Apa saja Strategi Perang Yang Digunakan Oleh Mehmet II Untuk Menaklukkan Konstantinopel Dalam Bidang Militer?

Penaklukkan Konstantinopel

Apa saja Strategi Perang Yang Digunakan Oleh Mehmet II Untuk Menaklukkan Konstantinopel Dalam Bidang Militer?

Mehmet II mempersiapkan penyerangan ke Konstantinopel dengan seksama, dia mempersiapkan peta untuk mengepung Konstantinopel, bahkan melakukan pengintaian sendiri dan menyaksikan kekokohan Kota Konstantinopel dan pagar-pagarnya. Usaha-usaha Yang Dilakukan Oleh Sultan Mehmet II Untuk Menaklukkan Konstantinopel Dalam Bidang Militer antara lain persiapan senjata dan angkatan laut, pemindahan kapal-kapal Utsmani melalui jalan darat, strategi membuat terowongan dan strategi membuat benteng bergerak dari kayu.

1. Persiapan Senjata dan Angkatan Laut

Sultan Mehmet II menaruh perhatian khusus untuk mengumpulkan senjata yang dibutuhkan, dalam rangka untuk menaklukkan Konstantinopel. Salah satu yang terpenting adalah meriam. Sultan Mehmet II telah mengundang seorang insinyur ahli meriam bernama Orban. “Orban benar-benar membuat meriam sepanjang lebih dari 8 meter dengan diameter lebih dari 0,7 meter, yang dapat dimasuki pria dewasa dengan berlutut di dalamnya, dengan tebal bibir meriam 20cm dari logam padat. Pelurunya dibuat dari batu yang dibentuk laksana bola dengan berat 700 kg per peluru.” (Felix Y. Siauw, 2013 : 100).

Di Edirne, Orban melanjutkan pekerjaannya untuk membuat meriam-meriam lain untuk sang Sultan. Walaupun tidak satupun meriam setelahnya yang lebih besar dari meriam yang dibuat sebelumnya, tetap saja ukurannya lebih besar dari meriam standar pada masa itu, ukurannya bervariasi dengan rata-rata 4,2 meter. Selain itu, dalam mempersiapkan penaklukan Kota Konstantinopel, Sultan juga memberi perhatian besar kepada penguatan armada laut Utsmani. Hal itu dilakukan dengan membuat banyak kapal yang nantinya dipakai untuk membuka kota itu. Kota Konstantinopel adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan menggunakan kapal-kapal untuk melakukan tugas itu.

Disebutkan bahwa kapal yang Sultan persiapkan berjumlah sekitar 400 buah kapal. “Ketika berangkat menuju Konstantinopel, setidaknya 400 kapal perang berhasil dikonstruksi dan digerakkan oleh Sultan Mehmet menuju Konstantinopel. Jumlah yang sangat besar dan masif untuk Utsmani yang pada waktu itu belum menguasai lautan. (Felix Y. Siauw, 2013 : 112).

Kekuatan armada laut Utsmani pada masa Sultan Mehmet II masih didominasi oleh kapal tipe dayung dan ini sesuai dengan cara perang Muslim khususnya Turki Utsmani yang bergaya ofensif dan mengandalkan pada kecepatan. Walaupun kapal-kapal Utsmani berukuran rata-rata lebih kecil daripada kapal-kapal Eropa yang dibuat di Genoa dan Venesia, tetapi dari segi kecepatan pergerakan kapal-kapal Utsmani lebih unggul daripada kapal Venesia dan Genoa yang berukuran besar dan lebih berat.

2. Pemindahan Kapal-Kapal Perang Utsmani Melalui Jalan Darat.

Dalam rangka menaklukkan Konstantinopel, Sultan Mehmet II mengepung kota tersebut baik melalui darat maupun melalui laut. Di darat meriam-meriam berukuran besar telah disiapkan dan diposisikan di sekeliling tembok Konstantinopel, sedangkan di laut 400 buah kapal telah disiagakan untuk mengepung tembok Konstantinopel yang berbatasan dengan laut di daerah Golden Horn.

Namun pengepungan melalui jalur laut ini mendapat hambatan besar, yakni adanya rantai berukuran besar yang membentang di sepanjang Teluk Golden Horn. Rantai tersebut menghalangi armada kapal-kapal perang Utsmani untuk merangsek lebih ke dalam di Teluk Golden Horn dan kapal-kapal perang Utsmani hanya dapat mengatur formasi di sekitar daerah Double Column di Selat Bosphorus tanpa dapat masuk ke dalam Teluk Golden Horn.

