Apa Saja Teori Belajar dalam Psikologi Pendidikan?

Psikologi pendidikan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor – faktor yang berhubungan dengan dunia pendidikan (Whiterington, 1982).

Teori Behaviorisme

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut merupakan dampak dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dapat diartikan bahwa belajar merupakan bentuk perubahan tingkah laku pada siswa dari interaksi terhadap stimulus. Seseorang dikatakan sudah belajar jika terdapat perubahan pada perilakunya.

Kemudian, dalam teori ini, konsep yang diutamakan adalah input atau stimulus yang diberikan seperti guru mengajarkan pada siswa cara membaca. Kemudian output yang merupakan hasil atau respon akibat dari stimulus, seperti siswa menjadi bisa membaca walaupun masih terbata- bata. Hal tersebutlah yang dikatakan belajar. Namun apabila pada outputnya siswa masih belum bisa membaca, maka proses tersebut belum dikatakan sebagai kegiatan belajar karena tidak ada hasil dari stimulus yang diberikan.

Operant conditioning Theory

Operant conditioning adalah tipe pembelajaran dimana perilaku dikontrol oleh konsekuensi yang bisa diperoleh. Kunci dari operant conditioning ini adalah dukungan positif dan negatif, hukuman positif dan negatif. Dukungan positif adalah memberikan sesuatu yang menyenangkan pada suatu perilaku. Contohnya : guru yang memberikan pujian pada siswanya karena telah menjawab dengan benar. Dukungan negatif adalah membuang sesuatu yang tidak menyenangkan sebagai sikap yang bisa diterima. Contohnya : Di luar sangat bising, sehingga menyalakan TV dengan keras membuat lebih nyaman dan mengurangi suara bising yang tidak menyenangkan.

Kemudian, hukuman positif digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan. Contohnya : Ketika ada seorang anak yang nakal di kelas, dia menerima hukuman berdiri di depan kelas. Hukuman negatif digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan dengan mengambil sesuatu yang menyenangkan. Contoh : Kevin merusak boneka adiknya, sehingga dia tidak diperbolehkan main di luar dengan temannya (Saul, 2015).

Classical conditioning Theory

Classical conditioning merupakan teori dengan melibatkan pembelajaran pada perilaku baru melalui suatu proses yang berkesinambungan. Terdapat tiga tahapan pada teori ini dengan pemberian stimulus baru pada masing masing tahapan.

  1. Tahap 1 – Before Conditioning: pada tahap ini stimulus dari lingkungan yang mengeluarkan respon yang belum dipelajari dan terdapat respon yang tidak pernah terfikirkan. Contoh : Parfum dapat menimbulkan respon kebahagiaan.
  2. Tahap 2 – During Conditioning: Stimulus dari lingkungan tidak berespon berhubungan dengan stimulus yang sudah diketahui. Contoh : parfum mungkin berkaitan dengan seseorang.
  3. Tahap 3 After Conditioning: terbentuknya respon yang baru. Contoh : Seseorang yang sebelumnya berkaitan dengan parfum yang harum menjadi sangat memikat (Mcleod, 2008).

Teori Kognitif

Teori kognitif memfokuskan perubahan proses mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami sekitar. Teori kognitif dugunakan untuk proses pembelajaran yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan lainnya. Kemudian, teori kognitif memiliki empat pronsip dasar : (1) Siswa aktif untuk mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan yang diberikan, (2) Pengembangan pengetahuan tergantung terhadap apa yang sudah mereka pelajari, (3) belajar membangun pengalaman (4) belajar merupakan perubahan struktur mental seseorang.

Koneksionisme

Teori koneksionisme dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1878- 1949) dan dikenal dengan teori stimulus – respon. Menurutnya, dasar belajar merupakan asosiasi dari stimulus dan respon. Stimulus akan memberikan pesan pada panca indera lalu memberikan respon dengan perilaku. Asosiasi seperti hal tersebut disebut koneksi. Prinsip itulah yang disebut koneksionisme.

Teori Gestalt

Gestalt merupakan teori yang menjelaskan proses persepsi melalui penataan komponen sensasi yang memiliki hubungan atau pola menjadi kesatuan. Disimpulkan bahwa, seseorang cenderung melihat sesuatu di sekitarnya sebagai kesatuan yang utuh. Teori Gestalt menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Misalnya, ketika kita sedang melihat awan dan melihat suatu bentuk yang mirip suatu objek.

