Apa saja komposisi dan jenis drilling mud atau lumpur pemboran?

rig

Drilling mud atau lumpur pemboran adalah salah satu elemen krusial yang menjadi faktor berhasil tidaknya suatu pemboran, baik dalam industri minyak dan gas maupun geothermal. Lumpur pemboran memiliki beberapa jenis dan komposisi yang disesuaikan dengan kebutuhan pada well tersebut. Apa saja komposisi dan jenis drilling mud yang kamu ketahui?

KOMPOSISI LUMPUR PEMBORAN

Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen fasa, yaitu :

  • Komponen Cair
    Komponen cair dapat berupa minyak atau air, air dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, 75% lumpur pemboran menggunakan air , sedangkan pada air asin dibagi menjadi air asin jenuh dan tak jenuh. Istilah oil base mud digunakan bila minyaknya lebih besar dari 95% invert emultion mud , mempunyai komposisi minyak 50% sampai 70% (sebagai fasa kontinue) dan air 30% sampai 50% (sebagai fasa diskontinyu).

  • Reactive Solid
    Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap air tawar membentuk lumpur. Istilah yield digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar viskositas lumpur yang terjadi sebesar 15 cp, untuk jenis bentonite yield-nya kira–kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite menghisap air tawar pada permukaan partikel–partikelnya, sehingga kenaikkan volumenya sampai 10 kali lebih, yang disebut swelling atau hidrasi.

    Untuk salt water clay (antalpulgite) swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan salt water mud . Baik bentonite ataupun antalpugite akan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud , viskositas dinaikan dengan menaikan kadar air dan penggunaan aspalt.

  • Inert Solid
    Dapat berupa barite (BaSo4) yang digunakan untuk menaikan densitas lumpur ataupun bijih besi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi–formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur seperti ; chert , pasir dan clay–clay non swelling . Padatan–padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan densitas lumpur tetapi tercampur pada saat melakukan pemboran dan perlu untuk dipisahkan secepatnya (karena dapat menyebabkan abrasi pada peralatan pemboran dan kerusakan pompa).

  • Additive
    Additive merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat–sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarkan partikel–partikel) clay. Efeknya terutama tertuju pada konloida clay yang bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viskositas, mengurangi water loss , mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent). Zat–zat kimia yang men-dispersant (dengan ini disebut thiner karena menurunkan viskositas) misalnya :

    • Phospate
    • Sodium tannate (kombinasi caustic soda dan tanium)
    • Lignosulfonates (bermacam–macam kayu plup)
    • Lignites
    • Surfactant

    Sedangkan zat–zat kimia untuk menurunkan viskositas misalnya CMC dan Starch. Zat–zat kimia yang bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan–muatan listrik clay, yang menyebabkan dispersen dan lain – lain.

JENIS-JENIS LUMPUR PEMBORAN
Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan dengan kebutuhan tergantung dari keadaan formasinya. Jenis lumpur yang tidak sesuai akan menyebabkan problem pemboran. Di bawah ini akan diberikan beberapa jenis lumpur pemboran berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

Fresh Water Mud
Lumpur jenis ini dibagi menjadi :

  • Spud mud
    Adalah lumpur yang digunakan untuk membor formasi bagian atas ( casing conductor ). Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan atas.

  • Natural mud
    Adalah lumpur yang dibuat dari pecahan–pecahan cutting dalam fasa cair. Lumpur ini umumnya digunakan untuk pemboran cepat seperti pemboran pada surface casing.

  • Bentonite – treated mud
    Bentonite-treated mud adalah lumpur yang dibuat dari campuran bentonite, clay dan air. Bentonite merupakan material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid anorganik untuk mengurangi filter loss dan mengurangi tebal mud cake . Bentonite juga menaikkan viskositas dan gel strength yang dapat dikontrol dengan thinner .

  • Phospate treated mud
    Mengandung polyphosphate untuk mengontrol vsikositas dan gel strength . Penambahan zat ini akan menyebabkan terdispersinya fraksi-fraksi clay koloid padat sehingga densitas lumpur dapat cukup besar tetapi viskositas dan gel strength nya rendah, dapat mengurangi filtration loss serta membentuk mud cake yang tipis. Tannin sering ditambahkan bersama-sama dengan pholypospate untuk mengontrol lumpur.

  • Organik Colloid Treated Mud
    Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxy methyl cellulose (CMC). Karena organik koloid tidak terlalu sensitif terhadap flokualasi seperti clay, maka kontrol filtrasinya pada lumpur yang terkontaminasi dapat dilakukan dengan material organik ini. Juga koloid ini baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud . Dalam kebanyakan lumpur, penurunan filter loss lebih banyak dapat dilakukan dengan koloid organik daripada anorganik.

Salt Water Mud

Lumpur ini dgunakan terutama untuk membor kubah garam ( Salt dome ) atau salt stranger (lapisan formasi garam) tapi kadang-kadang bila ada aliran air garam yang tertembus, filtrat lossnya besar dan mud cakenya tebal bila tidak ditambah organik koloid. Ph lumpur dibawah 8, karena itu perlu presentatif untuk menahan fermentasi starch . Jika salt mud- nya memiliki pH yang lebih tinggi, fermentasinya terhalang oleh basa. Suspensi ini biasa diperbaiki dengan penggunaan antpulgite sebagai pengganti bentonite. Jenis lumpur ini dibagi menjadi :

  • Unsaturated Salt Water Mud
    Adalah lumpur pemboran yang dibuat dalam fasa cair garam, lumpur ini sering dibuat dalam fasa air laut. Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang tidak jenuh kegaramannya. Lumpur jenis ini memiliki filtrat loss yang tinggi sehingga perlu ditreated dengan koloid organik, gel strength yang tinggi perlu ditreated dengan thinner dan suspensi yang buruk perlu ditreated dengan attapulgite.

  • Saturated Salt Water Mud
    Adalah lumpur yang dibuat dengan bahan dasar air tawar ditambah dengan Natrium Chlorida (NaCl). Garam-garam lain dapat pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud dapat digunakan untuk membor formasi garam dimana rongga yang terjadi karena pelarutan garam yang dapat menyebabkan hilangnya lumpur pemboran kedalam formasi tersebut, dan hal ini dapat dicegah dengan pejenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya. Lumpur ini bisa juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk pengenceran dan pengaturan volume.

    Filtrat loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud menyebabkan tidak perlu memasang jenis casing diatas salt beds (formasi garam). Filtrat loss -nya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan koloid organik. Saturated salt muds ini dapat pula dibuat dari fresh water atau brine mud , jika dibuat dari fresh water mud maka paling tidak setengah dari lumpur semula harus dibuang, ini diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan penambahan 125 lb garam/bbl lumpur.

  • Sodium Silicate Mud
    Adalah lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 65% volume larutan natrium silicate dan 35% volume larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran pada saat menemui lapisan salt. Selain itu juga digunakan untuk pemboran heaving shale , namun telah terdesak penggunaanya oleh lime treated-gypsum yang diberi DMS dan DME yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol.

Oil In Water Emulsion Mud (Emulsion Mud)

Jenis lumpur ini adalah lumpur dasar yang ditambah minyak mentah atau minyak solar kira – kira 15%. Lumpur ini banyak digunakan pada waktu sekarang, terutama pada pemboran berarah (directional drilling). Pada lumpur ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air merupakan fasa kontiniyu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dasar dapat dipakai fresh maupun salt water mud .

Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrat loss berkurang. Keuntungannya adalah bit akan tahan lama, laju penenembusan akan naik, korosi berkurang pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake tipis). Jenis lumpur ini dapat dibagi menjadi :

  • Fresh Water Oil In Water Emulsion Mud
    Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah lumpur dasar ditambah dengan minyak sebanyak 5 sampai 25% volume total. lumpur ini sering digunakan karena mudah pengontrolannya.

  • Salt Water Oil In Water Emulsion Mud
    Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah air yang ditambah garam. lumpur ini mempunyai pH di bawah 9 dan cocok digunakan untuk membor lapisan garam.

Oil Base dan Oil Base Emulsion Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya. Komposisinya diatur agar kadar air rendah (3% - 5%) volume, tidak sensitif terhadap kontaminan, berguna untuk well completion , work over maupun melepaskan pipa terjepit. Karena filtratnya minyak, lumpur tidak reaktif terhadap shale atau clay. Kerugian dari lumpur ini adalah pengontrolan dan penjagaan terhadap bahaya api.

Fluida Aerasi

Fluida aerasi yang digunakan pada operasi pemboran termasuk udara, gas alam, mist, foam atau lumpur aerasi. Fluida ini diterapkan untuk meningkatkan laju penembusan karena pengurangan tekanan hidrostatik. Problem hilang lumpur dapat diminimalisasi ketika menggunakan fluida aerasi