Apa saja sebabnya sebuah perusahaan dinyatakan pailit ?

Baru-baru ini terdapat sebuah perusahaan teh ternama yang dinyatakan pailit karena tidak dapat memenuhi perjanjian utang piutangnya, apa saja sebabnya sebuah perusahaan dinyatakan pailit?

Pailit

Pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit dimana stilah tersebut berasal dari bahasa Perancis yaitu Faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Pada negara yang berbahasa Inggris pailit dan kepailitan menggunakan istilah bankrupt dan bankruptcy. Pailit adalah suatu keadaan dimana seorang Debitor tidak membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Kepailitan juga diartikan sebagai suatu proses dimana:

  1. Seorang Debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga dikarenakan Debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya.

  2. Harta Debitor dapat dibagikan kepada para Kreditor sesuai dengan peraturan kepailitan.

Syarat-Syarat Pengajuan Permohonan Pailit


Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga merupakan hal yang sangat penting karena apabila permohonan pernyataan pailit tidak memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), maka Pengadilan Niaga tidak akan mengabulkan permohonan pernyataan pailit tersebut.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU yang menyatakan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU di atas maka syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor adalah sebagai berikut:

1. Debitor memiliki dua Kreditor atau lebih

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU seorang Debitor dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga apabila mempunyai dua Kreditor atau lebih (concursus creditorum). Syarat ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa harta kekayaan Debitor merupakan jaminan bersama bagi para Kreditor dan hasil penjualan harta Debitor harus dibagikan kepada Kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya, kecuali jika diantara Kreditor itu berdasarkan undang-undang harus didahulukan dalam pembagiannya.

Terdapat 3 macam Kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu:

  • Kreditor Konkuren adalah para Kreditor yang memperoleh pelunasan berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing. Para Kreditor Konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta Debitor tanpa ada yang didahulukan.

  • Kreditor Preferen adalah Kreditor yang oleh undang-undang diberikan hak istimewa untuk mendapatkan pelunasan piutang terlebih dahulu dibandingkan Kreditor lainnya. Hak istimewa ini diberikan berdasarkan sifat piutangnya yang harus didahulukan.

  • Kreditor Separatis adalah Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yaitu hipotek, gadai, hak tanggungan dan fidusia. Kreditor separatis ini dipisahkan dan tidak termasuk dalam pembagian harta Debitor Pailit. Kreditor ini dapat mengeksekusi sendiri haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Akan tetapi, hak eksekusi jaminan utang tersebut tidak dapat dilakukan oleh Kreditor Separatis setiap waktu, Kreditor harus menunggu dengan jangka waktu penangguhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan.

2. Syarat adanya utang

Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit harus dapat membuktikan bahwa Debitor itu mempunyai utang kepadanya. UUK-PKPU mendefinisikan utang dalam Pasal 1 angka 6 yaitu sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib terpenuhi oleh Debitor, bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

3. Salah satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta tidak dapat dibayar

Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU menyebutkan bahwa syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU yaitu kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Suatu permohonan pernyataan pailit haruslah dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi. Oleh karena itu, apabila dalam sidang pengadilan terbukti bahwa ada satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta tidak dapat dibayar oleh Debitor maka pengadilan menyatakan bahwa Debitor dalam keadaan pailit.

Untuk lebih detailnya terkait dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), dokumen tersebut dapat diunduh pada attachment dibawah ini.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).pdf (340,2 KB)

Ringkasan
  • Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
  • Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait dengan Kepailitan, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006).

Seseorang atau suatu badan hukum yang hendak mengajukan permohonan pernyataan pailit harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Apabila syarat-syarat tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan tersebut, maka permohonan pernyataan pailit tersebut tidak akan dikabulkan oleh Pengadilan Niaga.

Kewenangan pengadilan untuk menjatuhkan putusan kepailitan itu telah ditentukan secara tegas di dalam Undang-Undang Kepailitan.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih kreditornya.”

Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  • Debitor yang diajukan harus memiliki lebih dari satu kreditor

  • Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya

  • Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and payable)

Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit” sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan “judgement” yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya, sungguhpun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian sumir (vide Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU.

Pasal 8 ayat (4) PKPU menyatakan bahwa :

“permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Secara sederhana artinya apabila telah terbukti secara sederhana bahwa debitor mempunyai lebih dari satu kreditor dan bahwa salah satu utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih tetapi debitor tidak / belum membayar utangnya tersebut. Jadi tidak perlu ditagih terlebih dahulu seperti pada keadaan berhenti membayar yang lazim diartikan bahwa kreditor harus terlebih dahulu menagih piutang yang sudah jatuh waktu dan ternyata debitor meskipun sudah ditagih tetap tidak membayar.

Jika diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut, maka jelas bahwa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana adalah pembuktian sederhana mengenai:

  • Eksistensi dari suatu utang debitor yang dimohonkan kepailitan, yang telah jatuh tempo;

  • Eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan pailit.

Memiliki Dua Kreditor


Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi adala debitor harus memiliki dua kreditor atau lebih. Dengan demikian, Undang-Undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor memiliki paling sedikit dua kreditor. Syarat mengenai adanya minimal dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorum. Keharusan adanya dua kreditor yang disyaratkan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selaras dengan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata.

Pasal 1132 KUH Perdata yang menentukan pembagian secara teratur semua harta pailit kepada para kreditornya, yang dilakukan berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte. Dalam hal ini yang dipersyaratkan bukan berapa besar piutang yang harus ditagih oleh seorang kreditor dari debitor yang bersangkutan, melainkan berapa banyak orang yang menjadi kreditor dari debitor yang bersangkutan.

Apabila seorang debitor hanya memiliki satu orang kreditor, maka eksistensi dari UUK-PKPU kehilangan raison d’être- nya. Apabila debitor yang hanya memiliki seorang kreditor diperbolehkan pengajuan pernyataan pailit terhadapnya, maka harta kekayaan debitor yang menurut ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan utangnya tidak perlu diatur mengenai pembagian hasil penjualan harta kekayaannya karena seluruh hasil penjualan harta kekayaan tersebut merupakan sumber pelunasan bagi kreditor satu – satunya itu. Tidak akan ada ketakutan terjadi perlombaan dan perebutan terhadap harta kekayaan debitor karena hanya ada satu orang kreditor.

Berdasarkan dengan ketentuan Pasal 2 yang mensyaratkan debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor dan berkenaan dengan Pasal 1131 KUH Perdata sebagaimana diuraikan diatas, Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU mengemukakan yang dimaksud dengan kreditor adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen.

Harus Ada Utang


Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit adalah keadaan dimana seorang debitor berhenti membayar atau tidak dapat membayar utang. Pada pasal 1 ayat (6) UUK-PKPU menerangkan bahwa:

“utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontingen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.”

Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, kewajiban atau utang dapat timbul dari perjanjian atau dari undang – undang. Ada kewajiban untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

Beberapa contoh kewajiban yang timbul dari Perjanjian adalah:

  • Kewajiban debitor untuk membayar bunga dan utang pokok kepada pihak yang meminjamkan;

  • Kewajiban penjual untuk menyerahkan mobil kepada pembeli mobil tersebut;

  • Kewajiban pembangun untuk membuat rumah dan menyerahkannya kepada pembeli rumah;

  • Kewajiban penjamin (guarantor) untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman debitor kepada kreditor.

Bagi debitor, kewajiban tersebut adalah utang yang memberikan hak menagih kepada kreditor (tagihan/piutang). Kegagalan debitor (yaitu peminjam, penjual, pembangung dan penjamin) untuk memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dapat menjadi dasar Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Oleh sebab itu dapat diartikan sebagai keadaan di mana debitor tidak berprestasi lagi pada saat permohonan pailit diajukan ke pengadilan. Artinya, kalau debitor masih dapat berprestasi walaupun permohonan pailit diajukan ke pengadilan, debitor yang bersangkutan belum berada dalam keadaan berhenti membayar. Sidang pengadilan harus dapat membuktikan, berdasarkan fakta atau keadaan, bahwa debitor tidak berprestasi lagi, sehingga dirinya dikatakan berada dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya.

Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih


Suatu utang jatuh waktu dan harus dibayar jika utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU dalam penjelasan menentukan bahwa yang dimaksud dengan “jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, pengenaan sanksi atau denda oleh instansi berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbiter.

Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tidak membedakan tetapi menyatukan syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih. Penyatuan tersebut ternyata dari kata “dan” di antara kata “jatuh waktu” dan “dapat ditagih”.

Kedua istilah itu sebenarnya berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Pada perjanjian-perjanjian kredit perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang ditentukan di dalam perjanjian kredit itu, menjadi jatuh waktu dank arena itu pula kreditor berhak untuk menagihnya. Di dalam dunia perbankan disebut bahwa utang itu telah due atau expired. Tidak harus suatu kredit bank dinyatakan due atau expired pada tanggal akhir perjanjian kredit sampai, cukup apabila tanggal-tanggal jadwal angsuran kredit telah sampai.

Namun demikian, dapat terjadi bahwa sekalipun belum jatuh waktu tetapi utang itu telah dapat ditagih karena terjadi salah satu dari peristiwa-peristiwa yang disebut events of default. Dalam perjanjian kredit perbankan, mencantumkan klausul yang disebut events of default clause adalah lazim, yaitu klausul yang memberikan hak kepada bank untuk menyatakan nasabah debitor in-default atau cidera janji apabila salah satu peristiwa (event) yang tercantum dalam events of default itu terjadi. Terjadinya peristiwa (event) itu bukan saja mengakibatkan nasabah debitor cidera janji, tetapi juga memberikan hak kepada bank (kreditor) untuk seketika menghentikan penggunaan kredit lebih lanjut (nasabah debitor tidak berhak lagi menggunakan kredit yang belum digunakannya), dan seketika itu pula memberikan hak kepada bank (kreditor) untuk menagih kredit yang telah digunakan.

