Propaganda adalah sebuah bentuk komunikasi massa. Artinya, agar pesan dalam komunikasi tersebut tepat sasaran, propagandis harus mempunyai cara atau teknik untuk melakukan propaganda. Propaganda dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Cross (dalam Wasono, 2007) dan Nurudin (2001) menyebutkan beberapa teknik propaganda yang biasa digunakan dalam suatu komunikasi. Perbandingan teknik yang mereka paparkan dapat dilihat dari tabel berikut.
No |
Teknik Propaganda Nurudin |
Teknik Propaganda Cross |
1 |
Name calling |
Name calling |
2 |
Glittering generalities |
Glittering generalities |
3 |
Transfer |
Transfer |
4 |
Testimonials |
Testimonials |
5 |
Plain folk |
Plain folk |
6 |
Card stacking |
Card stacking |
7 |
Bandwagon technique |
Bandwagon technique |
8 |
Reputable mounthpiece |
Argumentum ad populum |
9 |
Using all forms of persuations |
Argumentum ad bominem |
10 |
- |
Faulty cause and effect |
11 |
- |
False analogy |
12 |
- |
Begging the question |
13 |
- |
The two extremes fallacy/ false dilemma |
Teknik propaganda yang dipaparkan oleh kedua orang tersebut dari teknik pertama hingga ketujuh, memiliki pengertian dan konsep yang sama. Sebenarnya, teknik propaganda yang dikemukakan oleh Nurudin tersebut mengandung tujuh teknik propaganda yang dikemukakan oleh Institute of Propaganda Analysis (IOPA) sebuah lembaga penelitian nonprofit yang didirikan oleh Yale University di Amerika Serikat. Tujuh teknik propaganda tersebut adalah name calling, glittering generalities, testimonials, transfer, plain folk, card stacking, dan bandwagon technique (Sastropoetro, 1983).
Teknik propaganda reputable mouthpiece yang dikemukakan oleh Nurudin merupakan salah satu teknik propaganda yang dikemukakan oleh Emory S. Bogardus dan teknik propaganda using all forms of persuations merupakan uraian Lawrence W. Doob (Sastropoetro, 1983).
Berikut ini adalah penjelasan sembilan teknik propaganda yang diungkapkan Nurudin.
1) Name calling (umpatan)
Name calling diartikan oleh Wasono (2007) sebagai teknik umpatan. Teknik ini merupakan teknik propaganda dengan memberikan sebuah ide atau label yang buruk. Tujuannya adalah agar orang menolak dan menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya/memeriksanya terlebih dahulu.
Salah satu ciri yang melekat pada teknik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk atau sesuatu yang berkonotasi negatif terhadap lawan yang dituju (Nurudin, 2001).
Jadi, dengan ciri tersebut tidak harus suatu pernyataan mengandung suatu umpatan terlebih dahulu hingga pernyataan tersebut dapat dianggap menggunakan teknik propaganda umpatan.
Akan tetapi, suatu pernyataan sudah dapat dianggap menggunakan teknik propaganda umpatan jika mengandung unsur menyerang lawan yang menggunakan sebutan-sebutan yang berkonotasi negatif.
Cara tersebut digunakan dengan tujuan menjatuhkan atau menurunkan derajat seseorang, kelompok, atau gagasan tertentu. Ada banyak contoh penggunaan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan seperti “dasar batu”, “dasar otak udang”, atau “anak mami”, merupakan contoh penggunaan teknik propaganda ini.
2) Glittering generalities (sebutan yang muluk-muluk)
Glittering generalities oleh Wasono (2007) diterjemahkan sebagai sebutan yang muluk-muluk. Menurut Nurudin, teknik propaganda sebutan yang muluk-muluk ini adalah suatu teknik propaganda dengan mengasosiasikan sesuatu dengan suatu “kata bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu.
Jika dibandingkan dengan teknik umpatan yang menggunakan kata-kata yang kasar dan berkonotasi negatif, dalam teknik ini menggunakan kata-kata sanjungan, kata yang muluk-muluk, atau kata yang berkonotasi positif.
