Apa saja Penghalang (Barriers) sebagai Pendengar yang Baik?

image

Dalam mendengarkan aktif, terjadi tiga proses yang berjalan bersamaan, yaitu :

  1. mengamati, yaitu memperhatikan dengan seksama pesan verbal dan non verbal yang nampak maupun tersembunyi,

  2. memahami, yaitu menganalisa dan menerima apa yang dirasakan dan dialami konseli,

  3. menanggapi, yaitu memberikan umpan balik secara verbal dan non verbal dengan tepat yang menunjukkan bahwa konselor mendengarkan dengan baik dan memahami “pesan” yang disampaikan konseli.

Apa saja penghalang (barriers) sebagai pendengar yang baik?

Untuk menjadi pendengar yang baik (active listener), seseorang juga perlu mengindentifikasi sejumlah hambatan (blocks) dalam mendengarkan. Berikut akan disajikan daftar hambatan dalam mendengarkan yang secara sengaja maupun tidak sengaja sering dilakukan namun berpengaruh pada kemampuan atau latihan untuk menjadi pendengar yang baik.

  1. Membandingkan: mendengarkan menjadi sulit ketika kita sibuk membandingkan: “Siapa yang lebih cerdas?”, “Siapa yang lebih beruntung?”, “Siapa yang lebih bekerja keras? Kamu atau saya?”, dst.

  2. Membaca pikiran: Seorang pembaca pikiran tidak sungguh-sungguh menaruh perhatian pada orang yang diajak bicara bahkan pada pa yang dibicarakan oleh orang tersebut. Dia mencoba mencari tahu apa yang sungguh-sungguh dipikirkan dan dirasakan oleh orang tersebut

  3. Mengulang-ulang: Anda tidak akan punya waktu untuk mendengarkan ketika anda mengulang/melatih apa yang akan anda katakan. Pikiran anda mempersiapkan komentar anda selanjutnya.

  4. Menyaring: tidak ada pesan yang utuh diterima jika pendengar menyaring isi pembicaraan.

  5. Mendakwa: hambatan ini adalah kecenderungan yang paling sering dilakukan karena ada stereotype tertentu pada orang yang kita ajak bicara.

  6. Berimajinasi: pendengar yang tidak sungguh-sungguh mendengarkan biasanya akan cepat dan mudah untuk melamun dan berimajinasi tentang hal-hal lain sementara pembicaraan terus berlangsung.

  7. Mengindentifikasi: beberapa pokok pembicaraan se-ring sama dengan identitas pembicara dan seringkali mengganggu pendengar jika dia dengan sengaja mengindentifikasikan hal tersebut dengan dirinya.

  8. Menasehati: dalam hal ini pendengar bertindak seolah-olah sebagai `problem solver’ yang paling hebat, selalu siap dengan saran, masukan, tips dsb tanpa mendengarkan baik-baik karena pendengar sibuk menyiapkan nasehat jitu. Anda tidak dapat mendengarkan perasaan-perasaan klien jika hanya terdorong memberikan nasehat.

  9. Bertengkar: kadangkala, karena tidak mendengarkan sungguh-sungguh kita cenderung untuk mengajak orang lain berdebat bahkan bertengkar. Ini berarti kita tidak bersedia membuka hati untuk mendengarkan apa maksud si pembicara.

  10. Membenarkan diri: masih ada kaitannya dengan bertengkar, kecenderungan untuk mendengarkan diri sendiri berakibat pada keinginan untuk membenarkan diri dan akhirnya kehilangan momentum untuk menangkap inti pesan yang sesungguhnya dari orang yang sedang diajak bicara.

  11. Mengalihkan topik: karena kita tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh maka kita akan bosan, kebosanan tersebut akan semakin mem-buat kita mudah untuk mengalihkan topik.

  12. Mendamaikan: artinya, menghibur orang yang kita ajak bicara dengan cepat supaya tidak masuk ke inti pembicaraan yang lebih dalam karena kita tidak ingin mendengarkan lebih jauh.

Dengan mendengar kata-kata, tidak berarti Anda mengerti pesannya. Maka dari itu, dibutuhkan keterampilan mendengar yang baik. Dengan melakukan keterampilan mendengar, kita dapat mengerti dengan jelas apa maksud dan makna dari pesan yang disampaikan.