“Kemudian, Mehmet menjalankan strategi asli yang dia ciptakan untuk memasukkan armadanya ke dalam Tanduk Emas. Pada awal pengepungan dia memerintahkan para teknisinya membangun jalan mendaki bukit dari Bosporus menuju Tanduk Emas, melewati belakang Kota Galata. Pada 22 April, para teknisi Mehmet menggunakan serombongan besar sapi untuk menyeret tujuh puluh dua perahu di atas papan beroda di jalanan itu yang kemudian menuruni pantai Tanduk Emas menuju Lembah Mata Air (Kasimpasa), dimana mereka dilengkapi meriammeriam yang dibawa ke tempat itu sebelumnya.” (John Freely, 2012 : 54)

Mulailah Sultan Mehmet melaksanakan rencana itu. Dia memerintahkan agar tanah diantara kedua pelabuhan itu segera didatarkan. Dalam jangka waktu yang tidak lama, tanah itu telah rata. Kemudian didatangkan kayu-kayu yang telah dilapisi minyak dan lemak. Kayu-kayu tersebut disusun di atas tanah yang akan dilalui kapal, sehingga kapal-kapal bisa meluncur di atas daratan. Hal yang paling sulit dari proyek spektakuler itu ialah pemindahan kapal-kapal itu dari wilayah perbukitan yang tinggi.

Kapal-kapal milik pasukan Utsmani umumnya termasuk berukuran kecil dan ringan, sehingga sangat memungkinkan ditarik untuk melewati bukit bukit. “Pada malam hari tanggal 21 April 1453 M, Sultan memerintahkan pelaksanaan strategi tersebut. Tanah yang akan dilalui kapal-kapal segera diratakan. Panjang jalur yang akan ditempuh kapal-kapal ini

sekitar 3 mil. Batang-batang pohon yang dilumuri minyak dan diberi pelumas digunakan sebagai bantalan untuk menggiring kapal-kapal. Ribuan tentara serta sapi-sapi dikerahkan untuk menarik kapalkapal ini. Mereka bekerja keras Sepanjang malam itu hingga menjelang pagi.” (Alwi Alatas, 2005 : 88)

Maka kapal-kapal itu pun mulai dikeluarkan dari Selat Bosphorus naik ke darat. Kapal-kapal dinaikkan ke atas kayu-kayu yang licin, lalu pasukan Utsmani mulai menarik perahu-perahu itu menuju Teluk Tanduk Emas. Jalur penarikan ini sekitar 3 mil, hingga akhirnya, kapal-kapal tersebut sampai di titik yang aman dan dilabuhkan di Tanduk Emas. Malam itu tentara Utsmani mampu menarik lebih dari 70 kapal dan dilabuhkan di Tanduk Emas.

3. Strategi Membuat Terowongan

Pada fase pengepungan berikutnya, tentara Utsmani melakukan terobosan baru dalam usahanya untuk memasuki kota Konstantinopel. Mereka menggali terowongan bawah tanah dari tempat berbeda-beda, dengan sasaran ke tengah kota. “Di sekitar pelabuhan musuh di sisi Golden Horn, Sultan juga memerintahkan agar dibuat terowongan dari luar dinding kota untuk menyusup ke dalam kota. Beberapa prajurit diperintahkan untuk menggali terowongan di bawah tanah untuk melintasi tembok kota yang sangat tebal itu. Terowongan-terowongan ini digali dari beberapa tempat yangberbeda.” (Alwi Alatas, 2005 : 94).

Tatkala tentara Utsmani sampai di terowongan yang telah dibuat pasukan Byzantium itu, mereka sangat bergembira. Mereka mengira telah menemukan jalan tembus yang akan mengantarkan menuju pusat kota. Padahal disana telah menanti bahaya yang sangat besar, tanpa diduga, pasukan Byzantium telah menyiapkan api untuk membakar terowongan itu. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan. Sebagian pasukan Utsmani gugur dilalap api, sebagian lain terkulai mengalami sesak nafas, sebagian sisanya melarikan diri ke tempat semula mencari keselamatan. “Pada saat bersamaan, pasukan pelopor Mehmet II menggali sebuah terowongan untuk berusaha membuat jalan di bawah dinding pertahanan. Setelah salah satu terowongan ini ditemukan pasukan bertahan pada 16 Mei di luar Gerbang Kaligaria di daerah Blachernae, Konstantin mengutus Duke Besar Notaras untuk mengambil tindakan antisipasi”. (John Freely, 2012 : 56).

Namun kegagalan ini tidak menyurutkan tekad tentara Utsmani. Mereka kembali menggali terowongan lain di tempat berbeda-beda di wilayah yang memanjang antara Akra Pabu dan pinggiran pantai Tanduk Emas. Tempat tersebut sangat cocok untuk pekerjaan seperti ini. Mereka terus melakukannya hingga hari akhir pengepungan.

4. Strategi Membuat Menara Bergerak Dari Kayu

Pasukan Utsmani kembali melakukan terobosan baru dalam pertempuran. Mereka kini membuat semacam menara yang besar, terbuat dari kayu, dan bisa bergerak. Menara tersebut terdiri dari tiga tingkat, dengan ketinggian yang melebihi pagar-pagar pembatas Kota Konstantinopel. Menara ini dilapisi tameng dan kulit yang dibasahi air, sehingga tidak mudah terbakar api. “Sultan Mehmet II kemudian menggunakan menara yang bisa digerakkan sebagai sebuah strategi untuk menyerang tentara Byzantium yang berada di atas benteng.

Menara ini berukuran sangat besar, tingginya melampaui tembok kota dan bisa diisi ratusan tentara. Menara tersebut dilapisi tameng dan kulit yang dibasahi air agar tidak mudah terbakar. Bagian paling atas dari menara itu diisi dengan pasukan panah Utsmani.mereka bertugas untuk melontarkan anak panah kepada musuh yang berada di atas benteng.” (Alwi Alatas, 2005 : 92)

Pada setiap tingkatan menara kayu, ditempatkan sejumlah pasukan terlatih. Pasukan yang berada di bagian paling atas ialah para pemanah yang bertugas melontarkan panah ke arah pasukan musuh yang berada di atas pagar. “Pada 18 Mei, para teknisi Mehmet mulai membangun sebuah menara serang besar di luar dinding Mesoteichion, juga jalan diatas parit pertahanan. Pada malam hari, pasukan bertahan merayap keluar dan meledakkan menara itu, dan pada saat bersamaan menghancurkan jalanan dan menggali parit hingga setengahnya.” (John Freely, 2012 : 57).

Menara tersebut tidak hanya digunakan untuk memanjat tembok Konstantinopel dan melindungi pasukan Utsmani dari hujan panah pasukan pertahanan Konstantinopel, tapi juga berfungsi sebagai penimbun parit di sekitar tembok Konstantinopel. Parit yang berada di sekeliling pagar Konstantinopel menghalangi pasukan Utsmani untuk melancarkan serangan umum secara besar-besaran karena tidak adanya pijakan yang cukup lebar, dan parit ini tidak dapat diseberangi begitu saja karena ketinggiannya mencapai 10 meter. Oleh karena hal inilah Sultan Mehmet menginstruksikan untuk membangun menara bergerak dari kayu, selain berfungsi untuk perlindungan juga bisa digunakan untuk mengangkut karung-karung pasir untuk menimbun parit, sehingga tercipta tempat pijakan yang cukup luas untuk melaksakan serangan umum untuk menaklukkan Konstantinopel.

Muhammad Al-Fatih merupakan kunci utama keberhasilan penaklukan terhadap Konstantinopel pada tahun 1453 Masehi. Adapun usaha-usaha atau peranan Muhammad Al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel adalah menambah personil militer dan memperkuat armada laut, membangun benteng Romali Hishar, menghimpun persenjataan, mengadakan perjanjian damai dengan beberapa negara rival, memimpin pengepungan Konstantinopel atau sebagai panglima perang, menyebarkan dakwah Islam ke seluruh Konstantinopel dan sekitarnya.

1. Menambah Personil Militer dan Memperkuat Armada Laut

Daulah Bani Utsmaniyah sangat terkenal akan kebesaran dan kekuatan militernya, baik dari segi jumlah personil maupun dari segi kualitas dan semangat tempurnya yang sangat tinggi dan mencapai puncaknya pada masa Sultan Muhammad Al- Fatih. Sultan Al-Fatih sangat memperhatikan personil perangnya hingga berhasil menghimpun dan mengorganisir lebih 250.000 personil tentara yang terdidik dan terlatih secara matang.

