Apa saja mahzab (aliran) dalam ekonomi Islam?

Apa saja mahzab (aliran) dalam ekonomi Islam ?

Apa saja mahzab (aliran) dalam ekonomi Islam yang Anda ketahui?

1 Like
  1. Mahzab Iqtishaduna
    Beberapa tokoh mahzab ini antara lain Muhammad Baqir al-Shadr, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasany, Kadim al-Shadr, Iraj Toutounchian, dan Hedayati.

    Mahzab ini dipelopori oleh Baqir al-Shadr dengan bukunya yang berjudul Iqtishaduna (Ekonomi kita). Mahzab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi akan tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan bisa disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti Islam, dan yang lainnya Islam. Menurut mereka, perbedaan fislosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mahzab Baqir al-Shadr menolak pernyataan ini karena menurut mereka Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai dalam al-Qur’an, yaitu :

    “Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya” QS. Al-Qamar : 49.

    Dengan demikian, segala sesuatunya udah terukur dengan sempurna. Sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia ini. Mahzab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Pihak yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, melainkan karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

    Oleh karena itu, menurut mahzab ini, istilah ekonomi Islam adalah istilah yangbukan hanya tidak sesuai dan salah, melainkan juga menyesatkan dan kontradiktif. Karena itu penggunaan ekonomi Islam haruslah dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu Istishad. Iqtishad bukanhanya sekedar terjemahan dari ekonomi Islam. Iqtishad berasal dari kata bahasan Arab “qashd”, yang secara harfiah berarti “ekuilibrium” atau seimbang.

    Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya, mahzab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru yang langsung digali dan dideduksi dari al-Qur’an dan Sunnah.

  2. Mahzab mainstream IDB
    Beberapa tokoh dalam mahzab mainstream adalah M. Umer Chapra, M.A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan lain sebagainya. Mereka mayoritas bekerja di Islamic Development Bank (IDB), yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara sehingga penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.

    Mahzab mainstream ini berbeda pendaptan dengan Baqir Shadr karena mahzab ini setuju bahwa masalah ekonomi mucul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Memang benar, misalnya bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik keseimbangan. Namun jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu maka sangat mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini yang sering kali terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh misalnya lebi langka dibandingkan dengan di Thailand. Jadi, keterbatasan sumber daya ini memang ada bahkan diakui pula oleh Islam. Dalilnya adalah QS. Al-Baqarah : 155.

    “Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”

    Dengan demikian, pandangan mahzab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber daya lah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi. Bila demikian, dimanakah letak perbedaan mahzab mainstream dengan ekonomi konvensional ?.

    Perbedaannya terletak pada cara penyelesaian masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tidak terbatas memaksa manusia melakukan pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginannya, dari yang paling penting sampai yang tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan seleran pribadi masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntunan agama, boleh juga mengabaikannya. Dalam al-Qur’an, pilihan dilakukan dengan “mempertaruhkan hawa nafsunya”. Tetapi dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya-termasuk ekonomi-selalu dipandu oleh Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah.

    Tokoh mahzab mainstream ini adalah para doktor ekonomi yang belajar (ada juga yang mengajar) di beberapa universitas di Barat. Oleh karena itu, mahzab ini tidak pernah membuanh sekaligus teori komunikasi ekonomi konvensional ke keranjang sampang. Umer Chapra misalnya, berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga, yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir.

    Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidaklah diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu itu bagi umat Islam ibarat barang yang hilang. Dimana saja ditemukan maka umat Islamlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat Islam memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan muslim banyak yang meminjami ilmu dario peradaban lain, seperti Yunani, India, Persia, dan China, yang bermanfaat diambil dan yang tidak bermanfaat dibuang sehingga transformasi ilmu dengan diterangi cahaya Islam.

  3. Mahzab Alternatif Kritis
    Pelopor mahzab ini antara lain adalah Timur Kuran, Jomo, dan Muhammad Arif. Mahzab ini mengkritik kedua mahzab sebelumnya. Mahzab Baqir dikritik sebagai mahzab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru ang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara ini, mahzab mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

    Mahzab ini merupakan suatu mahzab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme tetapi terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar tetapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam merupakan hasil tafsiran manusia atas al-Qur’an dan Sunnah sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proporsi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarnannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Referensi

Fauzia, I Y dan Riyadi, A K. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam, Perspektif Maqasid al-Syari’ah. Jakarta : Penerbit Kencana.