Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra?

T.S. Eliot menyatakan bahwa keagungan cipta sastra hanya dapat ditangkap secara utuh jika diikutsertakan pula unsur-unsur metasastra seperti filsafat, agama, politik, sosiologi, dan sebagainya (dalam Ahar, 1975). Karya sastra ciptaan sastrawan besar sering melukiskan kecemasan, harapan dan aspirasi manusia. Sastra bahkan mugkin merupakan salah satu barometer sosiologi yang efektif dalam mengukur tanggapan manusia terhadap kekuatan-kekuatan sosial (Damono, 1979).

Sastra, yang tergabung dalam Ilmu-Ilmu Humaniora (IIH), bersama-sama dengan filsafat, etika, estetika, sejarah, bahasa, agama, ilmu hukum, ilmu purbakala, serta kritik seni, secara kolektif merupakan suatu kerangka sekaligus kosakata bagi telaah-telaah mengenai nilai-nilai kemanusiaan, kebutuhan, aspirasi, juga kemampuan dan kelemahan manusia seperti terungkap dalam kebudayaannya.

Mempelajari, tepatnya menelaah karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung dalam pengalaman- pengalaman kita, dan memberikan cara-cara memahami segenap jenis kegiatan kemasyarakatan, serta maksud yang terkandung dalam kegiatan-kegiatan tersebut, baik kegiatan masyarakat kita sendiri maupun masyarakat lain. Sayangnya, tidak banyak para teknokrat dan penentu kebijakan negeri ini yang menyadari akan hal ini.

Fungsi lain yang dapat dikembangkan melalui membaca dan menelaah karya sastra adalah kemampuan untuk mengembangkan kebiasaan dan perangkat intelektual yang dapat menopang pelaksanaan analisis, penilaian, dan kritik secara mandiri. Kemampuan jenis terakhir ini akan terasa sangat penting ketika kita berhadapan dengan persoalan moralitas, baik moralitas sosial (public morality) maupun moralitas pribadi (private morality).

Sebagai ilustrasi, ketika kita membaca karya sastra (hikayat, puisi, cerpen, novel, dan drama), secara otomatis kita akan menerobos lingkungan ruang dan waktu yang ada di sekitar kita. Karya-karya fiksi dan puisi besar yang diberi predikat “karya sastra” (literer) adalah karya-karya yang berhasil membangunkan manusia atas rasa empati dengan tokoh-tokoh dalam karya-karya termaksud.

Karya sastra membuat kita mampu memahami segenap perjuangan tokoh-tokoh yang dilukiskannya, turut gembira dengan kebahagiaan yang dicapainya, dan turut bersedih dengan kemalangan yang dialaminya. Kita mengenali diri kita sendiri pada tokoh-tokoh dalam karya sastra yang kita baca. Dengan membaca karya sastra dalam bentuk novel, cerpen, drama, dan puisi, kita turut menghayati segenap kebahagiaan dan kesedihan yang dialami tokoh-tokoh kita. Dalam proses penghayatan ini dunia kita diperluas, menembus batas- batas duniawi yang ada di sekitar kita (Al-Ma’ruf, 2003).

Kemampuan untuk memproyeksikan daya imajinasi kita ke dalam pengalaman orang lain memupuk kesadaran kita akan adanya persamaan dalam pengalaman dan aspirasi manusia. Hal ini merupakan permulaan dari kemampuan untuk mengembangkan empati dan toleransi. Secara luas makna empati adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan diri secara penuh dengan orang lain, dan melalui proses ini memahami pula orang lain. Kemampuan inilah yang mengikat orang tua dengan anaknya, dengan sesama tetangga, dengan sesama warga negara, dan seterusnya. Empati merupakan landasan paling esensial bagi proses pembinaan bangsa.

Adapun toleransi adalah kemampuan untuk menerima dan mengakui keabsahan suatu perbedaan, dan dengan demikian toleransi menjadi landasan mendasar bagi terciptanya hubungan damai, baik internal bangsa maupun antara bangsa-bangsa. Kesemuanya itu dapat diperoleh melalui membaca karya sastra dan menelaahnya secara holistik atau komprehensif.

Berbagai nilai kehidupan dan pesan-pesan moral yang bermanfaat bagi manusia untuk memperkaya khasanah batinnya terkandung di dalam karya sastra bagaikan mosaik yang indah, yang tidak ditemukan dalam karya lainnya. Nilai-nilai kehidupan itu beraneka ragam baik yang berkaitan dengan kemanusiaan, sosial, kultural, moral, politik, ekonomi, dan gender. Tak ketinggalan nilai-nilai kehidupan yang berhubungan dengan ambisi, simpati, empati dan toleransi, cinta dan kasih sayang, dendam, iri hati, rasa berdosa, kegundahan dan kegamangan hidup, serta kematian. Kesemuanya dapat kita temukan dalam karya sastra.

Telaah atau studi karya sastra dengan demikian mencakup suatu kawasan yang paling manusiawi dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, suatu kawasan pemikiran yang secara esensial menyentuh masalah-masalah kehormatan, prestis atau harga diri, keberanian, kebebasan, keadilan, dan kelurusan. Semua itu merupakan persoalan-persoalan inti bagi penggalangan motivasi dan keberhasilan usaha, dan karena itu merupakan persoalan-persoalan pokok bagi pembangunan karakter bangsa. Apresiasi dan telaah sastra dapat digunakan sebagai jendela untuk mengintip manusia dengan segenap kompetensi, ambisi, sifat, dan karakternya yang kompleks, unik, dan variatif.