Untuk dapat menjadi pendengar yang baik, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu terkait dengan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam proses mendengarkan.

Berikut adalah hambatan-hambatan apa saja yang ditemui dalam
proses mendengar, (Maulana & Gumelar, 2013)

  1. Preoccupation. Sebuah situasi di mana seseorang tengah sibuk dengan urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan topik pembicaraan.

  2. Preconceived Ideas. Adanya berbagai ide atau pemahaman yang telah mendominasi pemikiran seseorang, sehingga sering terjadi penolakan berbagai gagasan baru.

  3. Talking too much. Adanya dominasi untuk terus berbicara daripada mendengarkan. Hal ini tentu tidak baik karena orang lain akan merasa tidak dihargai untuk didengar.

  4. Thinking of Responses. Tidak terjalinnya kesinambungan dalam memberi respon atau terlalu banyak berpikir untuk memberi respon daripada mendengarkan.

  5. Lack of Interest. Setiap individu cenderung mendengar hanya hal-hal yang dianggap menarik. Apabila hal yang didengar tidak menarik, maka akan diabaikan. Padahal, hal yang tidak menarik tersebut bisa merupakan sebuah informasi baru yang penting.

image

Cara Mengatasi Hambatan Listening

Beberapa cara mengatasi hambatan dalam mendengarkan: (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010)

  1. Jika memungkinkan, cari tempat yang lebih tenang agar tidak banyak noise saat proses mendengarkan berlangsung.

  2. Tempat sangat berpengaruh dalam proses mendengarkan. Semakin nyaman tempat-nya, maka semakin nyaman pula proses mendengarkan. Tempat yang nyaman dapat meliputi suhu yang tepat, penerangan yang tepat, dan tempat yang berganti-ganti agar tidak kebosanan.

  3. Beri perhatian sepenuhnya. Jangan melakukan aktvitas lain ketika sedang mendengarkan orang lain.

  4. Katakan sejujurnya apabila kita sedang berada di situasi yang kurang tepat untuk mendengarkan. “Sekarang adalah waktu yang kurang tepat untuk kita berbicara. Saya sangat terganggu sekali dan tidak akan bisa memberikan perhatian penuh kepada Anda. Bisakah kita mengatur waktu lain untuk berbicara lagi?” Kalimat tersebut dapat diucapkan ketika kita tengah sibuk melakukan aktivitas lain dan ada orang yang menghampiri kita untuk mendengarkannya.

Faktor-faktor penghambat untuk dapat menjadi pendengar yang baik bersumber pada dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan psikologis (psychological environment) dan lingkungan fisik (physical environment).


Lingkungan Psikologis


Hambatan yang bersumber pada lingkungan psikologis meliputi kelemahan manusiawi, kode (encoding dan decoding), sistem nilai, pendidikan, dan profil psikologis.

Kelemahan manusiawi.

Hambatan paling besar untuk mendengarkan adalah kecenderungan manusiawi untuk menghakimi, mengevaluasi, atau mendebat. (Rogers, 1991).

Kecenderungan menghakimi membuat orang tidak suka mendengarkan karena selalu bertindak reaktif dan defensif.

Kode.

Keterampilan membentuk kode, menggunakan kode, dan meng-urai kode adalah sangat penting untuk proses pertukaran arti. Keterampilan kode terbentuk melalui pengalaman dalam mendengarkan dan berbicara, yang melibatkan ingatan, nilai, dan kepercayaan.

Semua itu menghasilkan sikap bagaimana mendekati komunikasi dan efektivitas komunikasi dapat dicapai. Seorang manajer yang mempunyai pengalaman negatif dengan serikat pekerja, misalnya, akan cukup sulit mendengarkan dengan saksama ketika harus melakukan negosiasi dengan perwakilan serikat pekerja lagi.

Sistem nilai.

Nilai-nilai sosial menggerakan arah dan menentukan apa hal-hal yang dapat dibicarakan dan apa yang layak didengarkan. Sistem nilai terbentuk melalui pengalaman dan perkembangan dalam interaksi sosial.

Orang yang dibesarkan pada zaman Orde Baru terbiasa dengan aturan bahasa dan perilaku, sehingga sulit mengerti bahasa dan perilaku remaja yang dibe-sarkan oleh zaman Reformasi yang serba bebas.

