Apa saja Penyebab Stres Kerja?

image

Stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses pikir, dan kondisi seorang karyawan.

Apa saja Penyebab Stres Kerja ?

Tekanan stres

Temperatur/suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah berpotensi menjadi penyebab stres kerja. Temperatur atau suhu yang panas lebih berpotensial daripada temperatur yang dingin. Karena temperatur yang rendah bisa diatasi dengan memakai pakaian, lebih sulit melindungi tubuh dari temperatur/suhu yang sangat tinggi.

Pekerjaan tertentu yang dilakukan dilingkungan yang bersuhu panas, seperti karyawan yang bekerja di pabrik industri dengan suara-suara peralatan, atau perataran yang panas menyebabkan tingginya temperatur ruangan selama pekerjaan berlangsung. Tekanan stres juga dapat terjadi ketika para pekerja memakai pakaian pelindung untuk melindungi diri mereka dari bahan-bahan kimia.

Crowding (keramaian) dan cramping (kejang)

Sumber penyebab stres kerja terkadang adalah orang lain atau aspek lingkungan sosial. Pengaturan lingkungan kerja yang kurang baik sehinga lingkungan kerja menjadi ramai membuat seseorang harus bekerja ditempat yang ramai. Interaksi dengan rekan-rekan kerja terkadang juga kurang baik sehingga mengganggu tugas pekerjaan dan ini menyebabkan ketidaknyamanan dan pekerja menjadi ramai (crowding) dan kejang (cramping).

Crowding merupakan masalah-masalah psikologis yang berasal dari proses kelompok yaitu ketika ruangan kerja kecil dan karyawannya banyak atau ramai. Sedangkan cramping muncul ketika ruang gerak sangat terbatas untuk ukuran tubuh, sedangkan ruangan kerja penuh dengan peralatan dan kotak-kotak barang.

Tempat penampungan dan migrasi

Stres dapat disebabkan karena adanya perpindahan tempat kerja antar perusahaan, antar wilayah atau bahkan antar negara. Karena, karyawan harus dapat menyesuaikan diri lagi dengan pekerjaan dan lingkungan baru dan dapat juga dikarenakan kurangnya keterampilan tentang pekerjaan yang diembannya. Tempat penampungan juga seringkali menyebabkan stres karena banyaknya masalah-masalah kesehatan yang terjadi.

Job Stressor

Job stressor adalah stres yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri, seperti tuntutan peran dan beratnya beban kerja.

Beban berat yang berlebihan (work overload)

Beban kerja yang berlebihan dan beban kerja yang kurang diklasifikasikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja yang berlebihan (work overload) kuantitatif adalah menumpuknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Faktor yang dapat menimbulkan beban berlebih kuantitatif adalah desakan waktu. Setiap tugas yang diemban individu dalam lingkungan kerja diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara cepat dan cermat. Waktu merupakan salah satu ukuran efisiensi.

Waktu dalam suatu waktu dapat meningkatkan motivasi (sesuai dengan deadline) dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan individu berkurang. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk beban berlebih kuantitatif. Desakan waktu yang dirasakan individu menjadi destruktif.

Beban kerja yang berlebihan (work overload) kualitatif muncul ketika pekerjaan itu sangat sulit. Pekerjaan yang dilakukan individu beralih pada pekerjaan yang menitik beratkan penggunaan otak. Beban kerja yang kurang kuantitatif adalah terlalu sedikitnya pekerjaan. Kondisi ini dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi pengulangan gerak akan menimbulkan kejemuan, dan rasa monoton. Kejemuan dikarenakan pekerjaan yang terlalu sedikit untuk dilakukan.

Sedangkan beban kerja yang kurang kualitatif adalah pekerjaan yang terlalu mudah. Individu dalam hal ini tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya atau mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Kondisi ini dapat menimbulkan kejenuhan dan gangguan dalam hal perhatian. Beban terlalu sedikit karena kurangnya stimulasi akan menyebabkan rendahnya motivasi kerja. karyawan akan merasa bahwa dia tidak ada kemajuan dan merasa tidak berguna.

Peran ganda dan konflik peran

Peran ganda terjadi ketika tugas kerja tidak jelas, yaitu ketika seorang karyawan tidak tahu apa yang diharapkan oleh perusahaan dari kinerjanya. Konflik peran terjadi ketika tugas atau aspek lain dari pekerjaan tidak cocok. Contohnya, karyawan dituntut untuk teliti dan kreatif sementara pada waktu yang sama ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan. Peran ganda dan konflik peran ini dapat berakibat secara psikologis, contohnya ketegangan kerja, kecemasan dan frustasi.

Perbedaan kognitif dan kepribadian

Corak kognitif dan kepribadian mungkin dapat menyebabkan seseorang mengalami stres. Bagaimana seseorang mengartikan keadaan itu tergantung pada kepribadiannya. Jika seseorang memiliki kepribadian selalu berperasaan negatif yang menyebabkan munculnya emosi negatif, ini akan merubah respon seseorang terhadap penyebab stres (stressor) pekerjaan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ciri-ciri kepribadian seseorang dapat mencegah penyebab stres kerja.

Penyebab stres atau sumber stres pada pekerja, banyak peneliti melihatnya dari sudut pandang yang berasal dari organisasi (faktor pekerjaan). Namun, Robbins (2003), mengidentifikasi tiga rangkaian faktor, yaitu faktor lingkungan, organisasi, dan individu; yang bertindak sebagai sumber-sumber potensial terjadinya stres pada pekerja.

Berikut ini model stres yang dikemukakan oleh Robbins.

sumber stres pekerja
Sumber: Stephen P. Robbins, Organizational Behavior (10th ed.) , New Jersey: Pearson Education, 2003, p. 579.

Faktor lingkungan dan faktor individu adalah faktor-faktor yang menurut Robbins tidak dapat dilepaskan dari stres yang dialami pekerja mengingat masalah-masalah di luar pekerjaan tidak hilang begitu saja saat seorang pekerja mulai menjejakkan kakinya di tempat kerja.

  • Sumber stres yang berasal dari faktor lingkungan adalah ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi.

  • Sumber stres yang berasal dari faktor organisasional adalah tuntutan pekerjaan, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, struktur organisasi, kepemimpinan dalam organisasi, dan tahap hidup organisasi.

  • Sumber stres yang berasal dari faktor individu adalah masalah keluarga, masalah ekonomi/keuangan pribadi, dan kepribadian.

Faktor Lingkungan


Selain mempengaruhi desain struktur organisasi, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres pada karyawan di organisasi tersebut. Berikut ini faktor-faktor lingkungan yang ditemukan berpotensi menimbulkan stres pada individu :

  • Ketidakpastian ekonomi

    Perubahan siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Saat ekonomi mengalami kontraksi, contohnya, kegelisahan masyarakat mengenai keamanan kerjanya ( job security ) juga meningkat. Naiknya harga-harga barang kebutuhan, buruknya kondisi ekonomi juga merupakan faktor yang berpotensi menimbulkan stres pada individu.

  • Ketidakpastian politik

    Di beberapa negara yang memiliki kondisi politik yang stabil ketidakpastian politik mungkin tidak terlalu dirasakan, namun di negara yang sering mengalami konflik politik ketidakpastian politik ini sangat mempengaruhi tingkat stres penduduknya. Ancaman dan perubahan politik menurut Robbins juga dapat mendorong terjadinya stres, bahkan di negara sestabil Amerika Serikat dan Kanada.

  • Ketidakpastian teknologi

    Tipe ketiga dari faktor lingkungan yang juga menimbulkan stres adalah ketidakpastian teknologi. Karena inovasi-inovasi baru dapat membuat keahlian individu usang dalam waktu yang sangat singkat; komputer, robotik, automatisasi, dan bentuk sejenisnya dari inovasi teknologi adalah ancaman bagi banyak orang yang cenderung membuat mereka stres.

  • Lain-lain

    Selain hal-hal di atas, menurut Robbins terdapat faktor lingkungan lainnya yang spesifik dan berbeda-beda di tiap negara. Terorisme merupakan salah satu isu yang sempat mencuat di Amerika Serikat paska terjadinya peristiwa 9/11 pada tahun 2001 dan sangat mempengaruhi tingkat stres para pekerja disana. Sementara menurut Cooper & Straw (2002), faktor lingkungan seperti bencana alam, cuaca yang tidak bersahabat, serta kemacetan lalu lintas saat pulang dan pergi kerja, juga berkontribusi menimbulkan stres yang dialami pekerja.