Contoh-contoh peristiwa yang dapat diperjanjikan di dalam klausul events of default itu, antara lain, apabila melanggar hal-hal sebagai berikut:

  1. Selama kredit belum lunas, debitor dilarang tanpa seizing bank melakukan hal-hal sebagai berikut:

    • Membagi dividen;
    • Membuka kantor cabang;
    • Melakukan perubahan susunan anggota direksi dan Komisaris
    • Menjual aset bank
  2. Selama kredit belum lunas, debitor wajiba melakukan hal – hal sebagai berikut:

    • Setiap tahun selambat – lambatnya pada akhir bulan Maret pada tahun berikutnya menyampaikan laporan tahunan mengenai keadaan keuangan selama tahun yang lalu berupa neraca ( balance sheet ) dan laporan laba/rugi ( profit and loss statement ) yang telah diaudit oleh akuntan publik yang independen.

    • Setiap enam bulan sekali menyampaikan laporan keuangan baik berupa neraca maupun laporan laba/rugi yang tidak diaudit oleh akuntan publik ( financial home statement ).

Dari uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa ada perbedaan antara pengertian “utang yang telah jatuh waktu” dan “utang yang telah dapat ditagih”. “utang yang telah jatuh waktu”, atau utang yang telah due atau expired, dengan sendirinya menjadi “utang yang telah dapat ditagih”, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu. Menegaskan uraian yang telah di atas, utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Misalnya, telah sampai jadwal cicilan bagi pelunasan kredit investasi yang ditentukan bertahap, misalnya setiap enam bulan sekali setelah masa tenggang (grace period) lampau, dan harus telah dilunasi seluruhnya pada akhir perjanjian yang bersangkutan. Namun demikian, suatu utang sekalipun jatuh waktunya belum tiba tetapi mungkin saja utang itu telah dapat ditagih, yaitu karena telah terjadi salah satu peristiwa yang disebut events of default sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu.

Untuk menentukan utang yang telah dapat ditagih apabila di dalam perjanjian kredit tidak ditentukan waktu tertentu sebagai tanggal jatuh waktu perjanjian, maka dapat ditentukan dengan menggunakan Pasal 1238 KUH Perdata. Menurut pasal tersebut, pihak debitor dianggap lalai apabila debitor dengan surat teguran (surat somasi) telah dinyatakan lalai dan di dalam surat tersebut debitor diberi waktu tertentu untuk melunasi utangnya. Apabila setelah lewatnya jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran itu ternyata debitor belum juga melunasi utangnya, maka debitor dianggap lalai. Dengan terjadinya kelalaian tersebut, maka berarti utang debitor telah dapat ditagih.

Ringkasan
  • Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktik, Cet. II, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002).
  • Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003).
  • Lontoh, Rudy A., dkk, Penyelesaian Utang – Piutang : Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Penerbit Alumni, 2001).

Kepailitan diartikan sebagai ketidakmampuan, yang dinyatakan secara hukum, seorang individu atau organisasi untuk membayar kreditornya. Pada umumnya, yang dimaksud orang dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum terhadap seluruh harta debitor supaya perdamaian antara debitor dan para kreditornya dapat dicapai atau supaya harta debitor tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor.

Pihak yang dapat mengajukan kepailitan adalah dirinya sendiri maupun pihak kreditornya. Pihak-pihak lain yang dapat mengajukan permohonan pailit selain dari pihak yang disebut dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, yaitu:

  • Kejaksaan jika untuk kepentingan umum;

  • Jika debitor adalah bank, hanya Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pailit;

  • Jika debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya Badan Pengawas Pasar Modal (selanjutnya disebut “BAPEPAM”) yang dapat mengajukan permohonan pailit;

  • Jika debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana

Syarat Kepailitan


Menurut Munir Fuadi, syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah:

  1. Ada utang;

  2. Sekurang-kurangnya satu dari utang sudah jatuh tempo;

  3. Sekurang-kurangnya satu dari utang dapat ditagih;

  4. Ada debitor;

  5. Ada kreditor;

  6. Kreditor lebih dari satu;

  7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga;

  8. Permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu:

    • Debitor;
    • Satu kreditor atau lebih;
    • Jaksa untuk kepentingan umum;
    • Bank Indonesia jika debitornya bank;
    • BAPEPAM jika debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
    • Menteri Keuangan jika debitornya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
  9. Syarat-syarat yuridis lain yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU;

  10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka hakim menyatakan pailit dan bukan dapat menyatakan pailit.

Ringkasan
  • Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004).
  • Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No. 37 Tahun 2004) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002).