Apa saja tantangan-tantangan dalam hubungan antara Konselor dan Klien?

Konseling adalah Suatu pertalian timbal balik antara 2 orang individu dimana yang seorang (counselor) membantu yang lain (conselee) supaya ia dapat memahami dirinya dalam hubungan denfgan masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan waktu yang akan datang.

Apa saja tantangan-tantangan dalam hubungan Konselor dan Klien ?

Dalam sejumlah situasi, konselor dapat saja mengalami kesulitan kesulitan karena adanya kesenjangan antara bagaimana seharusnya ia menjadi konselor dengan apa yang senyatanya ia alami. Menurut Yeo (2003, 104)

Beberapa kesenjangan berkaitan relasi dengan klien yang dialami konselor, yaitu:

  1. Membuka diri

    Sebagian klien mengharapkan para konselor mau menceritakan informasi- informasi pribadi tentang diri konselor sendiri dan berusaha mendapatkan kesejajaran dalam relasi. Tentu saja tidak ada salahnya konselor menceritakan sejumlah informasi tentang dirinya kepada klien, misalnya apa kualifikasi gelar konselor, riwayat pendidikan, keluarga, dsb.

    Namun meskipun demikian, tidak wajar dan juga tidak perlu bahwa konselor terlalu membuka kehidupan pribadinya, masalah-masalahnya, pengalaman masa lampau atau keluarganya. Dengan arti ini, konseling tidak lagi menjadi relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi konseling bukan masalah ”buka- bukaan” antara konselor-klien, tetapi lebih dimaksdukan untuk menolong klien menghadapi masalah-masalahnya.

  2. Perasaan-perasaan konselor terhadap klien

    Bagaimana seandainya konselor marah terhadap klien ?. Para konselor terus-menerus diingatkan untuk menerima, memahami dan bersikap sabar terhadap klien. Tetapi tidak semua klien dapat disukai oleh konselor. Sejumlah klien bisa saja menjengkelkan, berperilaku kasar, dan buruk. Apa yang harus dilakukan konselor apabila ada dalam siyuasi seperti ini?

    • Yang pertama dilakukan oeleh konselor adalah mengakui bahwa dirinya bukan malaikat. Konselor adalah manusia biasa yang dapat terpengaruh oleh klien dan kadang-kadang tidak suka pada mereka.

    • Yang kedua konselor dapat membicarakannya dengan sejawat, mendiskusikan bersama dengan mereka.

  3. Daya Tarik seksual

    Konseling mencakup situasi-situasi yang melibatkan perasaan-perasaan antara dua orang atau lebih. Konselor menjadi lebih rentan dalam situasi tatap muka dengan satu orang. Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya tarik seksual kliennya. Hal penting adalah konselor dapat membuat batasan-batasan yang jelas pada awal sesi konseling (misalnya dengan menggunakan teknik strukturing).

    Selain itu konselor dapat mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan dengan tidak menutup-nutupi kenyataan ini dari rekan-rekan sejawat atau konselor yang lebih senior. Konselor perlu mengambil sikap tegas dan tidak kompromi dengan situasi- situasi semacam ini.

Setiap profeional dalam bidang menolong orang lain (helping profesion) akan berhadapan dengan siatuasi-situasi dimana klien ”menantang” kehandalan, pengalaman dan kepakaran konselor. Kadang-kadang perilaku klien ini dianggap sebagai sikap menutup diri terhadap konseling atu pada umumya klien melakukan resistensi.

Perilaku seperti ini sebenarnya wajar, setidaknya klien menginginkan jaminan dan mendapatkan sosok konselor yang berkompeten dalam rangka membantu pemecahan masalahnya. Yeo (2003, 110) mengemukakan beberapa sikap yang bisa konselor lakukan berkaitan dengan sikap atau perilaku ”menantang” klien.

  1. Konselor tidak bersikap defensif
    Konselor mencoba untuk memahami bahwa klien sedang cemas dan tidak pasti. Kemungkinan sikap ”menantang” klien akan muncul. Terkadang klien mengatakan sesuatu yang mungkin konselor merasakan bahwa itu merendahkan diri konselor. Misalnya dengan mengatakan ” bagaimana saya tahu apakah Anda (konselor) mampu menolong saya ?”.

  2. Konselor tidak menganggap rendah dirinya sendiri.
    Konselor tidak perlu menganggap rendah dirinya sendirinya. Adalah wajar bahwa seorang profesional juga memiliki kekurangan pada dirinya.Namun yang paling penting adalah ada usaha untuk selelu mencoba lebih baik dari sebelumnya.

  3. Siap menghadapi berbagai pertanyaan dari klien
    Apapun pertanyaan dari klien, konselor mencoba untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Konselor tidak boleh menghindar atau menyensornya. Apabila konselor tidak bersedia menjawab pertanyaan- pertanyaan yang sangat intim, konslor bisa menjawab secara ringkas dan mengarahkan klien untuk terpusat pada dirinya sendiri.

  4. Memberi kesempatan klien untuk mencoba
    Jika klien ragu-ragu terhadap konseling, baik apabila memberikan kesempatan untuk mencoba. Konselor dapat mengatakan pada klien bahwa wajar apabila mereka ragu-ragu dan mungkin menganggap hasil konseling tidak sesuai dengan keinginan mereka. Namun tidak ada salahnya bila konselor memahamkan klien untuk mencoba hasil dari konseling. Hal ini penting karena mengingat konseling merupakan suatu proses yang membutuhkan tahap tertentu dalam penyelesaian suatu masalah, dan tentunya dalam proses konseling telah dibicarakan kelemahan kelebihan dari masing-masing alternatif pemecahan masalah.

Sumber :
Mulawarman, Eem Munawaroh, Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi Konselor Pendidikan, Universitas Negeri Semarang