Apa saja macam-macam Macam-macam Aliran Konstruktivisme?

Aliran Konstruktivisme

Menurut konstriktivis aspek hubungan internasional yang paling penting adalah sosial bukan material. Mereka berpendapat bahawa dunia sosial, politik termasuk hubungan internasional bukanlah identitas fisik atau objek material yang berada diluar kesadaran manusia.

Apa saja macam-macam Macam-macam Aliran Konstruktivisme?

Macam-macam Aliran Konstruktivisme.


1. Konstruktivis Modern atau Konvensional.

Untuk lebih detailnya kita bisa membaca beberapa tulisan Wendt, ia banyak menjelaskan mengenai bagaimana negara berprilaku dalam hubunganya dengan negara lain dan dalam hubungan internasional. Tulisannya berfokus pada interaksi antar negara dalam sistem internasional dan mengabaikan faktor-faktor domestik. Menurut Wendt keadaan politik internasional dibuat melalui proses bukan sudah ditakdirkan seperti adanya pada suatu masa. Struktur internasional tidak terlepas dari proses yang terjadi melalui praktik-praktik aktor. Negara berinteraksi dengan negara lain, kemudian mereka melihat perilaku negara dengan melihat gelagat yang ditunjukkan oleh negara lain. Negara-negara saling memberikan sinyal apakah mereka memutuskan untuk berteman atau bermusuhan. Tindakan sosial terdiri atas pengiriman sinyal, menginterpretasikannya dan merespon dengan menggunakan interpretasi yang tepat (Wednt, 1992).

Dalam struktur internasional menurut Wendt, anarki tidak ada dengan sendirinya tetapi tergantung pada interaksi antar negara. Mengenai struktur internasional yang sudah terbentuk selama ini, titik tolak pemikiran Wendt adalah sama dengan Kenneth Waltz interaksi negara adalah dalam sebuah sistem yang ditandai dengan anarki. Tetapi baginya, anarki tidak mesti membawa pada keadaan Self-Help di mana negara-negara harus menolong diri sendiri untuk selamat, manusia harus mempelajari interaksi secara terus-menerus antar negara dalam rangka menemukan makna sebenarnya dari apa yang disebut sebagai budaya anarki yang telah berkembang antar negara. Wendt menganggap bahwa sebagai sebuah negara dalam sistem anarki, mereka memiliki kemampuan militer dan kapabilitas lain yang mungkin dilihat sebagai ancaman potensial bagi negara-negara lain. Namun, perlombaan senjata dan permusuhan bukanlah suatu yang dapat dielakkan. Interaksi antar negara bisa membawa kearah hubungan berdasarkan budaya anarki yang lebih baik dan bersahabat.

Konstruktivis lain yang mengamati secara sistemik seperti Wendt adalah Martha Finnemore dalam bukunya National Interest in Internationa l Society , 1996. Ia berfokus pada norma-norma dalam masyarakat internasional dan bagaimana norma-norma ini mempengaruhi indentitas-identitas dan kepentingan-kepentingan. Perilaku negara didefinisikan oleh perilaku dan kepentingan. Kemudian norma-norma kenegaraan disebar ke negara-negara melalui organisasi-organisasi internasional. Norma-norma ini membentuk kebijakan nasional dengan “mengajari” negara-negara apa yang seharusnya menjadi kepentingan mereka. (Hara, 2011).

Konstruktivis sistemik seperti ini menentukan pentingnya lingkungan internasional dalam membentuk identitas negara. Namun sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh lingkungan internasional saja tetapi adalah juga konstruktivis yang menekankan pentingnya lingkungan domestik. Salah satu cara untuk melihat pengaruh domestik adalah dengan mengamati bagaimana norma-norma internasional memiliki pengaruh yang tidak sama diberbagai negara dan kemudian mengasumsikan bahwa faktor-faktor domestik menentukan pengaruh yang berbeda di setiap negara.

Dalam buku yang diedit oleh Peter Katzenstein, the Culture of National Security . Norms and Indetity in World Politics (Hara, 2011). Menulis mengenai iklim para konstruktivis bahwa budaya, norma dan identitas berpengaruh kepada keamanan nasional. Norma-norma domestik misalnya berpengaruh sangat kuat di beberapa negara seperti China. Dalam tulisan Johnston, ia mengamati tentang perilaku Mois di China ia melihat seberapa jauh ide mempengaruhi perilaku realpolitik. Argumennya adalah bahwa para pembuat keputusan di China telah “menginternalisasi budaya strategis ini” dan bahwa “budaya itu telah menguat dalam sistem antar negara secara berbeda, sesuai tipe-tipe rezim, tingkat perkembangan teknologi dan tipe-tipe ancaman” (Johnston, 1996).

