Apa saja teknik-teknik Konseling?

Teknik-Teknik Konseling

Konseling merupakan suatu proses belajar, terutama bagi klien, untuk mengembangkan perilaku baru dan membuat pilihan, keputusan sendiri ( autonomous ) kearah perubahan yang dikehendaki.

Apa saja Teknik-Teknik Konseling ?

Menurut Makarao (2010), teknik-teknik konseling adalah cara yang digunakan oleh konselor dalam hubungan konseling untuk membantu klien berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi 12 lingkungan yakni: nilai-nilai sosial, budaya, dan agama. Konselor mutlak harus menguasai teknik konseling, karena penguasaan teknik konseling yang baik merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling.

Ada beberapa teknik konseling menurut Makarao (2010) antara lain sebagai berikut :

1. Perilaku Attending
Perilaku attending dapat dilakukan dengan menghampiri klien, kontak mata, bahasa badan, bahasa lisan. Suatu attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

2. Empati
Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Pada prinsipnya empati adalah merasakan apa yang sedang dirasakan klien, tetapi petugas kesehatan tidak larut dalam perasaan klien. Empati dilakukan bersamaan dengan “attending”,tanpa perilaku attending tidak akan nada empati.

3. Refleksi

Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal.

4. Eksplorasi
Eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting, karena klien seringnya menutup diri.

5. Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Konselor harus dapat menangkap pesan utamanya, dan menyatakannya secara sederhana. Paraphrasing yang baik adalah menyatakan kembali pesan utama klien secara seksama dengan kalimat yang mudah dan sederhana.

6. Bertanya untuk Membuka Percakapan (Open Question)
Kebanyakan konselor sulit untuk membuka percakapan dengan klien. Hal ini dikarenakan, konselor merasa sulit menduga apa yang dipikirkan klien, sehingga sulit untuk mengajukan pertanyaan yang pas. Sebaiknya tidak menggunakan kata-kata mengapa? dan apa sebabnya? Hal ini akan menyulitkan klien, dikarenakan klien tidak tahu atau sengaja ditutupi.

7. Bertanya Tertutup (Close Question)
Bentuk-bentuk pertanyaan tertutup, baik diajukan ke klien, agar klien dapat menjawab dengan mudah misalnya: Ya, Tidak.

8. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung dan singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti: oh, ya, lalu. Seorang konselor harus 14 dapat mengupayakan, agar kliennya terlibat dalam pembicaraan dan mau terbuka tentang dirinya (Self Disclosing).

9. Interpretasi
Dalam interpretasi ini, upaya konselor untuk mengulas pemikiran, perasaan, perilaku serta pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan interpretasi ini adalah: memberikan rujukan, pandangan, perilaku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.

10. Mengarahkan (Directing)
Untuk mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling, perlu ada ajakan dan arahan dari konselor. Keterampilan konseling yang mengatakan kepada klien, agar dia berbuat sesuatu, mengarahkannya agar melakukan sesuatu.

11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Menyimpulkan sementara perlu dilakukan, agar pembicaraan makin jelas. Setiap periode waktu tertentu, konselor bersama klien perlu menyimpulkan hasil pembicaraan. Untuk itu sangat diperlukan kebersamaan, agar klien merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, sehingga mampu mengambil keputusan pemecahan masalah yang dihadapinya, konselor hanyalah membantu. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan dari menyimpulkan sementara adalah sebagai berikut: memberi feedback, menyimpulkan, meningkatkan kualitas diskusi.

12. Memimpin (Leading)
Sebagai konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan, agar tercapai tujuan konseling. Tujuannya adalah: agar klien tidak menyimpang dari fokus pembicaraan.

13. Fokus
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi dari pembicaraan dengan klien. Fokus membuat klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan.

14. Konfrontasi
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inkonsistensi antar perkataan dengan bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan.

15. Menjernihkan (Clarifying)
Menjernihkan adalah suatu keterampilan untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Teknik ini mempunyai tujuan: agar klien dapat menyatakan pesannya dengan jelas, agar klien dapat menjelaskan, mengulang, mengilustrasikan perasaannya.

16. Memudahkan (Facilitating)
Memudahkan adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.

17. Diam
Banyak orang bertanya tentang kedudukan diam dalam kerangka proses konseling. Sebenarnya diam adalah sangat penting digabung dengan teknik attending. Diam bukan berarti tidak ada komunikasi, akan tetapi tetap ada, yaitu melalui perilaku nonverbal. Yang paling ideal, diam itu paling lama 5-10 detik, dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. Akan tetapi, jika konselor yang menunggu klien yang sedang berpikir, mungkin diamnya bisa lebih dari 5 detik, hal ini relatif, tergantung dari feeling konselor.