Faktor Organisasional


Terdapat banyak faktor yang berasal dari organisasi yang dapat menyebabkan stres pada pekerja. Tekanan untuk menghindari error/kesalahan kerja dalam waktu terbatas, beratnya beban kerja, atasan yang terlalu banyak menuntut dan tidak sensitif, bawahan yang kurang mendukung adalah beberapa diantaranya. Berikut ini faktor-faktor organisasional yang ditemukan berpotensi menimbulkan stres pada individu:

  • Tuntutan pekerjaan

    Tuntutan pekerjaan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Termasuk di dalamnya adalah desain pekerjaan (otonomi, ragam tugas, tingkat otomatisasi), kondisi-kondisi kerja, dan layout fisik tempat kerja).

    • Otonomi adalah tingkat kewenangan individu dalam mengatur pekerjaannya, baik dari segi hal apa saja yang akan dia kerjakan lebih dulu, bagaimana melakukan pekerjaannya, prioritas tugas, pengaturan waktu kerja, dan lain-lain.

    • Ragam tugas terkait dengan tingkat variasi tugas yang harus dilakukan individu dalam pekerjaannya, dimana pekerjaan yang terlalu monoton (itu-itu saja) merupakan salah satu sumber pembangkit stres kerja.

    • Otomatisasi membantu individu meringankan tugasnya, namun bila sering terjadi kerusakan dalam sistem, otomatisasi justru berpotensi menimbulkan stres.

    • Kondisi kerja dan layout fisik tempat kerja berkaitan dengan lingkungan tempat kerja individu, termasuk suhu, sirkulasi udara, susunan peralatan kerja, luas ruang kerja, dan lain-lain. Bekerja dalam ruangan yang terlalu sesak atau dalam ruang yang terlihat dimana sering terjadi interupsi menurut Robbins juga dapat meningkatkan tingkat kegelisahan dan stres pada pekerja.

    • Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit juga merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan ke dalam beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Unsur yang menyebabkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara cepat dan cermat. Desakan waktu ini walaupun pada tingkat tertentu dapat memotivasi pekerja, juga berpotensi menimbulkan stres dan mengakibatkan bertambahnya tingkat kesalahan kerja.

      • Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pekerjaan yang monoton (terlalu sederhana, banyak terjadi pengulangan gerak), dan hanya memiliki sedikit ragam tugas, adalah contoh sumber stres karena terlalu sedikitnya beban kuantitatif.

      • Beban berlebih kualitatif terkait dengan pekerjaan yang dilakukan manusia dimana titik beratnya beralih pada pekerjaan otak, seperti terlalu tingginya tuntutan intelektual dan teknikal (tingkat kesulitan) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Beban terlalu sedikit kualitatif terkait dengan pekerjaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keahlian/ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya.

  • Tuntutan peran

    Tuntutan peran merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai sebuah fungsi dari peran yang dipegangnya dalam organisasi. Masalah-masalah mengenai peran individu dalam organisasi umumnya terkait dengan konflik peran (role conflict) dan ambiguitas peran (role ambiguity) yang diketahui memiliki efek disfungsional bagi individu maupun organisasi (Rizzo, House & Lirtzman, 1970).

    • Konflik peran terjadi pada saat perilaku-perilaku yang diharapkan / diekspektasi perusahaan dari diri individu seringkali tidak konsisten (Rizzo, House & Lirtzman, 1970).

      Contoh: saat pekerja berada dalam posisi terjepit, misalnya memiliki dua supervisor yang ternyata memintanya melakukan hal yang bertentangan satu sama lain (Greenberg, 2002). Dalam situasi seperti ini, individu akan merasakan konflik (dalam memutuskan permintaan mana yang harus dia penuhi). Akibatnya, individu akan merasa stres, tidak puas, dan kurang efektif dalam melakukan tugasnya ketimbang saat ekspektasi-ekspektasi yang dibebankan kepadanya tidak bertentangan.

      Menurut Andraeni (2003), konflik peran timbul saat seorang pekerja mengalami adanya pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.