Pendidikan.

Pendidikan formal memang tidak secara langsung terkait dengan pelatihan keterampilan mendengarkan. Namun kaum terdidik suka bergaul dengan banyak orang yang berbedabeda, cenderung terbuka dalam mendengarkan dan berbicara tentang masa depan, sementara orangorang yang berpendidikan rendah cenderung tertutup dan suka bicara dan men-dengarkan kondisi hidup sekarang—bukan masa depan.

Profil psikologis.

Orang-orang yang bermental tertutup dan bermental terbuka sangat berbeda dalam keingingan mendengarkan. Jadi sifat dogmatis, otoriter, emosional, dan agresif cenderung tidak suka mendengarkan, karena mereka tertutup terhadap ide baru, informasi alternatif, dan gagasan berbeda. Orang yang agresif, emosional, dan otoriter tidak suka mendengarkan karena mereka cenderung reaktif dan defensif. Sebaliknya, orangorang yang demo-kratis dan terbuka cenderung suka mendengarkan dan mencari ide alternatif.


Lingkungan Fisik


Hambatan-hambatan yang bersumber pada lingkungan fisik meliputi kondisi fisik manusia dan situasi, termasuk kondisi fisik diri, umur, ruang, waktu, dan suara.

Kondisi fisik diri.

Terkait dengan indera pendengaran dan alat-alat untuk berbicara. Penderita bisu-tuli cenderung lebih tertutup dari pada orangorang normal, karena keterampilan bicara dan mendengarkan tidak berkembang sebagaimana mestinya. Orang-orang gaguk dan gagap cenderung tidak suka mendengarkan dan menjauhi keramaian dan obrolan orang-orang.

Tempat.

Setiap peristiwa terjadi di suatu tempat. Lokasi terjadinya komunikasi mempunyai pengaruh besar pada kegiatan mendengarkan, terutama karena dimensi jarak dan kualitas kondisi. Jarak jauh atau ruang yang tersekat tembok menghambat mendengarkan efektif. Kafetaria adalah ruang yang cocok untuk mendengarkan gurauan dan obrolan, namun tidak cocok untuk mendengarkan curahan hati.

Orang mengenal ruang publik dan ruang privat yang harus dibedakan dan tidak boleh dikacaukan, meskipun kedua-duanya dibutuhkan untuk pengembangan sosial dan interpersonal. Ruang publik tidak cocok untuk mendengarkan keluhan-keluhan dan pertengkaran pribadi dan ruang privat tidak cocok untuk berdebat politik dan ideologi.

Waktu.

Setiap tindakan terkait waktu. Manajer mengenal waktu kerja dan waktu istirahat, waktu mendesak dan waktu normal. Manajer menyatakan: ”Menjelang Hari Raya, semua karyawan bekerja lembur; Semua laporan akan kita bicarakan besok, bukan hari ini.; Persiapan piknik kita bicarakan dalam rehat kopi.” Semua ucapan itu terkait waktu dengan bobot berbeda.

Karyawan sering mau berbicara, namun manajer sedang sibuk: ”Maaf, jangan sekarang”. Orang yang sedang terburu-buru tidak dapat mendengarkan instruksi dengan saksama.

Suara bising.

’Noise’ adalah istilah teknis untuk merujuk segala ’gangguan’—bukan hanya dalam artian suara bising—dalam proses komunikasi. Secara fisik suara telpon yang berdering-dering, suara radio yang keras, gemuruh hujan deras, dan deru mobil-mobil di jalan semua mengganggu pendengaran orang yang sedang bercakap.

Secara teknis ’timbunan kerja berlebih’ (overload) dipercaya sebagai ’noise’ yang mengganggu pendengaran manajer saat presentasi laporan. Akhirnya, teriakan melengking, kecepatan ucapan, dan nada bicara mempengaruhi efektivitas pendengaran dan penafsiran arti kata.

Peningkatan keterampilan mendengarkan secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara: pelatihan membangun kebiasaan mendengarkan baik (good listening habits) (O’Rourke, 2004) dan melaksanakan kegiatan ’mendengarkan aktif’ (active listening) (Smeltzer, 2002).