Apa saja prinsip-prinsip dalam GATT?

prinsip-prinsip dalam GATT

GATT (General Egreement on Tariff and Trade) atau dalam bahasa indonesia Persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan.

Apa saja prinsip-prinsip dalam GATT?

GATT atau persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan didirikan atas dasar perjanjian di Jenewa, Swiss dengan maksud untuk mengurangi atau menghilangkan rintangan-rintangan perdagangan internasional, khususnya tarif dan bea cukai tinggi yang menghambat ekspor impor antarnegara.

Prinsip yang mendasari terbentuknya GATT adalah:

  • asas The Most Favourite Nation atau nondiskriminasi, artinya setiap fasilitas (terutama keringanan bea masuk bagi barang tertentu) yang diberikan kepada suatu negara anggota harus diberikan pula kepada semua negara anggota GATT lainnya, dan

  • asas resiprositas (saling menguntungkan), artinya apabila suatu negara mendapat keringanan dari negara anggota lain, sebagai imbalannya negara tersebut juga harus memberikan keringanan kepada negara anggota lainnya.

Referensi

Ismawanto. 2009. Ekonomi 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Prinsip-Prinsip GATT


Aturan dan prinsip-prinsip GATT boleh dikatakan hanya janjijanji dan harapan bagi para anggotanya. Tidak ada kekuatan pemerintahan internasional atau kekuatan yang dapat memaksa untuk mendukung aturan dan persetujuan GATT. Kedaulatan nasional selalu menjadi masalah karena aturan multilateral akan berdampak negatif kepada anggotanya. Aturan dan prinsip-prinsip GATT mempermudah negara anggota untuk melakukan perubahan dengan membuka perekonomian mereka.

GATT dikendalikan oleh sejumlah prinsip yang disetujui oleh anggotanya, yaitu :

  • Reciprocity , suatu negara berada pada suatu posisi tawarmenawar dalam rangka mengurangi hambatan perdagangan dengan harapan negara lain akan melakukan hal yang sama.
  • Nondiscrimination , suatu negara akan memberikan seluruh anggota GATT preferensi yang sama. Hal ini sering disebut The most favored nation principle (MFN).
  • Transparency , hambatan perdagangan seharusnya mudah dikenali oleh yang lainnya , tidak disembunyikan.
  • National treatment , barang yang diterima diantara negaranegara sebaiknya diperlakukan sama, tanpa mempermasalahkan negara asal barang tersebut.
  • Compensation , setiap negara dilarang memberikan kompensasi atas kebijakan yang dilakukan oleh negara lain.

Menurut Soedradjad Djiwandodo, pada prinsipnya perdagangan multilateral dalam GATT pada dasarnya terdiri dari tiga hal pokok, yakni : pertama, prinsip resiprositas atau timbal balik, artinya perlakuan yang diberikan suatu negara kepada negara lain, harus diimbangi pula dengan perlakuan yang sama dari negara lain ke mitra dagangnya tersebut; kedua, prinsip nondiskriminasi atau perlakuan yang sama, prinsip ini dikenal dengan sebutan Most Favoured Nation (MFN) yang maknanya ialah jika suatu negara mengistimewakan suatu negara, maka keistimewaan itu juga harus diberikan kepada negara lainnya; dan ketiga, transparansi atau keterbukaan, artinya perlakuan dan kebijaksanaan yang dilakukan suatu negara harus transparan, jelas dan dapat diketahui mitra dagangnya.

Secara terperinci, Huala Adolf juga menjelaskan mengenai prinsip-prinsip GATT. Beliau menyebutkan, untuk mencapai tujuantujuannya GATT berpedoman pada lima prinsip utama. Prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN)
Prinsip Most Favoured Nation (MFN) ini termuat dalam Pasal I GATT yang berjudul General Favoured Nation Treatment. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar nondiskriminatif. Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya-biaya lainnya. Berdasarkan prinsip MFN, suatu negara anggota pada dasarnya dapat menuntut untuk diberlakukan sama terhadap produk impor dan ekspornya di negara-negara anggota lain. Namun demikian, ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini. Pengecualian tersebut sebagian ada yang ditetapkan dalam pasal-pasal GATT itu sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan dalam konferensi-konferensi GATT melalui suatu penangguhan (waiver) dan prinsip-prinsip GATT berdasarkan Pasal XXV. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas ( frontier traffic advantage ), tidak boleh dikenakan terhadap anggota GATT lainnya (Pasal VI)

  • Perlakuan preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada (misalnya kerja sama ekonomi dalam british commonwealth’ ; the French Union (Prancis dengan Negara-negara bekas kolonialnya); dan Banelux (Banelux Economic Union ), tetap boleh terus dilaksanakan namun tingkat batas preferensinya tidak boleh dinaikkan (Pasal 1 ayat 2-4).

  • Anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union atau Free Trade Area yang memenuhi persyaratan Pasal XXIV tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya.

  • Pemberian preferensi tariff oleh negara-negara maju kepada produk impor dari negara yang sedang berkembang atau negara-negara yang kurang beruntung ( least developed ) melalui fasilitas generalized system of preference (sistem preferensi umum). Pengecualian lainnya adalah apa yang disebut dengan ketentuan pengamanan ( safeguard rule ). Pengecualian ini mengakui bahwa suatu pemerintah apabila tidak mempunyai upaya lain, dapat melindungi atau memproteksi untuk sementara waktu industri dalam negerinya. Safeguard rule diatur dalam Pasal XIX, memperbolehkan kebijakan demikian, namun hanya dipakai dalam keadaan-keadaan tertentu saja.

2. Prinsip National Treatment
Prinsip national treatment terdapat dalam Pasal III GATT. Menurut prinsip ini, produk dari suatu negara harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri. Prinsip ini juga berlaku terhadap semua macam pajak dan pungutanpungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap perundangundangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan (hukum) yang memengurusi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif.

Menurut Herman Mosler, bahwa unsur-unsur penting yang terkandung dalam prinsip national treatment adalah sebagai berikut.

  • Adanya kepentingan lebih dari satu negara.
  • Kepentingan tersebut terletak di wilayah yusrisdiksi suatu negara.
  • Negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap kepentingan sendiri maupun kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya.
  • Perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain.

Penerapan prinsip national treatment merupakan pencerminan dari pembatasan kedaulatan suatu negara. Adapun tujuan dari prinsip ini adalah untuk menciptakan harmonisasi dalam perdagangan internasional agar tidak terjadi perlakuan yang diskriminatif antara produk domestik dan produk impor, artinya kedua produk tersebut harus mendapatkan perlakuan yang sama.

3. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif
Ketentuan dasar GATT adalah larangan retriksi kuantitatif yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. Retriksi Kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apa pun (misalnya penetapan kuota impor atau ekspor) pada dasarnya dilarang (IX). Hal ini disebabkan karena praktik demikian mengganggu praktik perdagangan normal. Restriksi kuantitatif dewasa ini tidak begitu meluas di negara maju.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya, hal tersebut dapat dilakukan dalam hal: pertama, untuk mencegah terkurasnya produk-produk esensial di negara pengekspor; kedua, untuk melindungi pasar dalam negeri khusunya yang menyangkut produk pertanian dan perikanan; ketiga, untuk mengamankan , berdasarkan escape clause (Pasal XIX), meningkatnya impor yang berlebihan (increase of imports ) di dalam negeri sebagai upaya untuk melindungi, misalnya terancamnya produksi dalam negeri; keempat, untuk melindungi neraca pembayaran (luar negerinya) (XII).

4. Prinsip Perlindungan Melalui Tariff
Prinsip ini diatur dalam artikel II section (2) GATT-WTO 1995, bahwa setiap negara anggota WTO harus mematuhi berapapun besarnya tariff yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tariff mengikat. Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tariff (menaikkan tingkat tariff bea masuk) dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya.

Perlindungan dengan tariff ini menunjukkan dengan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Sebagai kebijakan untuk mengatur masuknya barang ekspor dari luar negeri, pengenaan tariff ini masih dibolehkan dalam GATT. Negara-negara GATT umumnya banyak menggunakan cara ini untuk melindungi industri dalam negerinya dan juga untuk menarik pemasukan bagi negara yang bersangkutan. Meskipun dibolehkan, penggunaan tariff ini tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan GATT. Misalnya, pengenaan atau penerapan tariff tersebut sifatnya tidak boleh diskriminatif dan tunduk pada komitmen tariffnya kepada GATT/WTO.

5. Prinsip Resiprositas
Prinsip resiprositas yang diatur dalam artikel II GATT 1947, mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tariff masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara pengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tariff masuk untuk produk dari negara yang pertama tadi. Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara secara timbal balik saling memberikan kemudahan bagi lalu lintas barang dan jasa. Adapun tujuan dari prinsip ini ialah dalam hal terjadi pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsensi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional.