Berikut ruang lingkup dari psikologi klinis, yakni :
Penelitian
Meneliti menjadi aktivitas yang penting bagi sebuah ilmu, termasuk psikologi klinis. Sebelum melakukan sebuah penelitian yang berguna bagi pengembangan ilmu, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sense of accountability dari seorang peneliti di bidang Psikologi Klinis. Penelitian tidak hanya harus memperhatikan masalah kepraktisan, biaya, dan manfaatnya bagi masayarakat, namun juga harus selalu mengikuti pengetahuan yang dijadikan dasar bagi praktisi klinis untuk berkembang.
Salah satu isu penting dalam melakukan penelitian di bidang Psikologi Klinis adalah melakukan riset evaluasi yang bertujuan untuk memberikan umpan balik terkait dengan sebuah program yang sedang berjalan.
Ada berbagai cara untuk memperluas pengetahuan di bidang Psikologi Klinis. Seseorang bisa melakukannya melalui experiential learning, secara rutin melakukan pelatihan-pelatihan yang terencana (organized training), field training , personal therapy , atau melalui terapi pengalaman. Secara terus menerus, baik akademisi amaupun praktisi di bidang Psikologi Klinis perlu didorong untuk melahirkan beragam penemuan, untuk itu perkembangan pengetahuan sebaiknya tidak hanya berfokus pada aspek hard , namun juga aspek soft. Tidak hanya membekali dengan teknik meneliti, namun juga sifat-sifat yang dibutuhkan oleh seorang peneliti. Salah satu contohnya adalah kreativitas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan melakukan penelitian:
-
Memahami bagaimana proses insight terbentuk.
-
Konsep zeitgeist, the spirit of the time bahwa setiap ilmu atau temuan itu ada masanya dan disesuaikan dengan trend yang ada pada saat itu.
-
Paradigma/eksemplar yang menjadi pijakan seorang peneliti.
Dalam penelitian psikologi klinis dikenal istilah konsumen dan produsen penelitian. Konsumen penelitian adalah pihak-pihal yang menggunakan hasil-hasil penelitian. Produsen penelitian adalah pihak-pihk yang menghasilkan penelitian. Adakalanya produsen penelitian juga berlaku sebagai konsumen penelitian ketika membutuhkan penelitian-penelitian terdahulu sebagai referensi dan sumber bagi penelitian selanjutnya. Dalam mendalami referensi, peneliti biasanya akan memperhatikan reliabilitas lapaoran, bagaimana prosedur yang dilakukan, apakah hasilnya dapat digeneralisasi, dan bagaimana relevansinya terhadap praktis klinis yang dijalani.
Asesmen
Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh asesor” (Nietzel dkk,1998).
Output asesmen klinis adalah memberikan gambaran kerja yang mempertimbangkan sejarah, kebiasaan, ketakutan, tanggung jawab, potensi individu yang support terapi dan manajemen kasus.
Tujuan asesmen adalah:
- Pengambilan keputusan
- Pembentukan gambaran/model kerja
- Pengecekan hipotesis
Asesmen dalam klinis mencakup isi dan proses. Isi adalah pengumpulan informasi, dan proses adalah aspek sosial emosional yang terlibat sepanjang proses asesmen. Supaya isi dan proses optimal, psikolog mengawali asesmen degan bangun rapport.
Proses asesmen melibatkan observasi, wawancara, psikotes, review arsip (buku harian, raport, catatan medis, lukisan). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara klinis. Yang membedakan wawancara klinis dan wawancara lainnya adalah pada wawancara klinis diakhir ada kesepakatan untuk bekerjasama demi kebaikan klien. Setelah observasi, wawancara klinis dan psikotes dilakukan (informasi yang diperlukan telah terkumpul), maka psikolog dapat menyusun laporan.
Wawancara Klinis
- Keterampilan Wawancara Klinis :
- Ramah dan santai tapi tetap kontrol: waktu, isi, cara menjawab (kapan pakai pertanyaan terbuka atau hanya jawaban ya atau tidak) dan kedekatan dengan klien
- Ditambah ketrampilan wawancara umum, antara lain:
- Mendengar dan berbicara
- Tanggap akan emosi klien dan siap mendengarkan secara mendalam
- Carl Rogers: mendengarkan secara mendalam (mendengarkan kata-katanya, pikiran-pikirannya, perasaannya, makna pribadinya, dan bahkan makna dialam bawah sadarnya
- Sikap tidak menghakimi (Rogers: semua orang sama menakjubkannya dengan sunset)
Keputusan Intervensi
Beberapa faktor yang memengaruhi dalam kepuusan intervensi adalah:
- Orientasi dasar intervensi:
- Pertolongan alamiah.
- Kuratif (medis)
- Belajar (behavioral- kognitif)
- Perkembangan.
- Ekologis.
- Nilai penting dari penanganan pilihan.
- Efek samping yang mungkin timbul.
- Diagnosis – tantangan klasifikasi.
Klasifikasi Diagnostik
Awalnya dilakukan pada setelah perang dunia I. Pengaruh dari medical personnel dan juga psikiater. Di awal penggunaannya, biasanya meliputi clinical assessment guna mendiagnosis mental disorders pada pasien-pasien psikiatri. Proses tersebut terdiri dari klasifikasi diagnostik, psychodiagnosis, diagnosis differential, atau diagnostic labeling.
Beberapa alasan yang mendorong berkembangnya klasifikasi diagnostik yang akurat, yakni:
- Digunakan untuk memutuskan treatment yang tepat.
- Mendorong penelitian tentang gangguan psikologis, reliabilitas dan validitas dari gejala, dan gejala-gejala yang mampu membedakan antar gangguan psikologis.
- Klasifikasi memungkinkan bagi clinician untuk mengkomunikasikan gangguan psikologis dengan tenaga profesi lainnya.
Atas dasar alasan tersebut, maka berkembanglah Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)
Di sisi lain sejumlah kalangan menilai bahwa DSM melakukan labelling terhadap individu. Labelling pada dasarnya kemudian melahirkan dehumanisasi. Penegakan diagnosis yang seragam kemudian mengikis keunikan individu dan melupakan faktor-faktor yang khas pada setiap individu yang sulit untuk dibandingkan dengan individu lainnya. Kritik lain terhadap DSM adalah pendekatannya yang cenderung artifisial dalam menginterpretasikan gangguan. Kategorisasi pada DSM juga sulit dilakukan mengingat ada kencederungan untuk menegakkan diagnosis banding.