Apa saja sumber ilmu pengetahuan dalam empirisme?

Sumber pengetahuan, didefinisikan oleh Dr. Mulyadi Kartanegara sebagai alat atau sesuatu dari mana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang berbeda-beda sifat dasarnya. Karena sumber pengetahuan adalah alat maka Ia menyebut indra, akal, dan hati sebagai sumber pengetahuan.

Sementara John Hospers dalam bukunya yang berjudul An Intruction to Filosofical Analysis , sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo menyebutkan beberapa alat untuk memperoleh pengetahuan, antara lain pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan keyakinan.

Pengalaman indrawi atau sense-experince


Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman manusia dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan pemanfaatan alat indra manusia. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada fakta-fakta indrawi manusia.

John Locke (1632−1704) mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa, seperti kertas putih yang belum ternoda. Pengalaman indrawinya mengisi catatan harian jiwa hingga menjadi pengetahuan yang sederhana sampai begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang cukup berarti.

Selain John Locke, ada juga David Hume (1711−1776) yang mengatakan bahwa manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa- apa. Manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan ( impression ), dan pengertian atau ide ( idea ). Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar. Sementara ide adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.

Gejala alam menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan pancaindra dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian, seperti langit yang mendung dan biasanya diikuti oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini, akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep gagasan indrawi dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan hubungan urutan-urutan peristiwa tersebut.

Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman indrawi sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indra bukanlah pengetahuan yang benar. Walaupun demikian, ternyata indra mempunyai beberapa kelemahan, antara lain * Keterbatasan indra
Keterbatasan ini taampak pada kasus seperti semakin jauh objek, semakin kecil ia penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil atau kecil.

  • Indra menipu
    Penipuan indra terdapat pada orang yang sakit. Misalnya, penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit, dan udara yang panas dirasakan dingin.
  • Objek yang menipu, seperti pada ilusi dan fatamorgana.
  • Objek dan indra yang menipu.
    Penglihatan kita kepada kerbau atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan ekornya tidak kelihatan dan kedua binatang itu tidak bisa menunjukkan seluruh tubuhnya.

Kelemahan- kelemahan pengalaman indra sebagai sumber pengetahuan maka lahirlah sumber kedua, yaitu rasionalisme.

Penalaran atau reasoning


Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran manusia menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan cara mempertentangkan pernyataan yang ada dengan pernyataan baru. Kebenaran dari hasil kontradiksi keduanya merupakan ilmu pengetahuan baru.

Rene Descartes (1596−1650) dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme tidak menganggap pengalaman indra (empiris) sebagai sumber pengetahuan, tetapi akal (rasio). Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indra dalam memperoleh pengetahuan, tetapi indra hanyalah sebagai perangsang agar akal berpikir dan menemukan kebenaran/pengetahuan.

Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indra, mengolahnya dan menyusunnya hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini, akal menggunakan konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal serta merupakan abstraksi dari benda-benda konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indra, akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indra, yaitu pengetahuan yang bersifat abstrak, seperti pengetahuan tentang hukum/aturan yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis, tetapi tidak empiris.

Meskipun rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman indranya, rasionalisme dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial karena akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.

Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798−1857) dan Iammanuel Kant (1724−1804). Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut paham ini, indra sangat penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indra harus dipertajam dengan eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya, panas diukur dengan derajat panas, berat diukur dengan timbangan, dan jauh dengan meteran.

Otoritas atau authority


Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah kewibawaan kekuasaan yang diakui oleh anggota kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kebenarannya ini tidak perlu diuji lagi.

Intuisi atau instuition.


Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan manusia yang memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan kejiwaannya. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari intuisi tidak dapat dibuktikan secara nyata merta melainkan melalui proses yang panjang dan tentu dengan memanfaatkan intuisi manusia.

Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme dilontarkan oleh Hendry Bergson (1859−1941). Menurutnya bukan hanya indra yang terbatas, akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indra dan akal hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek tersebut. Dengan memahami keterbatasan indra, akal, serta objeknya, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi. Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap, dan menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.

Lebih lanjut, Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis. Intuisi dan analisis bisa bekerja sama dan saling membantu dalam menemukan kebenaran. Namun, intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.

Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu? Pengertian adil akan berbeda bergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim, dan dari jaksa. Adil mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini, intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.

Wahyu atau revelation


Ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi melalui para nabi dan utusan-Nya demi kepentingan umat. Dasar penerimaan kebenarannya adalah kepercayaan terhadap sumber wahyu itu sendiri. Dari kepercayaan ini munculah apa yang disebut dengan keyakinan.

Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang di kalangan agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.

Wahyu Allah berisikan pengetahuan yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta, dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhirat nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.

Keyakinan atau faith.


Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sebuah keyakinan yang kuat. Keyakinan yang telah berakar dalam diri manusia atas kebenaran wahyu Ilahi dan pembawa berita Wahyu Ilahi tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak perlu diuji kebenarannya. Penganutnya akan serta merta mempercayainya sebagai sebuah keharusan.