    • Ambiguitas peran terjadi pada saat kurangnya informasi yang tersedia bagi posisi/jabatan tertentu dalam organisasi (Rizzo, House & Lirtzman, 1970). Hal ini membuat aspek-aspek pekerjaan yang harus dilakukan dirasa tidak jelas bagi individu di jabatan tersebut. Menurut Greenberg (2002), saat ambiguitas/ketaksaan peran ini terjadi pada pekerja, stres dan frustasi dapat muncul. Untuk mencegah terjadinya ambiguitas ini menurut beliau, pekerja juga harus mengetahui dengan jelas kriteria apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangan karirnya, prioritas-prioritas apa saja yang diset organisasi, dan tentunya apa saja yang diharapkan organisasi dari mereka.

      Menurut Andraeni (2003), ambiguitas peran terjadi jika seorang pekerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan menurut beliau meliputi ketidakjelasan dari sasaran-sasaran (tujuan) kerja, kesamaran tentang tanggung jawab, ketidakjelasan tentang prosedur kerja, kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain, kurang adanya umpan balik, atau ketidakpastian tentang produktivitas kerja.

  • Tuntutan interpersonal

    Tuntutan interpersonal merupakan tuntutan-tuntutan yang diciptakan oleh pekerja lainnya dalam organisasi. Menurut Robbins (2003), kurangnya dukungan sosial dari kolega dan buruknya hubungan interpersonal di tempat kerja dapat menyebabkan stres, khususnya bagi karyawan yang memiliki tingkat kebutuhan sosial yang tinggi.

  • Struktur organisasi

    Struktur organisasi menunjukkan level diferensiasi dalam organisasi, tingkat peraturan dan regulasi organisasi, serta dimana keputusan dibuat. Peraturan yang terlalu banyak serta kurangnya partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan merupakan contoh variabel struktural yang berpotensi menimbulkan stres pada pekerja. Sebagai tambahan, rendahnya tingkat partisipasi pekerja juga ditemukan berhubungan dengan buruknya kesehatan fisik, depresi, ketidakpuasan, rendahnya motivasi, absen, dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan.

    Mengenai struktur organisasi ini, menurut Cooper juga mencakup iklim yang tercipta dalam organisasi, yang berpotensi menyebabkan stres dan ketidakpuasan pada pekerja, seperti adanya ’politik kantor’ yang tidak sehat dalam organisasi (Greenberg, 2002).

  • Kepemimpinan dalam organisasi

    Kepemimpinan dalam organisasi merepresentasikan gaya manajerial dari para eksekutif senior dalam organisasi. Beberapa eksekutif senior menciptakan budaya yang dikarakterisasikan oleh ketegangan, ketakutan, dan kegelisahan. Mereka menciptakan tekanan-tekanan yang tidak realistis untuk dilakukan dalam jangka pendek, menerapkan kontrol yang terlampau ketat, dan secara rutin memecat karyawan yang dianggap tidak ’ measure up ’.

  • Tahap hidup organisasi

    Tahap hidup organisasi merupakan siklus yang dilalui organisasi mulai dari saat organisasi didirikan (established), tumbuh (grow), dewasa (matured), dan pada akhirnya mengalami penurunan (decline). Empat tahapan siklus ini menciptakan masalah-masalah dan tekanan-tekanan yang berbeda bagi pekerja. Dari keseluruhan tahap yang dilalui organisasi, menurut Robbins (2003), tahap pendirian dan tahap penurunan adalah tahap yang umumnya menimbulkan lebih banyak stres karena banyaknya unsur ketidakpastian didalamnya.

  • Pengembangan karir

    Pengembangan karir merupakan salah satu faktor organisasi yang juga ditemukan menimbulkan stres bagi pekerja. Contohnya stres yang dialami pekerja saat merasa karirnya berjalan di tempat/tidak berkembang, ambisinya terhalangi, merasa keamanan kerjanya kurang, tidak mendapat promosi jabatan yang sepantasnya (underpromotion) atau justru terlalu dipromosikan pada jabatan yang ternyata terlalu tinggi untuk diembannya (overpromotion), serta saat pekerja merasa kompensasi yang diperolehnya tidak sebanding dengan pekerjaan yang harus dilakukannya atau pada beberapa kasus lebih rendah dari karyawan lain yang seposisinya (Stranks, 2009; Greenberg, 2002).