Implikasi Teori Behaviorisme


1. Teori Keterhubungan Guthrie

Guthrie lebih menekankan pada hubungan antara stimulus dan respons, dan beranggapan bahwa setiap respons yang didahului atau dibarengi suatu stimulus atau gabungan dari beberapa stimulus akan timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu stimulus tertentu akan menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya terbina oleh satu kali percobaan saja, oleh karena itu pengulangan atau repetisi tidak memperkuat hubungan stimulus respons. Namun demikian, Guthrie menekankan pada pentingnya pengulangan atau drill. Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan.

Guthrie akan memulai proses pendidikannya dengan memaparkan tujuan- tujuannya serta dengan mengemukakan respons-respons apa yang perlu dibuat terhadap rangsangan tertentu. Kemudian dia akan menciptakan lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa sehingga respons yang diinginkan dihasilkan sesuai dengan rangsangan yang ada.

Motivasi bagi Guthrie bahkan lebih tidak penting lagi sebagaimana yang dianggap penting oleh Thorndike. Apa yang diperlukan dalam proses belajar hanyalah agar siswa memberikan respons yang tepat ketika hadir suatu rangsangan.

Latihan dianggap penting sekiranya hal ini menyebabkan lebih banyak terjadinya rangsangan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap pengalaman sifatnya unik, maka siswa harus mempelajarinya berulang- ulang. Tidak ada jaminan bahwa siswa yang sudah belajar dua tambah dua sama dengan empat (2 + 2 = 4) di papan tulis akan menjawab sama ketika ia telah duduk di bangkunya. Dengan demikian siswa tidak hanya diharuskan belajar bahwa dua balok tambah dua balok sama dengan empat balok, tetapi mereka harus juga membuat pertambahan yang baru dengan menggunakan benda-benda lain, seperti apel, buku, kucing, dll.

Meskipun pembelajaran secara konstan berlangsung terus, pendidikan dalam kelas merupakan suatu usaha untuk menghubungkan stimulus tertentu dengan responsnya dengan penuh tujuan. Seperti juga Thorndike, Guthrie percaya bahwa pendidikan formal harus menyerupai situasi kehidupan nyata sebanyak mungkin.

Para guru penganut teori Guthrie akan diperbolehkan untuk kadang- kadang menggunakan hukuman untuk menangani perilaku siswa yang menyimpang. Agar pemakaiannya efektif, hukuman harus digunakan ketika perilaku menyimpang tadi terjadi. Lebih jauh lagi hukuman harus menyebabkan timbulnya perilaku yang bertentangan dengan perilaku menyimpang tadi. Jika misalnya siswa yang sedang membuat kegaduhan di kelas dihukum dengan cara diteriaki oleh guru, tetapi reaksinya malah membuat kegaduhan yang lebih besar, maka hukuman itu malah akan menguatkan perilaku yang sedang dilakukannya.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Secara garis besar implikasi teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

  • Keterampilan atau keahlian kegiatan motorik dapat dikembangkan melalui ulangan dalam kegiatan. Kegiatan motorik melibatkan sejumlah stimuli yang merupakan dasar pembinaan kebiasaan. Dengan praktek yang banyak, maka akan terbina kebiasaan atau respons yang benar.

  • Hadiah atau ganjaran dapat bermanfaat hanya bila hal ini menyebabkan adanya kesinambungan kegiatan dalam situasi belajar yang diharapkan. Upaya membina motivasi belajar hanya diterapkan bila individu segan berpartisipasi dalam situasi belajar yang diharapkan.

  • Respons yang baru akan mengganggu respons yang telah dipelajari. Oleh karena itu, kegagalan atau respons yang salah menyebabkan lupa terhadap kebiasaan yang benar. Guru hendaknya lebih menekankan pada keberhasilan dan upaya individu dengan melengkapi situasi belajar yang dapat menjamin keberhasilan siswa. Stimuli lama hendaknya dibatasi sesedikit mungkin sehingga tidak mengganggu.

  • Kondisi situasi belajar hendaknya lebih menyerupai keadaan sebenarnya sehingga respons yang telah dipelajari dapat mengatasi stimuli yang baru secara efektif. Seorang pelatih bola basket yang mempersiapkan timnya untuk suatu pertandingan seharusnya melatih timnya dalarn keadaan yang menyerupai kondisi yang sebenarnya dalam pertandingan itu.

2. Teori Koneksionisme Thorndike

Thorndike merupakan tokoh utama aliran teori belajar koneksionisme, atau yang juga lazim disebut S-R bond theory . Thorndike menjadi terkenal karena hukum belajarnya, yaitu hukum kesiapan, hukum akibat dan hukum latihan.

Jika mengikuti teori Thorndike, maka kita akan mempunyai kelas yang teratur dengan tujuan-tujuan yang ditentukan secara jelas. Tujuan-tujuan ini harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga berada dalam wilayah kemampuan respons siswa. Mereka harus dibagi ke dalam unit-unit yang memungkinkan guru dapat menerapkan “keadaan-keadaan yang memuaskan” ketika siswa membuat respons yang tepat. Lebih jauh lagi, pembelajaran menurut Thomdike harus berlangsung dan yang sederhana mengarah ke yang kompleks.

Motivasi relatif tidak terlalu penting, kecuali dalam menentukan apa yang merupakan “keadaan yang memuaskan” bagi siswa tadi. Perilaku siswa terutama ditentukan oleh pengukuh luar (external reinforcer) dan tidak oleh motivasi intrinsik. Kemudian penekanannya pada penjelmaan respons yang benar terhadap stimulus tertentu.

Respons yang salah oleh karenanya harus dikoreksi secara cepat sehingga tidak terbiasakan. Oleh karena itu pula, ujian dan testing merupakan hal penting, karena darinya siswa dan guru mendapatkan umpan balik tentang proses belajar. Jika siswa telah belajar dengan baik, mereka harus segera diberi reinforcement. Sebaliknya jika siswa mempelajari sesuatu dengan salah, maka kesalahannya harus segera diperbaiki dengan segera. Di situlah pentingnya ujian dilakukan secara teratur.

Situasi belajar hendaknya dibuat menyerupai dunia nyata sebanyak mungkin. Seperti kita lihat, Thorndike pencaya bahwa pembelajaran akan berpindah dari dalam kelas ke lingkungan luar sekolah hanya jika kedua situasi itu memiliki kesamaan dalam banyak hal. Hal ini juga mengindikasikan bahwa mengajarkan siswa memecahkan permasalahan yang sulit tidak meningkatkan kapasitas berpikir mereka.

Oleh karena itu bagi Thorndike, mengajarkan Matematika atau Logika tidak berarti apa-apa, kecuali lingkungan di luar sekolah memang menuntut digunakannya kedua pelajaran tadi untuk memecahkan masalah.

Terakhir, guru-guru yang menganut teori Thorndike akan menggunakan kontrol positif di dalam kelasnya, karena sesuatu yang memuaskan akan menguatkan hubungan tetapi hukuman tidak melemahkannya. Kemudian bagi mereka, ceramah dianggap tidak berguna, dan sebagai gantinya mereka akan memilih teknik mengajar yang didasarkan pada tatap muka satu lawan satu.

Secara khusus implikasi terhadap belajar motorik dikemukakan di bawah ini.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Pengaruh teori koneksionisme terhadap belajar motorik, secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut:

  • Praktek hendaknya dilaksanakan dalam kondisi yang menguntungkan agar proses belajar menjadi efektif. Drill atau pengulangan respons semata-mata tidak menjamin proses belajar yang diharapkan: Hadiah atau ganjaran dan distribusi waktu serta bahan latihan perlu diberikan dan diatur secara nyata.

  • Hukum kesiapan merangsang para ahli menaruh perhatian dan penelitian terhadap kematangan, kesiapan psikologis, dan kesiapan keterampilan.

  • Dalam mengorganisasikan pengalaman belajar siswa, sebaiknya beranjak dari kegiatan yang sederhana dan berlanjut menuju kegiatan yang lebih kompleks. Tugas hendaknya dibagi-bagi dan dikembangkan menurut urutan atau sequence sehingga bagian-bagian tersebut dapat dipelajari sebaik mungkin.

