Apa saja Tantangan Pembangunan Indonesia?

Tantangan Pembangunan Indonesia

Tantangan utama pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan.

Apa saja Tantangan Pembangunan Indonesia?

1 Like

Tantangan utama pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan. Kualitas kehidupan yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi. Namun, kiranya pendapatan bukanlah satu-satunya ukuran kesejahteraan. Hal lain yang tidak kalah penting yang perlu diperjuangkan adalah masalah pendidikan, peningkatan standar kesehatan, nutrisi, pemberantasan kemiskinan, kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual, dan penyegaran kehidupan budaya. Namun, patut dicatat bahwa apa yang disebut sebagai “kehidupan yang lebih baik” itu sangat relatif, harus melibatkan nilai-nilai ( values ) dan pengukuran nilai-nilai ( value judgment ). Dengan demikian, dalam terminologi pembangunan terdapat pengukuran nilai tentang apa yang baik (pembangunan) dan apa yang buruk (keterbelakangan). Akan tetapi, perlu direnungkan pemaknaan “pembangunan” itu sendiri tidak sama bagi setiap orang.

1. Kemiskinan
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahankemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenagatenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara- negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

2. Pembangunan kelautan
Isu strategis pembangunan kelautan yang meliputi bidang-bidang seperti pertambangan, pariwisata bahari, perikanan, ekonomi masyarakat pesisir, angkutan laut, dan industri maritim. Tentu saja bidang-bidang yang dikemukakan itu bisa ditambah dengan isu-isu strategis di berbagai bidang kelautan lainnya, seperti bioteknologi, bidang perlindungan sumber daya kelautan yang menyangkut, antara lain sumber daya pusaka/warisan yang terendam, terumbu karang berbagai spesies laut, dan lain-lain, serta bidang keamanan dan pengamanan laut. Di bagian akhir dari makalahnya, penyaji menyampaikan arahan dan rekomendasi tentang kebijakan pembangunan kelautan di Indonesia.

Masalah pembangunan dalam kontes pelaksanaan peraturan perundangundangan mengenai otonomi daerah (Undang-Undang No.22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No.25 tahun 1999) perlu juga dilihat dalam kaitannya dengan konvensi-konvensi internasional, dalam rangka pergeseran pembangunan kelautan dari rejim yang bersifat sentralistik ke rezim desentralistik. Mengenai hal-hal yang menyangkut tanggung jawab negara sebagai peserta ( contracting party ) dari sesuatu konvensi internasional yang bersifat vital/strategis seyogianya berada di tangan pemerintah pusat. Umpamanya mengenai tanggung jawab atas keselamatan kapal dan navigasi di laut dan perairan pelabuhan di mana tersangkut keselamatan jiwa manusia dan harta benda di laut, pengaturan tentang pencegahan dan pencemaran laut, pengawasan atas sistem sertifikasi pelaut, keamanan di laut seyogianya berada di tangan pemerintah pusat.

3. Pendekatan ekosistem dalam otonomi daerah
Masyarakat pada dewasa ini tidak lagi diposisikan sebagai beban pembangunan. Keberhasilan suatu negara dalam pembangunan, tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada peran serta aktif masyarakatnya. Oleh karena setiap kebijakan pembangunan yang dikeluarkan pemerintah pada dasarnya ditujukan bagi masyarakat itu sendiri. Sudah sewajarnyalah masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam ikut menentukan arah kebijakan pembangunan.

Di era otonomi saat ini, setiap daerah diberikan kebebasan untuk melaksanakan pembangunan daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Permasalahannya kini adalah bagaimana daerah tersebut melihat potensi yang mereka miliki bisa memberikan dukungan terhadap pembangunannya. Potensi yang paling penting sebenarnya adalah masyarakat. Namun, bagaimana masyarakat itu diberdayakan, merupakan persoalan lain yang harus diselesaikan. Partisipasi masyarakat adalah sebuah proses yang menyediakan individu suatu kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan publik dan merupakan komponen dalam proses keputusan yang demokratis.