  • Tuntutan emosional pekerjaan

    Tuntutan emosional pekerjaan merupakan faktor penyebab stres yang ditemukan pada beberapa jabatan dalam organisasi terkait dengan tuntutan yang diberikan kepada karyawan di jabatan tersebut untuk menyembunyikan emosi yang sedang dirasakannya (Kendall, Murphy, O’Neil & Bursnall, 2000). Jabatan pada posisi frontliner adalah contoh jabatan yang memiliki tuntutan emosional yang lebih tinggi karena mereka dituntut untuk selalu tersenyum ramah dan menunjukkan sifat bersahabat kepada pelanggan walaupun mereka sedang memiliki masalah-masalah yang membuat mereka marah, kesal, ataupun sedih (Kendall, Murphy, O’Neil & Bursnall, 2000; Lucas, 2009).

Faktor Individual


Kategori terakhir dari stres yang dialami pekerja adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kehidupan personal pekerja, terutama faktor keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta karakteristik sifat personal (kepribadian). Umumnya individu bekerja sekitar 40–50 jam per minggunya. Namun apa yang dialami dan masalah-masalah yang terjadi pada lebih kurang 120 jam lainnya dalam satu minggu tersebut bisa bercampur aduk ke dalam pekerjaan dan berkontribusi meningkatkan stres pada pekerja.

  • Masalah personal/keluarga

    Hasil survei di Amerika secara konsisten menunjukkan bahwa individu memegang hubungan personal (pribadi) dan hubungan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Masalah dalam pernikahan, putusnya hubungan, dan masalah disiplin anak adalah contoh masalah personal/keluarga yang menciptakan stres pada pekerja. Masalah-masalah tersebut tidak hilang begitu saja saat individu mulai menjejakkan kakinya di tempat kerja.

  • Masalah ekonomi

    Masalah ekonomi diciptakan oleh individu yang terlalu banyak menghabiskan sumber daya finansial yang dimilikinya. Permasalahan keuangan ini dapat menimbulkan stres pada pekerja dan dapat mengganggu pekerjaan yang mereka lakukan. Baik individu dengan penghasilan puluhan juta, maupun ratusan ribu rupiah per bulan dapat mengalami masalah ini jika mereka tidak mengatur keuangannya dengan baik.

  • Family-work conflict

    Konflik kerja-keluarga adalah sumber stres yang timbul karena adanya masalah dalam keluarga ketika individu berada di tempat kerja atau sebaliknya. Biasanya hal ini datang karena adanya tuntutan yang bertentangan antara keluarga dan pekerjaan, dimana keduanya dipandang sama penting, sehingga akhirnya menimbulkan konflik pada diri pekerja. Menurut Sarantakos, keluarga dan pekerjaan saling berkaitan dan bergantung satu sama lain (Kendall, Murphy, O’Neil & Bursnall, 2000).

    Keluarga adalah bagian integral dari proses ekonomi dan saat mempekerjakan seorang pegawai, pihak pemerkerja ( employer ) secara otomatis menerima tanggung jawab yang dipegang pegawai bagi keluarganya (fenomena ini disebut ’spillover’ ). Menurut Lasky, tuntutan yang berhubungan dengan keluarga dan keuangan dapat menjadi sumber stres utama di luar organisasi yang dapat menambah atau bahkan mempercepat terjadinya stres di tempat kerja (Kendall, Murphy, O’Neil & Bursnall, 2000).

  • Faktor kepribadian

    Faktor kepribadian adalah karakteristik sifat personal individu yang berpotensi menimbulkan stres pada diri mereka. Beberapa individu cenderung untuk melihat aspek-aspek negatif dari dunia ( negative affectivity ) yang membuat efek stres yang dirasakannya menjadi lebih tinggi ketimbang individu dengan tingkat negative affectivity rendah (Robbins, 2003). Individu yang merasa tidak menyukai pekerjaan yang dilakukannya, merasa bosan dengan pekerjaannya, sering merasa jengkel atas kemunduran-kemunduran kecil, memandang diri sering berada pada posisi yang tidak menguntungkan adalah contoh afeksi negatif dari individu itu sendiri yang turut berkontribusi terhadap stres yang dialaminya.