang tak seperti orang-orang kebanyakan, ia seperti orang dari daerah pedalaman.

  • Pengungkapan Jalan Pikiran Tokoh
    Ia ingin menemui anak gadisnya itu tanpa takut ingin ia mendekapnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambut dirinya, dan mungkin Ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya masih berlapang dada menerima kepulangannya.

Latar

Latar atau setting merupakan tempat dan waktu berlangsungnya kejadian dalam cerita. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas kenyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter tokoh. Dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap dalam menerima karakter tokoh ataupun kejadian-kejadian yang berada dalam cerita itu.

Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita, menyangkut segala persoalan baik itu berupa masalah kemanusian, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya. Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya, untuk dapat menyingkap tema suatu cerpen, seorang pembaca harus terlebih dahulu mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fiksinya.

Beberapa unsur intrinsik yang dipergunakan pengarang untuk menyalurkan tema ceritanya, yaitu alur, penokohan, dan bahasa pengarang.

  • Melalui Alur Cerita
    Alur cerita sering dipakai oleh pengarang untuk membimbing pembaca mengenali tema dalam cerita yang ditulisnya. Rangkaian peristiwa dalam suatu cerita yang berhubungan atas dasar sebab dan akibat itu disebut alur.

  • Melalui Tokoh Cerita
    Penokohan juga biasa dipakai oleh pengarang untuk menyalur tema. Penokohan meliputi peran dan sifat-sifat tokoh.

  • Melalui Perkataan Yang Dipergunakan Pengarang
    Perkataan dapat dipakai untuk menemukan tema. Melalui kalimat-kalimat, dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokoh cerita, dan juga komentar pengajar terhadap peristiwa-peristiwa, pengarang dapat menyampaian pernyataan- pernyataan yang dapat kita jadikan rumusan tema.

Amanat

Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita.

Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat pencerita dalam hubungannya dengan cerita, dari sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya. Sudut pandang dapat diartikan tempat pengarang di dalam cerita ketika ia mengisahkan ceritanya (Zulfahnur, 1996).

Sudut pandang pengarang dapat dibedakan atas;

  • Pengarang pelibat, pengarang ikut ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utama atau yang lain;
  • Pengarang sebagai pengamat, posisi pengarang sebagai pengamat yang mengisahkan pengamatannya sebagai tokoh samping;
  • Pengarang serba tahu, pengarang berada di luar cerita tapi serba tahu apa yang dirasa dan dipikirkan oleh tokoh cerita (Shaw).