Apa saja teori investasi yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi?

teori investasi yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi

Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2002) adalah, “Merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat”.

Apa saja teori Investasi yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi ?

Pengertian investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan persediaan barang modal ( capital stock ) terdiri dari pabrik, mesin kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya (Dornbusch dan Fischer, 2004). Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2002) adalah, “Merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat”.

Investasi dapat pula diartikan sebagai pengeluaran masyarakat untuk memperoleh alat-alat kapital baru. Pengeluaran untuk alat-alat kapital ditujukan untuk mengganti alat-alat kapital yang sudah tidak ekonomis dan sebagian lainnya berupa pembelian alat-alat kapital batu untuk memperbesar stok kapital. Investasi meliputi pengeluaran uang yang menyebabkan terjadinya perubahan persediaan atas barang-barang kapital. Investasi yang dilakukan di sektor bisnis didasarkan oleh motif untuk memperoleh keuntungan. Dua faktor penting yang menentukan dilakukannya investasi adalah tingkat keuntungan bersih yang diharapkan oleh pengusaha dari pengeluaran investasi dan faktor suku bunga. (Abu Bakar, 2002).

Teori Investasi Menurut Irawan dan Suparmoko (1992), ada beberapa teori yang dapat menjelaskan seberapa besar tingkat investasi yang dapat diusahakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara ataupun wilayah, yaitu :

1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory)

Teori ini berpendapat bahwa negara yang terbelakang sebaiknya jangan mengadakan industrialisasi cepat-cepat sebab resiko dan kekeliruan-kekeliruan akan terlalu besar untuk dipikul. Injeksi kapital yang banyak adalah kurang baik sampai perekonomian tersebut mampu menyerapnya. Pemilihan teknik-teknik produksi dan investasi didasarkan pada biaya-biaya relatif daripada faktor-faktor produksi. Harus diusahakan untuk memajukan industri-industri kecil, pembangunan masyarakat desa yang menggunakan kelebihan tenaga buruh. Kegiatan yang membutuhkan kapital yang banyak akan diusahakan bila keuntungan melebihi dari kegiatan yang sifatnya padat karya ( labor intensive ).

2. Teori Dorongan Besar (Big Push)

Teori ini secara singkat mengatakan bahwa bila hanya ada sedikit-sedikit usaha untuk menaikkan pendapatan, hal ini hanya mendorong pertambahan penduduk saja yang nantinya akan menghambat kenaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, usaha harus dilaksanakan secara besar-besaran untuk mengatasi perubahan-perubahan penduduk. Implikasinya ialah harus diadakan investasi besar-besaran untuk menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output dengan menggunakan teknik yang paling produktif yang kadang-kadang membutuhkan kapital yang besar. Konsentrasi pada investasi yang selanjutnya menghasilkan alat-alat kapital untuk mempertahankan pendapatan dan pertumbuhan output. Konsumsi sebaliknya ditekan, sehingga investasi dapat terus ada. Titik berat pada “ economic of scale ” yang berupa produksi massa ( large scale production ) dan tentunya juga membutuhkan kapital yang banyak.

3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan (1953), yang menitikberatkan bahwa perekonomian itu ada kemungkinan untuk berkembang apabila ada perimbangan yang baik antara berbagai-bagai sektor di dalam perekonomian. Dengan pertumbuhan seimbang ( balanced growth ) ini diartikan bahwa perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas pada “titik pertumbuhan” ( growing point ) tertentu atau sektor-sektor yang sedang berkembang saja, sebab sektor-sektor lain berhubungan erat. Investasi harus disebarkan pada semua sektor sehingga memperluas pasar antara satu sektor dengan sektor lainnya. Makin erat hubungan saling ketergantungan antar berbagai sektor maka pasar akan semakin kuat. Untuk mewujudkan teori ini tentu saja harus didukung oleh investasi yang besar.

4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth)

Teori ini dikemukakan oleh Hirschman (1992) yang pada awalnya mengkritik teori pembangunan seimbang. Menurutnya bahwa masyarakat yang masih rendah tingkat pendapatannya tidak dapat merubah sistem perekonomian yang tradisional menjadi sistem yang modern. Disamping itu, kapital yang besar tidak dapat disediakan oleh negara yang masih berkembang. Justru dengan tidak adanya keseimbangan akan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih cepat dan biaya-biaya ekspansi dapat diminimumkan. Bila satu sektor masih rendah outputnya maka akan tetap ada permintaan yang banyak di sektor lain dan akan ada suatu keuntungan super normal pada sektor yang rendah outputnya itu.