Untuk menaklukkan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih benar-benar telah menyiapkan pasukan atau tentara dalam jumlah yang sangat besar, agar cita-citanya untuk menaklukkan Konstantinopel benar- benar terwujud. Berg dkk (1952) menuliskan ”tentara yang mengepung kota dari darat terdiri dari dua sampai tiga ratus ribu prajurit”. Artinya pasukan Utsmani yang disiapkan oleh Al-Fatih untuk menggempur Konstantinopel merupakan jumlah yang sangat besar.

Muhammad Al-Fatih juga memperkuat armada angkatan laut, karena laut adalah jalan satu-satunya untuk dapat menaklukkan Konstantinopel. Beragam kapal telah siapkan, bahkan jumlahnya mencapai sekitar 400 kapal (Ash-Shalabi, 2003). Al- Fatih melakukan gebrakan besar-besaran dalam membenahi angkatan lautnya, baik dari segi personil maupun jumlah kapal perangnya. Berg dkk (1952) mengemukakan bahwa ”supaya negara Barat makin takut mengirimkan bala bantuan melalui laut, dibentuknyalah angkatan laut yang amat kuat. Kalau kapal tentaranya tidak turut di hitung, maka angkatan laut Turki itu masih terdjadi dari 250 kapal petempur”. Jumlah kapal perang telah disiapkan mencapai 250 kapal, bahkan ada yang berpendapat 400 kapal perang (Siauw, 2012) bukan jumlah yang kecil untuk ukuran ketika itu.

2. Membangun Benteng Romali Hishar

Dalam memperkuat pertahananan pasukan Utsmani, Muhammad Al-Fatih membangun beberapa benteng pertahanan, salah satunya adalah benteng Romali Hishar. Benteng ini dibangun di permulaan selat Bosporus dan memiliki arti yang sangat strategis menurut pertimbangan Al-Fatih, karena dari benteng ini sejumlah pasukan di tempatkan, guna untuk menghalau pasukan bantuan dari Eropa yang akan membantu Konstantinopel (Berg dkk, 1952).

Benteng Romali Hishar sangat strategis, terletak di permulaan selat Bosporus. Jangkauan dari benteng ini dapat mengendalikan armada laut Utsmaniyah yang sedang melakukan penyeberangan dari Timur ke sebelah Barat, sebagaimana yang dijelaskan Ash-Shalabi (2003) sebagai berikut.

Semangat moril diperkuat dengan infrastruktur angkatan perang yang mutakhir dan strategi canggih. Dimana, Sultan Muhammad membangun benteng Romali Hishar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik yang paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun di masa pemerintahan Bayazid di daratan Asia. Kaisar Romawi, berusaha membujuk Sultan Muhammad Al-Fatih untuk tidak membangun benteng dengan ganti uang yang akan dia bayarkan pada Sultan.

Namun Sultan Muhammad tetap tidak bergeming dari rencana awalnya, sebab dia tahu pembangunan ini memiliki arti yang demikian strategis. Hingga akhirya rampunglah satu benteng yang demikian tinggi dan sangat aman. Tingginya sekitar 82 meter.

Maka jadilah dua benteng itu berhadapan yang dipisahkan jarak hanya 660 meter yang mampu mengendalikan penyeberangan armada laut dari arah timur Bosphorus ke arah sebelah barat. Sedangkan nyala api meriam akan mampu mencegah semua armada laut sampai ke Konstantinopel dari wilayah-wilayah yang berada disebelah timurnya, seperti kerajaan Trabzon dan wilayah- wilayah lain yang memungkinkan untuk memberikan bantuan saat dibutuhkan.

Dari penjelasan tersebut tergambar dengan jelas alasan Al-Fatih membangun benteng Romali Hishar untuk menempatkan sebagian pasukannya dan mencegah adanya pasukan bantuan terhadap Konstantinopel ketika pengepungan Konstantinopel dilakukan.

3. Menghimpun Persenjataan

Belajar dari kegagalan penguasa- penguasa Islam sebelumnya, Muhammad Al- Fatih menaruh perhatian khusus untuk mempercanggih persenjataan pasukan Utsmani. Senjata terpenting dan paling canggih pada masa itu adalah meriam, namun belum pernah ada meriah raksasa untuk menghancurkan tembok benteng Konstantinopel. Oleh karena itu, untuk merancang meriam raksasa yang canggih Muhammad Al-Fatih mendatangkan insinyur ahli pembuatan meriam bernama Orban.