  • Transfer hanya mungkin terjadi bila ada unsur yang identik. Oleb karena itu respons atau reaksi dalam situasi baru akan lebih balk bila situasi itu menyerupai atau mengandung unsur-unsur identik dengan situasi sebelumnya. Kondisi lingkungan fisik dan praktek atau latihan seharusnya sama dengan kondisi permainan atau pertandingan sebenarnya.

  • Hadiah atau ganjaran dapat membantu proses belajar, karena ia memperkuat hubungan stimulus-respons. Namun bagaimanapun juga piala yang mahal tidak menjadi penting sebagai hadiah atau ganjaran.

3. Teori Operant dari Skinner

Skinner tergolong tokoh teori belajar behavioristik yang menonjol dewasa ini. Teorinya banyak melahirkan metode mengajar yang banyak dipraktekkan. Skinner beranggapan ganjaran merupakan faktor penting dalam belajar. Teorinya tentang belajar ini sering disebut sebagai teori kondisioning operant. Suatu operant adalah seperangkat tindakan atau respons. Konditioning operant adalah proses belajar yang menjadikan suatu respons itu lebih mungkin atau sering muncul dengan jalan memantapkan/mengganjar tindakan yang diharapkan.

Berbeda dengan Thorndike yang beranggapan bahwa, ganjaran itu memperkuat hubungan stimulus-respons. Skinner menganggap ganjaran itu semata-mata hanya memperkuat respons. Pengaruh teori operant Skinner merupakan pengaruh yang besar terhadap perkembangan metode belajar masa kini.

Dalam pendidikan, Skinner menuntut bahwa tujuan-tujuan belajar harus ditentukan secara operasional menggambarkan perilaku. Jika suatu unit pelajaran dirancang untuk mengajarkan kreativitas, dia akan bertanya, “Apa yang siswa lakukan kalau mereka kreatif?” Sedangkan jika pelajaran itu dirancang untuk mengajarkan pengertian tentang sejarah, dia akan bertanya, “Apa yang siswa lakukan kalau mereka mengerti sejarah?”

Sebagaimana para behavioris, Skinner akan membuat resep untuk menciptakan lingkungan belajar yang menaruh perhatian terhadap perbedaan individual dalam kecepatan belajar. Untuk itu siswa dapat ditangani secara individual atau memberikan sekelompok siswa dengan materi yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara individual, seperti mesin pengajaran atau buku kerja yang dirancang khusus. Para behavioris akan cenderung untuk menghindari teknik ceramah, karena itu tidak ada cara untuk mengetahui apakah pembelajaran telah berlangsung dan karenanya sulit memberikan reinforcement.

Guru yang menganut teori Skinner akan menghindari penggunaan hukuman. Mereka akan memberikan reinforcement terhadap perilaku yang tepat dan mengabaikan perilaku yang tidak tepat. Menurut Skinner permasalahan perilaku di sekolah adalah hasil dan perencanaan pendidikan yang jelek, seperti gagal memberi kesempatan untuk self-pacing, gagal menggunakan reinforcement yang tepat, pemberian materi yang terlalu sulit untuk dipahami, menggunakan disiplin untuk mengontrol perilaku, menentukan rencana yang terlalu kaku, atau membuat tuntutan yang tidak masuk akal.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Gagasan Skinner yang mempengaruhi belajar motorik dapat dikemukakan berikut ini:

Oleh karena guru dalam situasi belajar tidak sepenuhnya merupakan ganjaran atau reinforcement bagi siswa, maka perlu dicarikan alat bantu mekanik, pengajaran berprogram dan mesin belajar tertentu. Alat bantu mekanik banyak dipergunakan dalam olahraga rehabilitasi, penelitian laboratorium dan kegiatan individual lainnya. Alat bantu itu telah dipergunakan dalam bentuk alat latihan (exercising equipment) dan mesin pengajaran (teaching machine) dalam pelbagai kegiatan motorik.

Kegiatan pengajaran berprograma yang merupakan inti dari mesin pengajaran menjanjikan keuntungan yang besar di kemudian hari.

Guru hendaknya mengusahakan penggunaan swa-penilaian (self testing) sebagai upaya memantapkan respons.