Partisipasi masyarakat merupakan arti sederhana dari kekuasaan masyarakat ( citizen power ). Hal tersebut menyangkut redistribusi kekuasaan yang memperbolehkan masyarakat miskin dilibatkan secara sadar dalam prosesproses ekonomi dan politik. Partisipasi masyarakat juga merupakan strategi, dalam hal ini masyarakat miskin ikut terlibat dan menentukan bagaimana pemberian informasi, tujuan, dan kebijakan dibuat, jumlah pajak yang dialokasikan, pelaksanaan program-program, dan keuntungan-keuntungan seperti kontrak-kontrak dan perlindungan-perlindungan diberikan.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembangunan suatu masyarakat, di antaranya adalah pendekatan ekosistem (Alchin & Decharin, 1979). Pendekatan ekosistem mendasarkan pada beberapa asumsi yang terdapat dalam pembangunan masyarakat. Berikut ini, asumsi-asumsi tersebut.

  1. Masyarakat didefinisikan sebagai suatu “tempat” di mana keputusankeputusan dapat diambil dan usaha-usaha dapat dijalankan untuk mencapai tujuan-tujuan Pembangunan.

  2. Pembangunan masyarakat dipertimbangkan dengan adanya perubahanperubahan di dalam organisasi, tujuan, rencana, dan perilaku masyarakat.

  3. Tujuan utama dari pembangunan masyarakat adalah meningkatkan ketersediaan, distribusi, dan penggunaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota masyarakat yang secara naluriah sudah ditentukan (hasrat, keinginan, dan harapan).

  4. Informasi merupakan kebutuhan yang penting dalam proses pembangunan masyarakat. Informasi tersebut meliputi jenis dan jumlah sumber daya yang tersedia, tujuan-tujuan untuk meningkatkan persiapan, penyediaan, dan penggunaan sumber daya, rencana saat ini dan yang akan datang, serta kegiatan-kegiatan untuk memperoleh, menyiapkan, mendistribusikan, dan menggunakan sumber daya.

  5. Sebagai agen perubahan ( agent of change ), masyarakat berada dalam suatu proses perencanaan dan kegiatan untuk memperkenalkan ide-ide yang mempengaruhi rencana orang-orang dan organisasi di dalam masyarakat, pada saat ini dan yang akan datang.

  6. Partisipasi para pemimpin dan warga negara dalam mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan dalam merencanakan serta menyatakan bahwa program pembangunan adalah hal yang mendasar.

4. Pembangunan lingkungan
Sejak tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius, tidak saja dari kalangan ilmuwan, tetapi juga politisi maupun masyarakat umum. Perhatian tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap lingkungan hidup, tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia.

Beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950, yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari oleh Kadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng (Zn). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim di sekitar Teluk Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh air raksa (Hg) yang terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Air yang dikonsumsi tersebut pada tubuh manusia mengalami kenaikan kadar ambang batas keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata.

Sejalan dengan gagasan ecodevelopment tersebut maka pembentukan WCED (World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983 mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek, yaitu keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan risiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi, serta kerja sama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland (Brundtland Commission) di tahun 1987, yaitu ”Hari Depan Kita Bersama” (Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development (pembangunan berkelanjutan).

Dalam perjalanan sejarah lingkungan hidup secara global, aspek kelestarian lingkungan hidup juga tidak dapat dilepaskan peranan LSM Internasional di antaranya European Communites (EC), OECD, IUCN, atau Association of Southeast Asian Nations. Beberapa LSM Internasional yang terlibat aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah, seperti WWF, TNC Indonesia Program, WEC, OISCA, AWB, CUSO, FWZS, ICBP, Sticthing FACE, Conservation International, maupun Care International Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup.

5. Globalisasi
Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era ini, kondisi persaingan antarpelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat (Kuncoro, 2004). Dalam konteks inilah diperlukan ”strategi berperang” modern untuk memenangkan persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama, visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat merespons setiap perubahan. Ketiga, taktik yang mempengaruhi arah dan gerakan pesaing