Apa saja Tahapan-tahapan dalam Proses Mendengarkan secara Aktif?

Orang dapat mendengar banyak suara, meskipun tidak mendengarkan. Ia juga dapat mendengarkan tetapi tidak mengerti—seakan-akan ia hanya mendengar rentetan kata-kata saja.

Mendengarkan’ dan ’mendengar’ adalah dua istilah yang berbeda dan harus dibedakan secara tegas.

’Mendengar’ adalah sensasi fisik yang bersifat alami dan tidak disengaja terhadap rangsangan suara lingkungan. Mendengar adalah peristiwa mekanis yang tidak terelakkan.

’Mendengarkan’, sebaliknya, melibatkan pengertian dan tanggapan terhadap suara lingkungan. Pengertian dan tanggapan adalah unsur hakiki dari konsep ’mendengarkan’ dan tidak dikenal dalam konsep ’mendengar’.

Apa saja tahapan-tahapan dalam proses mendengarkan secara aktif ?

Berbeda dengan ’mendengar’, ’mendengarkan’ adalah hasil konsentrasi, yang menuntut kerja keras secara fisik maupun psikologis.

Secara operasional, ”mendengarkan dapat diberi definisi sebagai proses lima tahapan yang meliputi sensasi (sensing), penafsiran (interpreting), evaluasi (evaluating), ingatan (remembering), dan tanggapan (responding) terhadap pesan-pesan yang diucapkan. (Steil et al, 1983).

Penjelasan kelima tahapan dalam proses mendengarkan di bawah ini mengacu pada buku Lyman K. Steil et al. (1983) yang berjudul Effective Listening: Key to Your Success.

  1. Sensasi: Secara fisik mendengar dan memperhatikan suara pesan. Penerimaan secara fisik dapat terganggu oleh berbagai faktor, seperti kebisingan, gangguan alat pendengaran, atau tiada perhatian. Sensasi mengabaikan gangguan dan fokus pada ’pencatatan’ pesan-pesan suara di lingkungan;

  2. Penafsiran: Mengurai pesan dan meresapi apa yang didengar. Saat mendengarkan kita memberikan nilai pada ucapan kata-kata berdasar nilai, kepercyaan, ide, pengharapan, dan pengalaman. Kerangka acuan pembicara mungkin jauh berbeda dengan kerangka acuan kita. Maka kita bertanggung jawab untuk menentukan apa yang dimaksud oleh pembicara. Dengan memperhatikan tanda-tanda nirkata, kita dapat meningkatkan ketepatan penafsiran pesan-pesan;

  3. Evaluasi: Membentuk opini tentang pesan. Memilih dan memilah berbagai ucapan, memisahkan fakta dari opini, mengevaluasi kualitas bukti-bukti, terutama bila pokok pesan merupakan masalah yang rumit atau bermuatan emosional. Kita cenderung mengabaikan ide-ide dari orang-orang yang tidak terkenal dan bergegas memeluk ideide dari tokoh-tokoh kharismatis;

  4. Mengingat: Menyimpan pesan dalam memori agar dapat digunakan untuk kesempatan lain. Menyimpan garis besar pemikiran yang disampaikan pembicara. Seorang pembicara yang baik membantu pendengar dengan menekankan ide pokok, mengkaitkan dengan ide-ide lain dalam perkembangan, dan merangkum kembali ide-ide pokok dan hikmah dari hubungan ide-ide tersebut;

  5. Menanggapi: Mengakui penerimaan pesan dengan menyampaikan tanggapan kepada pembicara. Dalam situasi interpersonal atau kelompok, tanggapan itu mungkin berupa ucapan verbal. Namun bila di tengah orang banyak atau dalam situasi publik, tanggapan awal itu berbentuk tepuk tangan, tertawa, atau bahkan terdiam. Baru kemudian kita memutuskan untuk bertindak sesuatu atas pesan-pesan yang sudah kita dengarkan.