4. Drive-Stimulus Reduction Hull

Perbedaan umum di antara Hull, Thorndike, dan Guthrie berkisar pada penekanan terhadap motivasi. Apa yang menjadi pokok pemikiran Hull, seperti telah dibahas di atas, yakni teori belajar pengurangan drive/ dorongan, atau di sebut juga pengurangan dorongan rangsangan (drive-stimulus reduction). Dengan demikian, untuk kepentingan pembelajaran, maka kekhususan tujuan, pengaturan ruang kelas, dan pentahapan dari yang sederhana ke yang kompleks, Hull mempunyai kesamaan dengan Guthrie dan Thorndike. Baginya, belajar harus melibatkan suatu pengurangan dorongan.

Adalah sulit untuk membayangkan bagaimana pengurangan dorongan utama dapat memainkan peranan dalam pembelajaran di ruang kelas akan tetapi para pengikut teori Hull telah menekankan kecemasan sebagai suatu dorongan dalam pembelajaran manusia.

Dari garis alasán ini, merupakan hal yang mungkin untuk memberikan kemungkinan timbulnya kecemasan pada siswa, yang kemudian dikurangi dengan hadirnya keberhasilan, akan merupakan kondisi belajar yang penting dalam kelas. Kecemasan yang terlalu kecil akan menghasilkan kondisi tanpa belajar. Sebaliknya terlalu banyak kecemasan akan juga menggagalkan pembelajaran. Jadi siswa dengan kecemasan yang cukuplah yang akan mengalami belajar yang paling baik.

Latihan akan dibagi-bagi secara hati-hati sehingga hambatan tidak akan terjadi. Guru seharusnya membagi topik yang diajarkan sehingga siswa tidak mengalami kelelahan yang akan mengganggu pembelajaran. Demikian juga topik pelajaran haruslah diatur sehingga dapat berjalan secara berurutan.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Implikasi yang paling penting dari teori belajarnya Hull terhadap pembelajaran motorik adalah ditemukannya adanya hambatan yang bisa timbul dari kelelahan pada saat latihan. Hal ini dibuktikan dengan keunggulan dan latihan terdistribusi (distributed practice) jika dibandingkan dengan latihan padat (massed practise). Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk merancang proses pembelajaran atau latihan dengan menyertakan masa-masa istirahat (interval) di antara masa latihan. Istirahat yang cukup menjelang masa pencapaian tahap asymptotic (masa pencapaian maksimal), akan meningkatkan pencapaian hasil belajar.

Satu masalah yang belum bisa dijelaskan adalah, dalam berapa lama atau berapa kali ulangankah masa asymptotic ini tercapai? Kesulitan dalam menemukan kepastian ini pun tentunya ditentukan juga oleh jenis tugas gerak macam apa yang membatasinya.

Implikasi Teori Kognitivisme


Sehubungan dengan teori belajar kognitivisme dapatlah dikemukakan bahwa belajar itu pada dasarnya menangkap secara sadar makna dan suatu pola atau suatu keseluruhan. Pola tersebut ada dalam suatu latar belakang atau medan, serta merupakan suatu sosok atau figur. Pemaknaan atau penangkapan arti dan suatu pola merupakan pemahaman (insight) atau pembentukan struktur kognitif yang baru. Belajar adalah mengubah pemahaman dan struktur menjadi lebih teratur dan jelas, terutama tentang karakteristik unsur-unsumya dalam pola yang dihayati.

1. Teori Gestalt dari Wertheimer dkk

Sebagaimana halnya dengan teori koneksionisme yang menghasilkan beberapa hukum belajar behavioristik, teori Gestalt berpengaruh terhadap teori belajar kognitivisme. Hukum-hukum tersebut meliputi hukum sinergis, keterdekatan, kesamaan, ketertutupan dan kesinambungan.

Guru yang berorientasi pada Gestalt akan menekankan kebermaknaan dan pengertian. Bagian-bagian harus selalu dikaitkan dengan keseluruhan sehingga mempunyai makna bagi siswa. Nama-nama dan data sejarah tidak akan mempunyai makna kecuali jika dihubungkan dengan kejadian sekarang atau dengan sesuatu yang penting secara personal terhadap siswa. Satu pengertian sejarah adalah hal yang penting dan itu dicapai dengan mempelajari event-event individual. Tetapi pengertian sejarah selalu lebih besar daripada jumlah event-event individual itu.