Al- Fatih memberi semua fasilitas yang di butuhkan baik kebutuhan materi maupun pekerja. Insinyur mampu merakit sebuah meriam raksasa yang memiliki bobot hingga ratusan ton dan membutuhkan ratusan lembu untuk menariknya. Al-Fatih juga melakukan pengawasan langsung pembuatan meriam ini, serta ia sendiri yang melihat uji cobanya. Untuk menarik meriam ini diperlukan 60 ekor lembu jantan dan dua ratus orang prajurit (Berg dkk (1952; Ash-Shalabi, 2003).

Muhammad Al-Fatih menyadari pentingnya persenjataan yang unggul untuk menghadapi Byzantium, sehingga pada zamannya Utsmaniyah merupakan negara paling unggul di dunia dalam bidang persenjataan, bahkan Muhammad Al-Fatih telah membangun pabrik senjata yang dapat dipidahkan dari satu tempat lain dengan menggunakan dua belas ribu unta, bergerak dari Istanbul sampai ke Albania. (Ilaihi dan Hefni, 2007).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Muhammad Al-Fatih mempersiapkan persenjataan yang lebih unggul dan modern dengan dengan ukuran yang belum pernah ada pada zamannya, sehingga senjata ini sangat diandalkan untuk menggempur benteng Konstantinopel.

3. Mengadakan Perjanjian Damai dengan Beberapa Negara Rival

Untuk memuluskan rencana pengepungan terhadap Konstantinopel, Al- Fatih mengadakan kesepakatan terhadap negara-negara tetangga yang dianggap dapat membantu Konstantinopel agar pengepungan dapat berjalan sesuai rencana. Diantaranya dengan negara Galata disebelah Timur, negara Majd dan Venesia, dua negara yang berbatasan dengan negara-negara Eropa. Meskipun kemudian perjanjian ini diabaikan oleh mereka (Ash-Shalabi, 2003).

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Muhammad Al-Fatih melakukan perjanjian damai atau kesepakatan untuk tidak saling menyerang dengan negara- negara yang berdekatan dengan Konstantinopel, seperti Galata, Majd dan Venesia agar dalam pengepungan tidak menghadapi musuh selain Konstantinopel.

4. Memimpin Pengepungan Konstantinopel

Dalam usaha penaklukan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih langsung memimpin dan mengorganisir pasukannya sebagai panglima militer tertinggi meskipun demikian ia mengangkat panglima perang atau jenderal-jenderal dalam memimpin peperangan disetiap pasukan. Dalam pengepungan ini, Al-Fatih mengorganisir dan memantau langsung pasukan Utsmani tersebut, bahkan ia sangat memperhatikan perbekalan tentaranya, baik persenjataan maupun logistik (Buchori, 2009).

Konstantinopel merupakan kota yang sangat kokoh, dikelilingi oleh benteng. Dilihat dari kekokohannya, kecil sekali kemungkinan untuk bisa menembus benteng tersebut, namun Al-Fatih benar-benar seorang panglima yang ulung, sebelum melakukan penyerangan ia mempersiapkan peta dan menyusun strategi yang matang untuk keberhasilan pengepungan ini. Ar- Rasyidi (dalam Ash-Shalabi, 2003) menyatakan bahwa dia bahkan melakukan pengintaian sendiri kekokohan kota Konstantinopel dan pagar-pagarnya.

Amin (2009) menyebutkan ”Sultan mempersiapkan penaklukan terhadap kota Konstantinopel dengan penuh keseriusan. Di pelajari penyebab kegagalan dalam penaklukan-penaklukan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana para pendahulunya. Ia lebih dahulu membereskan wilayah-wilayah yang membangkang di Asia Kecil”.

Setelah menghilangkan rintangan- rintangan yang dapat mengganggu pengepungan dan menyiapkan segala sesuatu dengan matang, maka dimulailah pemberangkatkan pasukan dan persenjataannya dari Adrianopel menuju Konstantinopel. Setelah dua bulan perjalanan mereka sampai di dekat Konstantinopel pada tanggal 6 Afril 1453 (Berg dkk (1952).

Sebelum menggempur Konstantinopel Muhammad Al-Fatih mengirim utusan kepada Kaisar Byzantium agar tunduk di bawah kekuasaan Islam secara damai . Mursi (2008) menyebutkan “Al-Fatih mengirimkan utusan kepada Kaisar Romawi agar mau menyerah, tetapi dia menolak. Dia menyerang kota Konstantinopel dan berhasil menaklukkan kota tersebut pada tahun 857 H”.