Teknik ini dimunculkan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat agar mereka ikut mendukung gagasan propagandis (Nurudin, 2001).
Menurut Wasono (2007), selain menggunakan kata yang muluk-muluk, teknik ini juga dapat menggunakan kata-kata “biasa” yang menyiratkan kehebatan.
Contoh penggunaan teknik ini seperti terdapat dalam jargon yang sering disisipkan dalam sebuah retorika politik, “demi tegaknya persatuan dan kesatuan”, dan “demi kejayaan bangsa”. Selain itu, pola asosiasi juga menjadi ciri penggunaan teknik ini, seperti slogan “sejernih akal sehat (Filma)” dan “kualitas emas (Kunci Mas)”.
3) Transfer (meminjam ketenaran)
Teknik transfer diartikan sebagai teknik meminjam ketenaran (Wasono, 2007). Teknik ini meliputi kekuasaan, sanksi, dan pengaruh sesuatu yang lebih dihormati serta lebih dipuja dari hal lain agar membuat sesuatu lebih bisa diterima oleh komunikan. Teknik propaganda transfer dapat menggunakan pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam suatu
lingkungan.
Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis terhadap hal yang sedang dipropagandakan (Nurudin, 2001). Penggunaan artis yang cantik untuk mengiklankan suatu produk kosmetik tertentu merupakan salah satu contoh penggunaan teknik ini.
Selain menggunakan pengaruh seorang tokoh, teknik ini juga bisa menggunakan cara simbolik, contohnya, penggunaan kafeyah yang dikalungkan di leher beberapa orang personil band saat menyanyikan lagu religi—biasanya bernapaskan Islam. Walaupun kostum mereka yang lain biasanya hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans—tidak mendukung sepenuhnya untuk menunjukkan identitas mereka sebagai penganut agama Islam.
Namun, dengan mengenakan kafeyah, dianggap sudah cukup untuk menunjukkan identitas mereka. Di sisi lain, kafeyah tersebut memiliki fungsi dalam fashion style.
4) Testimonials (pemberian kesaksian)
Testimonials merupakan propaganda yang berisi perkataan orang yang dihormati atau dibenci bahwa ide atau program atau suatu produk adalah baik atau buruk (Nurudin, 2001). Dengan kata lain, teknik ini diartikan oleh Wasono sebagai pemberian kesaksian (Wasono, 2007).
Teknik propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial, tetapi dapat juga digunakan untuk kegiatan politik.
Dalam kegiatan politik, salah satu contohnya dapat dilihat dalam kampanye Pemilu. Banyak artis yang sebelumnya tidak menjadi anggota partai tertentu, tetapi menjelang Pemilu mereka menjadi anggota suatu partai sekaligus menjadi juru kampanye partai tersebut. Dalam kampanyenya, artis tersebut biasanya akan mengatakan bahwa dia memilih Partai X karena sejalan dengan visi dan misi yang dia miliki. Selain itu, Partai X juga dapat memahami penderitaan rakyat dan akan membuat rakyat lebih sejahtera kehidupannya.
5) Plain folk (identifikasi terhadap suatu ide)
Plain folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikkan yang dipropagandakan milik atau mengabdi pada komunikan (Nurudin, 2001).
Sifat merakyat sering dimunculkan dalam propaganda ini. Wasono mengartikan teknik ini “pura pura orang kecil” (Wasono, 2007), karena saat menggunakan teknik ini propagandis mengidentifikasikan dirinya sebagai rakyat dengan cara menempatkan dirinya seolah-olah seperti rakyat juga.
Contoh penggunaan teknik ini adalah pada saat berkampanye, seorang calon presiden tiba-tiba datang ke pasar tradisional; bergaul dan bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di pasar; hingga berbelanja di pasar. Padahal, sebelumnya calon presiden tersebut tidak pernah mendatangi/berkunjung ke pasar tradisional.