Para Gestaltis melihat bahwa masalah yang tidak terpecahkan merupakan sesuatu yang menghadirkan ambiguitas atau suatu ketidakseimbangan organisasional dalam pemikiran siswa, atau suatu kondisi yang tidak diinginkan. Kenyataannya, ambiguitas yang dilihat sebagai keadaan negatif akan menetap sampai masalah itu terpecahkan. Anak yang dihadapkan pada masalah akan mencari informasi baru atau mengatur informasi yang lama hingga ia memperoleh kesadaran (insight) terhadap pemecahan itu. Pemecahan adalah sesuatu yang memuaskan untuk orang yang menghadapi masalah, sama seperti sepiring nasi bagi orang yang lapar.

Dalam hal ini pengurangan ambiguitas dapat dilihat sebagai suatu reinforcement. Akan tetapi pengurangan ambiguitas tadi dapat dianggap sebagai suatu reinforcement intrinsik. Ruang kelas yang berorientasi pada teori gestalt akan dicirikan oleh hubungan timbal balik antara guru dan murid. Guru akan menolong siswa melihat hubungan-hubungan dan mengatur pengalaman mereka ke dalam pola yang bermakna. Merencanakan suatu pengalaman belajarnya akan meliputi dua hal, yaitu:

  • Memulai pelajaran dengan sesuatu yang sudah diketahui

  • Mendasarkan setiap langkahnya pada langkah yang sudah pernah diambil

Semua aspek pelajaran dibagi ke dalam unit-unit yang bermakna, dan unit-unit itu sendiri harus berhubungan dengan suatu konsep atau pengalaman. Guru dalam teori ini akan menggunakan teknik ceramah, tetapi akan mengarahkannya untuk memungkinkan terjadinya interaksi guru-murid. Di atas semuanya, kegiatan menghafal fakta-fakta atau peraturan akan dihindari. Pada dasarnya teori ini berprinsip bahwa hanya siswa yang mampu menangkap

prinsip-prinsip yang terlibat dalam pengalaman belajarlah yang akan mengerti. Ketika apa yang dipelajari bisa dimengerti daripada dihafalkan, maka semuanya akan dapat diterapkan dengan mudah pada situasi baru dan dapat bertahan lama.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Oleh karena penumpukan pengetahuan dan keterampilan tidak sama dengan keseluruhan, maka kegiatan olahraga lebih baik diamati dan dihayati secara keseluruhan (gestalt, global) daripada bagian demi bagian. Oleh karena itu dalam mengajarkan keterampilan olahraga, guru hendaknya memahami dan mengusahakan agar siswa sadar akan kegiatan secara keseluruhan dengan utuh. Praktek kegiatan permainan secara utuh atau pada bagian-bagian yang lebih berarti bukan saja memperbaiki keterampilan khusus tetapi juga membantu siswa menggabungkan bagian-bagian tersebut menjadi satuan pelajaran yang layak. Pertunjukan pendahuluan (preview) melalui demonstrasi, film, slide, penjelasan verbal dan kaji ulang (review) dapat membantu proses penggabungan.

Pola atau penggabungan yang dipahami dalam suatu situasi dapat ditemukan dan digunakan dalam situasi yang lain.

Pemahaman atau struktur kognitif yang lebih baik akan dapat terjadi apabila masalah yang dihadapi ini berada dalam jangkauan siswa. Mempelajani latar belakang atau medan dapat membuat praktek mental (mental practice) lebih berperan dalam mempelajari motorik yang cepat. Pemahaman masalah ini dalam keterampilan motorik dapat terlaksana apabila siswa mempunyai keterampilan dasar yang dapat menyelesaikan pola gerakan yang kompleks.

Pengertian atau pemahaman tentang hubungan antar bagian merupakan hal yang penting dalam belajar agar dapat menjadi efektif. Hubungan antar kegiatan tidak terbatas hanya dalam kegiatan olahraga, tetapi juga antara pelbagai kegiatan program pengajaran yang lain seperti Matematika, PPKN atau program pengajaran yang lairmya.

2. Teori Schemata Piaget

Menurut Piaget, pengalaman-pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar struktur kognitif siswa. Siswa dari usia yang sama dan dari budaya yang sama cenderung mempunyai struktur kognitif yang mirip, tetapi mungkin juga mereka mempunyai struktur kognitif yang berbeda yang memerlukan jenis materi belajar yang berbeda. Pada satu pihak, materi pendidikan yang tidak dapat diasimilasikan ke dalam struktur kognitif anak tidak dapat mempunyai arti sama sekali bagi anak itu. Pada pihak lain, jika materi tersebut dapat sepenuhnya diasimilasikan, juga tidak akan ada proses belajar yang berlangsung.