18. Mengambil Inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan konselor manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam dan kurang partisipasif. Konselor harus dapat mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi.

19. Memberi Nasihat
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya. Apakah pantas untuk memberi nasihat atau tidak. Sebab dalam memberi nasihat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni “kemandirian klien” harus tetap tercapai.

20. Pemberian Informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan pemberian nasihat. Selanjutnya jika konselor tidak memiliki informasi tersebut, sebaiknya dengan jujur katakana bahwa tidak mengetahuinya. Akan tetapi, jika konselor mengetahui tentang informasi tersebut, sebaiknya disampaikan, agar klien mengetahui informasi tersebut.

21. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling, seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu rencana yang baik adalah hasil kerjasama antara konselor dengan klien.

22. Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang didapat, menyangkut halhal sebagai berikut: bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama mengenai kecemasan, memantapkan rencana klien, pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikut.

Perilaku Attending

Menurut pendapat Tohirin (2014) menyatakan bahwa attending merupakan upaya konselor menghampiri peserta didik yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilkau attending yang baik harus mengombinasikan ketiga aspek sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat peserta didik terlibat pembicaraan dan terbuka.

Perilaku attending yang baik dapat;

  1. Meningkatkan harga diri konseli,
  2. Menciptakan suasana yang aman dan akrab, dan
  3. Mempermudah ekspresi perasaan konseli dengan bebas.

Wujud perilaku attending dalam konseling adalah;

  1. Kepala mengangguk sebagai pertanda setuju atas pernyataan konseli,
  2. Ekspresi wajah tenang, ceria, dan senyum,
  3. Posisi tubuh condong ke arah konseli, jarak duduk antara konselor dengan konseli agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan,
  4. Melakukan variasi isyaratan gerakan tangan atau lengan secara spontan untuk memperjelas ucapan (pernyataan konselor), dan
  5. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, menunggu ucapan peserta didik hingga selesai, diam (menunggu saat kesempatan beraksi), perhatian terarah pada peserta didik (lawan bicara).

Refleksi Perasaan

Menurut pendapat Tohirin (2014) menyatakan refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interprestasi dimulai. Refleksi perasaan bisa bersifat positif, negatif, dan ambivalen.

Refleksi perasaan positif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling dalam konseling melalui pernyataan persetujuan atas apa yang disampaikan oleh konseli. Refleksi perasaan negatif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling melalui pernyataan ketidaksetujuan atau penolakan konselor atas apa yang dinyatakan oleh konseli. Sedangkan refleksi perasaan yang ambivalen (masa bodoh) ditunjukkan oleh konselor dengan membiarkan saja (tidak menyatakan setuju dan tidak menolak) atas apa yang dinyatakan oleh konseli.

Teknik Paraphrasing (Menangkap Pesan Utama)

Sering siswa mengemukakan pikiran, ide, perasaan, pengalaman secara berbelit-belit dan tidak terarah sehingga intinya sulit dipahami. Menurut pendapat Tohirin (2014) untuk memudahkan konseli memahami pikiran, ide, perasaan, dan pengalamannya, guru perlu menangkap pesan utama dari apa yang disampaikan oleh konseli dan menyampaikannya kepada konseli dengan menggunakan bahasa yang digunakan konselor itu sendiri.

Tujuan paraphrasing antara lain adalah mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan peserta didik. Selain itu, paraphrasing juga bertujuan untuk mengatakan kembali kepada konseli bahwa konselor selalu bersama konseli, berusaha untuk memahami apa yang diungkapkan konseli, mengendapkan apa yang dikemukakan konseli dalam bentuk ringkasan, memberi arahan wawancara konseling, dan mengecek kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan konseli.

Teknik Bertanya

Umumnya konselor mengalami kesulitan untuk membuka percakapan dengan konseli, karena sulit menduga apa yang dipikirkan konseli. Untuk itu, konselor harus memiliki keterampilan dalam bertanya.

Teknik bertanya ada dua macam, yaitu bertanya terbuka dan tertutup. Pada pertanyaan terbuka konseli bebas memberikan jawabannya, sedangkan pertanyaan tertutup telah menggambarkan alternatif jawaban misalnya ya atau tidak, setuju atau tidak setuju, dan lain sebagainya.