Selain itu, dalam buku Peter Katzeinstein yang menulis tentang Jepang ia mengembangkan argumen konstruktivis tentang peranan norma-norma domestik terhadap keamanan nasional. Menurutnya, teori sistem tidak cukup karena tidak secara memadai memperhitungkan bagaimana proses di dalam negara-negara mempengaruhi perilaku negaranegara di dalam sistem internasional.

2. Konstruktivisme Modern Linguistik .

Konstriktivisme ini mencoba mengeksplorasi peranan bahasa dalam mengantarai dan membentuk realitas sosial. Dalam konstruktivis konvensional, difokuskan pada bagaimana ide merubah identitas negara. Pada konstruktivis interpretatif akan mengekplorasi kondisi-kondisi yang melatarbelakangi dan konstruksi bahasa yang membuat perubahan demikian pada tempat pertama. Berarti kontruktivis interpretatif tidak menjelaskan mengenai bagaimana suatu ide mempengaruhi tindakan negara tetapi melihat isi dari identitas negara dalam suatu kasus khusus. (Hara, 2011).

Krachtochwill mencoba mengangkat masalah aturan-aturan dan norma-norma dalam perilaku negara. Untuk memahami pengaruh norma, ia mengatakan bahwa harus dipahami secara benar apa norma yang dimaksud. Aturan dan norma bisa dilihat dari bahasa sehari-hari dan norma-norma yang membimbing perilaku manusia. Sistem-sistem politik dibuat dan diubah melalui praktik-praktik aktor-aktor yang dilandasi norma-norma dan aturan-aturan. Interaksi politik menurut Krachtochwill, terjadi atas landasan pemahaman-pemahaman bersama tentang prinsip-prinsip walaupun permahaman tersebut belum sepenuhnya disepakati dan terus diperdebatkan. Aktor-aktor politik domestik terlibat dalam proses argumentasi perdebatan pembentukan norma yang disebut Krachtochwill sebagai proses reasoning .

Proses reasoning tidak membawa pada satu solusi pemecahan terbaik walaupun ada beberapa argumen yang dilihat lebih persuasi daripada yang lain. Oleh sebab itu, keputusan yang otoritas tidaklah perlu. Hal ini tidak mengurangi pengaruh norma dan konteks intersubyektif karena keputusan otoritatif yang dilandaskan pada alasan-alasan yang baik berbeda dari keputusan yang arbitrer. Krachtochwill berpendapat bahwa peran rules dan norma dalam kehidupan sosial harus secara radikal dikonseptualkan kembali.

Tokoh lain yang dibicarakan di sini adalah Nicholas Onuf menurutnya, makna dalam hubungan sosial bergantung pada keberadaan rules . Rules itu sendiri adalah sebuah pernyataan yang mengatakan kepada orang apa yang harus ia lakukan. Rules menyediakan bimbingan bagi perilaku manusia dan memungkinkan makna bersama. Rules juga memungkinkan lahirnya agensi. Manusia sama juga seperti negara menjadi agen-agen melalui rules . Pada saat yang sama, rules juga memberikan kita pilihan apakah kita mau menentangnya atau mengikutinya. (Hara, 2011).

Konseptual Onuf terhadap rules bergantung kepada Speech act, tindakan bicara yang dapat membuat orang lain bertindak. Speech act mengikuti pola ‘ I (you,ect) hereby assert (demand,promise) to anyone hering me that some state of affairs exists of can be achieved ’ (Onuf, 1989). Onuf mengklasifikasikan speech act ke dalam tiga kategori yaitu, assertive, directive dan commissive bergantung pada bagaimana pembicara menginginkan pengaruh pembicaraannya pada dunia. Jika speech act sering kali diulangi dengan akibat yang besar ia akan menjadi konvensi. Ketiga agen-agen menerima bahwa mereka harus melakukan sesuatu yang telah mereka lakukan berulang-ulang, konvensi menjadi rules (aturan). Akhirnya para agen mengakui bahwa mereka harus mengikuti aturan karena itu adalah aturan.

Dunia sosial dan politik dibuat melalui kepercayaan bersama lebih daripada identitas fisik. Jawaban terhadap siapa musuh siapa kawan dimulai dari dalam negeri. Menemukan secara tepat bagaimana suatu identitas mempengaruhi pembentukan kepentingan dalam hubungan dengan negara lain menuntut kajian terhadap konteks sosial di mana kumpulan identitas negara berada secara mendalam dan luas. Hal ini bermakna mengkaji tidak saja bagaimana identitas negara diproduksikan dalam interaksi dengan negara-negara lain, tetapi juga bagaimana identitas itu diproduksi dalam interaksi dengan masyarakatnya sendiri dan dengan banyak identitas dan wacana yang membentuk masyarakat (Hopf, 2002).