Agar pembelajaran terjadi, maka materi pelajaran perlu disusun agar setengah darinya diketahui dan separuhnya lagi tidak diketahui oleh siswa. Bagian yang diketahui akan diasimilasi oleh anak dan bagian yang baru akan mengharuskan siswa untuk membuat sedikit perubahan (modifikasi) dalam struktur kognitifnya. Perubahan dalam struktur kognitif tadi dapat dilihat sebagai akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.

Jadi bagi Piaget, pendidikan optimal meliputi pengalaman-pengalaman yang menantang dalam tingkat yang cukup, sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat memberikan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman demikian, guru harus mengetahui tingkat fungsi dan setiap struktur kognitif siswa. Dalam hal ini, dikaitkan dengan program pendidikan, Piaget menghendaki adanya program yang individualized. Kesimpulan ini dicapai dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi perbedaan antar anak dan menyesuaikan materi pendidikan dengan struktur kognitif mereka.

Implikasi terhadap Belajar Motorik

Dengan menerapkan teori Piaget ke dalam pembelajaran motorik, guru harus menyadari bahwa kemampuan anak dalam menguasai keterampilan lebih banyak ditentukan oleh tahapan kematangannya. Oleh karena itu guru perlu membagi-bagi tugas gerak yang harus dipelajari anak disesuaikan dengan usia anak, semakin tinggi usia anak, semakin siap anak itu mempelajari keterampilan yang cukup komplek.

3. Teori Belajar Sosial Bandura

Teori Bandura memiliki banyak implikasi dalam pendidikan. Dan apa yang dikatakannya tentang PO misalnya, bisa disimpulkan bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari dengan pengalaman langsung dapat juga dipelajari melalui observasi. Bandura mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan, sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.

Melalui perencanaan yang matang tentang apa yang harus disajikan, guru dapat mengajarkan para siswanya tidak hanya informasi rutin dan keterampilan, tetapi juga strategi-strategi pemecahan masalah, kode moral, standar penampilan, aturan dan prinsip-prinsip umum, dan juga kreativitas. Guru bisa memberi contoh tentang tindak-tanduk atau tingkah laku yang baik, yang kemudian akan diinternalisasi oleh siswa dan kemudian menjadi standar penilaian dirinya sendiri. Dengan kata lain, standar-standar yang diserap tadi akan menjadi dasar untuk menilai dan menghargai dirinya sendiri. Ketika siswa bertindak sesuai dengan standar dirinya, maka pengalaman tersebut akan memberinya reinforcement. Tetapi jika sebaliknya, pengalaman itu akan memberinya semacam hukuman.

Bagi Bandura, seperti halnya para teorisi Gestalt dan Tolman, reinforcement intrinsik dianggap jauh lebih penting daripada reinforcement ekstrinsik. Dalam kenyataannya memang acap kali, reinforcement ekstrinsik dapat mengurangi motivasi siswa. Bisa mencapai tujuan pribadi juga sangat bararti dalam penumbuhan reinforcement, dan karenanya guru harus membantu siswa dalam merumuskan tujuan-tujuan pribadinya yang tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah.

Implikasinya terhadap Belajar Motorik

Satu hal yang paling jelas dari implikasi teori Bandura dalam pembelajaran motorik yakni perlunya kehadiran seorang model yang bisa diamati. Pelatih yang mampu memberikan demonstrasi gerak merupakan suatu hal yang penting. Namun jika tidak, maka hal itu bisa diganti dengan mendayagunakan media pembelajaran seperti film, televisi, slide, gambar- gambar dan lain-lain.

Bantulah siswa dengan keterangan-keterangan singkat tentang apa yang harus diamati (attentional process) dan demonstrasi atau peragaan yang ada dalam film. Bantu juga siswa untuk mencoba mengingat-ngingat prinsip dan gerakan tadi (retentional proses ). Ciptakan pentahapan yang memungkinkan siswa untuk melakukannya dengan mudah, sehingga menghasilkan proses penghasilan perilaku ( behavioral production process). Dan terakhir, berikanlah informasi tambahan yang bersifat reinforcement (motivasional process).