6) Card stacking (menonjolkan hal-hal baik)
Sastropoetro mengartikan card stacking sebagai propaganda dengan menonjolkan hal-hal baik dari sesuatu (Sastropoetro, 1983). Card stacking atau diartikan oleh Wasono sebagai penumpukkan fakta yang mendukung (Wasono, 2007), meliputi seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan, dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia, dan barang.
Teknik ini hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya saja sehingga publik hanya melihat satu sisi saja (Nurudin, 2001).
Contoh penggunaan teknik ini adalah iklan penggunaan kondom. Dalam berbagai iklan kondom tersebut, seringkali muncul pernyataan “seks aman dengan kondom”. Di satu sisi, penggunaan kondom mungkin dapat “mengamankan” pelaku seks tersebut dari penyakit kelamin atau HIV AIDS. Di sisi lain, maraknya iklan penggunaan kondom tersebut tentu akan mendorong orang untuk melakukan seks bebas atau seks pranikah. Maraknya seks bebas atau seks pranikah tersebut tentu menyebabkan munculnya masalah lain.
7) Bandwagon technique (teknik ikut-ikutan)
Teknik ini dilakukan dengan menggembar-gemborkan sukses yang dicapai oleh seseorang, suatu lembaga, atau organisasi. Teknik ini merupakan teknik propaganda yang mendorong kita untuk mendukung suatu tindakan/pendapat karena hal tersebut populer atau dengan kata lain banyak atau bahkan hampir semua orang melakukannya (Nurudin, 2001).
Dari pengertian tersebut, Wasono mengartikan teknik ini sebagai teknik ikut-ikutan (2007).
Melalui teknik ini, pikiran atau cita rasa kita diarahkan untuk mengikuti orang kebanyakan. Contoh penggunaan teknik ini adalah slogan dalam iklan Pepsi, “Inilah generasi Pepsi”. Slogan tersebut seolah memberi kesan bahwa seluruh generasi meminum produk Pepsi. Bagi mereka yang tidak meminum Pepsi, berarti berada di luar “generasi Pepsi”, berbeda dengan orang kebanyakan.
8) Reputable mouthpiece (sanjungan yang tidak sesuai fakta)
Reputable mouthpiece merupakan teknik yang dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan. Teknik ini biasanya digunakan oleh seseorang yang menyanjung pemimpin, akan tetapi tidak tulus (Nurudin, 2001).
Nurudin mencontohkan pengangkatan Bung Karno sebagai waliyul amri dan panglima besar revolusi. Teknik ini dilakukan karena ada ambisi seseorang atau sekelompok orang yang ingin “aman” dalam suatu kedudukan, posisi, atau jabatan—terkait dengan kekuasaan.
9) Using all forms of persuation (penggunaan semua bentuk persuasi)
Using all forms of persuation dapat diartikan sebagai teknik yang menggunakan semua bentuk persuasi. Teknik ini merupakan teknik propaganda yang digunakan untuk membujuk orang lain dengan rayuan, imbauan, dan imingiming. Teknik propaganda ini sering digunakan dalam kampanye Pemilu
(Nurudin, 2001). Contoh penggunaan teknik ini, misalnya sebuah partai politik yang menjanjikan biaya berobat di rumah sakit digratiskan jika partainya menang. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Menurut Duyker, dalam berpropaganda, propagandis kadang-kadang akan melakukan tindakan beloven (memberikan janji-janji), voorspiegelen (menggambarkan/membayangkan), insinueren (menyindir-nyindir), serta appeleren aan emoties en interessen (mengimbau kepada emosi dan perhatian).
Semua tindakan tersebut diulang-ulang sehingga orang yang dipropagandakan akan tergerak dengan keinginannya sendiri untuk melakukan sesuatu yang menyebabkannya bertingkah laku sesuai dengan pola yang ditentukan oleh si propagandis (dalam Sastropoetro, 1983).
Suatu propaganda dapat menggunakan beberapa teknik di atas dalam satu kesatuan.