Apa Saja Tujuan Berkeluarga Menurut Agama Islam?

image

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Apa saja tujuan berkeluarga menurut agama Islam ?

Setiap hal didunia ini pasti memiliki tujuan kenapa ia ada, begitu pula dengan lembaga yang sangat penting dalam kehidupan ini, yakni keluarga. Selain memiliki fungsi-fungsi sebagaimana dipaparkan pada sub bab yang sebelumnya, disini keluarga juga memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai berikut:

1. Kemuliaan Keturunan

Di bawah naungan keluarga dan di tengah kesakralannya seseorang bisa mewujudkan salah satu tuntutan mendesak dalam kehidupannya yaitu tuntutan untuk memiliki keturunan dan generasi penerus. Dalam berkeluarga, berketurunan merupakan hal pokok. Oleh karena itu pernikahan dilakukan guna memperolehnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dan melestarikan jenis manusia di dunia.

Meminang bayi adalah keinginan setiap orang baik itu laki-laki ataupun perempuan. Sejak zaman dahulu tidak ada satupun pasangan yang berharap tidak memiliki keturunan dalam keluarganya. Laki-laki akan merasakan kehampaan dalam diri dan hidupnya tanpa jerit dan tangis bayi, juga tanpa keturunan yang meperpanjang usianya yang begitu pendek di bumi ini.

Lebih-lebih jika keturunannya shaleh sehingga ia pun bisa mendapatkan kucuran amal yang terus menerus hingga hari kiamat, sebagaimana sabda Nabi saw yang menyatakan bahwa jika manusia meninggal terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara, yang salah satunya adalah anak shaleh yang terus mendoakannya. Begitu pula dengan perempuan, ia akan merasa sengsara dan menderita sebab bayi adalah bagian dari dirinya, bagian dari tubuhnya yang ia kandung dan ia beri makan lewat aliran darahnya, kemudian ia beri minum dari susunya yang merupakan saripati darah, serta merupakan bagian dari struktur kejiwaannya. Sehingga jika seorang perempuan tidak kunjung dikaruniai anak, maka ia akan merasa terlantar, lemah dan sengsara serta ia merasa ada bagian yang kurang dalam kehidupannya.

Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk
memenuhi keinginan dan seruannya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt:

Artinya :

Dan Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan untuknya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami sehatkan untuknya isterinya. (Q.S al-Anbiya‟ [21]: 89-90).

Anak juga merupakan anugerah Ilahi yang harus ditebus manusia dengan
kesadaran bahwa itu adalah karunia dan kebaikan Allah yang harus di syukuri.

Hal ini juga sebagaimana firman Allah swt,

Artinya :

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar doa.
(Q.S Ibrahim [14]: 39)

Dengan perantaraan anak, akan mendekatkan sesorang pada empat macam perkara. Keempat macam perkara tersebut merupakan hal yang diinginkan ketika merasa aman dari keburukan syahwat, sehingga salah satunya tidak menginginkan berjumpa Allah swt dalam keadaan membujang. Keempat perkara tersebut yakni:

  1. Pertama, mengikuti kecintaan Allah swt dengan berusaha memperoleh anak agar terjaga keturunannya.

  2. Kedua, mengharap cinta Rasulullah saw dalam memperbanyak keturunan sebagai kebanggaan Nabi.

  3. Ketiga, mengharap keberkahan dengan doa anak shaleh setelah kematiaannya.

  4. Keempat, mencari syafaat dengan meninggalnya anak kecil jika ia meninggal sebelum orang tuanya.

2. Menjaga Diri dari Setan

Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan terhadap lawan jenisnya. Kemampuan seksual yang diciptakan pada manusia ini baik laki- laki dan perempuan, sebaiknya digunakan untuk mencapai tujuan yang mulia yaitu berketurunan.

Namun hal ini perlu disalurkan secara terhormat dan suci dengan cara yang benar yaitu menikah. Disyariatkannya pernikahan dan bekeluarga dalam Islam, karena pernikahan mampu menjadi sarana, dan keluarga menjadi wadah syar’i yang bersih, yang pelaksanaannya pada tempat yang benar dan mengarah pada jalan yang benar pula.

Islam tidak memandang kemampuan seksual manusia ini sebagai keterbatasan. Akan tetapi, Islam memperlakukannya dengan ukuran yang memperhatikannya sebagai media untuk tujuan yang mulia.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya :

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya menikah itu bisa lebih memejamkan mata, dan bisa menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena berpuasa itu baginya pencegah dari nafsu syahwat.” (Muslim bin Hajjaj Abu Hasan al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim)

3. Berkerja Sama dalam Mengahadapi Kesulitan Hidup

Tidak hanya faktor kepentingan agama saja, ternyata menikah juga bertujuan untuk diri kita sendiri. Ikatan pernikahan adalah ikatan selamanya. Oleh karena itu, pernikahan tidak terbatas karena suatu hal yang terhenti karenanya, pernikahan membentuk keluarga selamanya. Tujuan keluarga adalah keteguhan dan ketenangan. Tujuan tersebut untuk mendapatkan kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan di dunia ini. Allah swt berfirman :

Artinya :

“Dan diantara tanda-tanda-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S ar Rum [30]: 21)

Huruf lam pada kata litaskunu sebagai lam ta’lil (alasan atau tujuan), yakni tujuan pernikahan adalah ketenangan dan kelanggengan. Meskipun ketenangan menjadi tujuan pada satu sisi, ia juga menjadi perantara pada sisi lainnya. Karena tujuan berketurunan tidak tercapai tanpa kelanggengan dan kasih sayang antara suami istri.

Kehidupan esok yang bahagia tidak mungkin dicapai tanpa keteguhan. Seorang suami yang bekerja keras dengan sungguh-sungguh tidak mungkin mengerjakan hal-hal tersebut menurut pandangan yang benar tanpa seorang istri yang shalehah bersamanya, yang mengiringi, mendukung, meringankan kesedihannya, memperhatikan seisi rumah dan anak-anaknya.

4. Pemindahan Kewarisan

Tidak mungkin ada konsep perpindahan kekayaan dari generasi ke generasi lainnya tanpa adanya wadah yang memelihara nasab, kerabat, dan keturunan. Wadah yang dimaksud ini adalah keluarga. Al-Qur’an telah menjelaskan kaidah-kaidah pembagian harta waris antarkerabat dalam keluarga.

Hal tersebut tidak akan kokoh dengan sempurna tanpa adanya hubungan kekerabatan yang jelas dan adanya batasan-batasan tertentu. Tanpa adanya aturan-aturan seperti yang tertera pada al-Qur’an ini akan menjadikan hilangnya kekayaan dengan wafatnya pemilik kekayaan tersebut. Hal ini pula akan mengakibatkan pertentangan antara orang-orang yang mengatakan memiliki
hubungan dengan orang yang mewariskannya secara benar ataupun batil setelah kematiannya.