4. Pengolahan Informasi Norman

Seperti juga Piaget, Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah diketahuinya, yang dalam teorinya di sebut learning by analogy. Pengajaran yang efektif memerlukan guru yang mengetahui struktur kognitif siswa. Mengerti hakikat struktur siswa tidaklah mudah. Oleh karenanya Norman menyarankan satu sumber penting untuk mencari pengertian tersebut yaitu dengan melihat sejumlah pertanyaan yang diajukan siswa. Miyake dan Norman menguji hipotesis bahwa kekerapan pertanyaan yang diajukan di kelas berfungsi sebagai petunjuk jumlah pengetahuan yang dimiliki siswa sekaligus petunjuk tingkat kompleksitas tugasnya. Mereka menemukan bahwa anak yang sudah mendapat sedikit atau beberapa pengenalan terhadap materi yang diajarkan akan bertanya lebih banyak daripada anak yang belum tahu apa-apa sama sekali.

Penemuan ini memang tidak mutlak, sebab kekerapan pertanyaan juga ditentukan oleh tingkat kesulitan materi yang diberikan. Jika materi sulit, tentunya anak yang dibekali pengetahuan akan bertanya lebih banyak. Sedangkan jika materi terlalu mudah, maka anak yang sudah diperkenalkan dengan materi itu akan cenderung tidak lagi mengajukan pertanyaan.

Berdasarkan tinjauan terhadap teori belajar dan implikasinya terhadap motorik, maka karakteristik cara belajar mengajar motorik dapat dirangkum sebagai berikut. Cara belajar mengajar Behavior atau repetisi mengutamakan faktor luar atau ekstemal, yaitu hadiah atau ganjaran memegang peranan yang menentukan. Bahan pelajaran diuraikan menjadi bagian yang terkecil yang harus dipelajari menurut urutan tertentu, atau bersifat molekuler, mengabaikan faktor mental siswa.

Sedangkan ciri-ciri cara belajar mengajar kognitif yakni:

  1. Pemahaman tentang pola atau keseluruhan merupakan faktor yang menentukan.

  2. Bahan pelajaran diberikan secara keseluruhan atau bagian-bagian yang utuh atau bersifat molar.

  3. Memperhatikan faktor mental seperti persepsi, motivasi, kemampuan pnibadi atau tujuan yang jelas.

psiko

Adapun teori-teori yang biasa dilakukan pada psikologi pendikan diantarannya

  • Teori behaviorisme
    Yang merupakan perubahan tingkah laku yang dapat terjadi dari suatu raki antara stimulus dan juga respon, teori ini yang lebih diutamakan adalah input dan juga stimulus pada saat guru memberikn pembelajarn kepada siswa seperti halnya psikologi konseling.

  • Operant conditioning theory
    Tipe pembelajarn seperti ini seperti memberi hukuman yang positif dan juga negatif, seperti guru yang memberikan penghargaan berupa pujian saat siswa menjawab pertanyan dengan benar, pada hukuman positif biasanya diberikan agar dapat mengurangi perilaku negatif yang tidak menyenangkan sedangkan hukuman negatif dilakukan untuk mengambil sesuatu yang menyenngkan dari hukuman tersebut.

  • Clasical Sonditioning Theory
    Yang merupkan sebuah teori dengn belajar perlaku yang baru melalui sebuah proses yang selaras satu dengan yang lainnya. Tahapan stimulus yang biasa dilakukan diantaranya, tahap pertama before conditoning, tahap kedua during conditioning dan tahap yang ketiga dengan after conditioning, diantaranya berkaitan dengan psikologi kepribadian

  • Teori Kognitif
    Sebuah teori yang memfokuskan dalam perubahan suatu proses mental dan juga struktur dalam cara memahami lingkungan sekitar. Dalam teori psikologi humanistik memiliki prinsip dasar diantaranya, siswa yang aktif dalam memberikan pengetahuan menganai pemahaman yang diberikan, perkembangan ilmu pngetahuan tergantung dengan apa yang dipelajari dan yang ketiga belajar membangun sebuah pengalaman serta ke kempat dalam belajar merupakan perubahan struktur mental seseorang.