Penjelasan singkat di atas menunjukkan bahwa proses mendengarkan membutuhkan tekad, upaya keras yang kosisten, dan pengorbanan waktu, sebab pada setiap tahapan kegiatan dapat terhenti oleh berbagai kendala.

Carl Rogers, dalam artikel klasik ”Barriers and Gateways to Communication,” menyatakan bahwa hambatan terbesar untuk mendengarkan orang lain adalah

”kecenderungan kita untuk menghakimi, menilai, menyetujui, atau tidak menyetujui pernyataan orang lain. … Kecenderungan ini meningkat tajam bila situasi melibatkan perasaan dan emosi yang mendalam.” (Rogers dan Roethlisberger, 1991).

Ada lima tahapan dalam proses mendengarkan, yaitu: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010)

  1. Hearing. Dalam tahap ini, pendengar baru hanya menangkap dan memproses sinyal dari si pembicara.

  2. Informational Listening. Dalam tahap ini, pendengar mengidentifikasi sinyal yang diproses tadi sebagai kata-kata. Pada tahapan ini, terjadi perpindahan dari Hearing menjadi Listening.

  3. Critical Listening. Dalam tahap ini, pendengar melibatkan apa yang pembicara sampaikan dengan berfokus pada logika, alasan, dan sudut pandang dari si pembicara.

  4. Self-Reflexive Listening. Dalam tahap ini, pendengar merefleksikan apa yang disampakan oleh pembicara dengan mengaplikasikannya ke dalam hidup si pendengar.

  5. Conscious Listening. Dalam tahap ini, pendengar telah menerima atau terbuka dengan sudut pandang si pembicara.

Conscious Listening

Conscious Listening merupakan tahap akhir dalam proses Listening yang baik. Apabila proses Listening tidak mencapai Conscious Listening, maka yang terjadi hanyalah ketidakfahaman dan kesalahan dalam mengolah informasi yang didengar.

Conscious Listening akan terjadi ketika seluruh pihak yang berkomunikasi terlibat dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi seluruh kelompok, team, dan perusahaan.

Menurut Peter Senge, Conscious Listening didefinisikan sebagai sebuah pola yang lebih dalam mengenai makna yang mengalir melalui sebuah kelompok yang membangun kesadaran akan pemikiran kolektif yang memungkinkan untuk mengubah pengalaman kita. (dalam Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010)

Conscious Listening dapat membangun hubungan antar individu yang saling bergerak untuk kepentingan bersama. Conscious Listening membuka komunikasi yang dilandasi dengan adanya pembagian visi, tujuan, dan nilai hubungan bersama.

Conscious Listening merupakan keterampilan bisnis yang cukup vital. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjadi Conscious Listener, yaitu: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010) :

  1. Berhenti berbicara. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening apabila digabungkan dengan terus berbicara.

  2. Berhenti bereaksi. Kita tidak bisa melakukan Conscious Listening apabila kita hanya fokus pada memformulasikan apa yang akan kita bicarakan selanjutnya.

  3. Mendengar dengan perasaan. Mendengarkan secara empatik dapatmembuat kita mengerti apa yang orang lain rasakan saat mendengarkan mereka.

  4. Mendengar untuk isyarat diri sendiri. Memahami apakah yang orang lain katakan benar adanya tentang diri kita.

  5. Mendengar untuk termotivasi. Jadikan apa yang dikatakan oleh pembicara menjadi motivasi untuk diri kita sendiri.

  6. Mendengar dengan niat. Semua bermula dari niat kita untuk mau mendengarkan. Apabila kita tidak niat untuk mendengarkan dari awal, maka kita tidak dapat melakukan Conscious Listening.

  7. Mendengar untuk keuntungan. Conscious Listening jika dilakukan dengan benar akan memberikan keuntungan, baik dalam jangka waktu panjang maupun pendek.

  8. Mengulang kembali dengan tenang apa yang orang lain bicarakan dengan tujuan untuk memastikan.

  9. Mengusulkan alternatif yang dapat menguntungkan semua pihak dalam perusahaan.