Apa saja kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an?

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW yang sekaligus merupakan mukzizat terbesar Nabi Muhammad SAW. Selain mengimani, dan membaca Al-Qur’an umat muslim juga menghafalkan Al-Qur’an. Apa saja kesulitan dalam Menghafal Al-Qur’an ?

Kesulitan Menghafal Al-Qur’an dan Keberhasilannya


Penyebab Keberhasilan Menghafal Al-Qur’an
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan dalam menghafal Al-Qur‟an, yaitu :

  1. Menurut Ahsin W. al-Hafizh yaitu :
  • Usia yang ideal
    Tingkat usia seseorang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan menghafal Al-Qur‟an. Seseorang penghafal yang berusia relative muda jelas akan lebih potensial daya serap dan resapnya terhadap materi-materi yang dibaca atau dihafalnya. Ada beberapa asumsi yang menyatakan demikian, yaitu :

    • Bahwa anak-anak merupakan amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya yang masih murni merupakan mutiara yang bening dan indah, bersih dari segala bentuk coretan. Dalam kondisi seperti ini ia akan selalu siap untuk menerima apa saja yang digoreskan padanya dan ia akan selalu cenderung kepada segala yang dibiasakan kepadanya
    • Bahwa menghafal pada masa kanak-kanak akan lebih representative, lebih cepat daya serap
      ingatannya, lebih melekat dan lebih panjang kesempatannya untuk mencapai harapannya.
    • Usia yang relatif muda belum banyak terbebani oleh problema hidup yang memberatkannya sehingga ia akan lebih cepat menciptakan konsentrasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Usia yang ideal berkisar antara usia 6 sampai 21 tahun. Dalam ilmu Psikologi, ada beberapa pendapat mengenai usia perkembangan anak, yaitu :
      1. Menurut Desmita dalam bukunya Psikologi Perkembangan Peserta Didik, fase perkembangan anak terbagi menjadi 4 (empat), yaitu:

        • 0-6 tahun adalah fase mengembangkan alat indera dan memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya.
        • 6-12 tahun adalah fase masa anak mengembangkan daya ingatnya.
        • 12-18 tahun adalah merupakan fase mengembangkan daya pikirnya.
        • 18-24 tahun adalah merupakan fase mengembangkan kemauannya.
      2. Menurut Agus Sujanto, dalam bukunya Psikologi Perkembangan, menggambarkan fase perkembangan anak pada 3 (tiga) periode, yaitu:

        • 0-7 tahun adalah fase anak untuk bermain.
        • 7-14 tahun adalah fase anak untuk belajar
        • 14-21 tahun adalah fase menuju dewasa.
  • Manajemen waktu
    Penghafal Al-Qur‟an harus pandai memanfaatkan waktu yang ada, karena penghafal harus mampu mengantisipasi dan memilih waktu yang dianggap sesuai dan tepat baginya untuk menghafalkan Al-Qur‟an. Secara umum, waktu yang dilalui manusia terbagi menjadi siang dan malam.58 Para psikolog mengatakan, bahwa manajemen waktu yang baik akan berpengaruh besar terhadap pelekatan materi, utamanya dalam ini bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain di samping menghafal Al- Qur‟an. Adapun waktu-waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal Al-Qur‟an dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Waktu sebelum terbit fajar
    2. Setelah fajar sehingga terbit matahari
    3. Setelah bangun dari tidur siang
    4. Setelah shalat
    5. Waktu di antara maghrib dan isya‟.
  • Tempat untuk menghafal
    Situasi dan kondisi suatu tempat ikut mendukung tercapainya program menghafal Al- Qur‟an. Suasana yang bising, kondisi lingkungan yang kurang efisien, penerangan yang tidak sempurna dan polusi udara yang tidak nyaman akan menjadi kendala berat terhadap terciptanya konsentrasi. Adapun tempat yang ideal untuk menghafal adalah tempat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. Jauh dari kebisingan
    2. Bersih dan suci dari kotoran dan najis
    3. Cukup ventilasi untuk terjaminnya pergantian udara
    4. Cukup penerangan
    5. Mempunyai temperature yang sesuai dengan kebutuhan
    6. Tidak memungkinkan timbulnya gangguan- gangguan, yakni jauh dari telepon, atau ruang tamu, atau tempat itu bukan tempat yang biasa untuk ngobrol.

    Amjad Qosim dalam bukunya “Meski Sibuk pun Bisa Hafal Al-Qur‟an”, juga mengatakan bahwa tempat yang baik untuk menghafal Al-Qur‟an itu jauh dari suara-suara bising. Karena suara bising dapat menyusahkan dan menimbulkan efek gangguan yang pada kerja otak.

2 Menurut Wiwi Alawiyah Wahid, ada beberapa hal yang menunjang keberhasilan seseorang dalam menghafalkan Al-Qur‟an, yaitu :

  • Kesehatan
    Kesehatan merupakan salah hal yang sangat penting bagi orang yang akan menghafalkan menghafalkan Al-Qur‟an. Jika tubuh sehat maka proses menghafalkan akan menjadi lebih mudah tanpa adanya penghambat, dan batas waktu untuk menghafal menjadi relative cepat. Namun bila sebaliknya, bila tubuh tidak sehat, maka akan sangat menghambat ketika menjalani proses menghafal. Misalnya, ketika seseorang sedang semangat- semangatnya menghafal, tiba-tiba jatuh sakit atau kepala pusing. Akibatnya proses untuk menghafal akan terganggu.

  • Psikologis
    Kesehatan yang diperlukan oleh seseorang ketika menghafal Al-Qur‟an tidak hanya dari segi kesehatan lahiriah, tetapi juga dari segi kesehatan psikologisnya. Sebab jika secara psikologis seseorang yang sedang menghafal terganggu, maka akan sangat menghambat proses menghafal. Karena seseorang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur‟an sangat membutuhkan ketengan jiwa, baik dari segi pikiran maupun hati.

  • Kecerdasan
    Kecerdasan merupakan salah satu hal yang sangat menunjang keberhasilan seseorang dalam menghafalkan Al-Qur‟an. Namun setiap individu mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga cukup mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani. Meskipun demikian, bukan berarti kurangnya kecerdasan seseorang menjadi alasan untuk tidak bersemangat dalam proses menghafalkan Al-Qur‟an.

  • Motivasi
    Motivasi sangat dibutuhkan bagi seseorang yang sedang menghafalkan Al-Qur‟an. Seorang tokoh bernama Ferdinand Foch mengatakan bahwa senjata yang paling ampuh di dunia ini adalah jiwa manusia yang terbakar menyala-nyala. Ini adalah ungkapan tentang motivasi. Motivasi dapat mengalahkan ketakutan, kemalasan, dan kekalahan.

    Dalam buku “Psychological Science” motivation from latin is the area of psychological science that studies the factors that energize, or stimulate, behavior. Specifically, it is concerned with how behavior is initiated, directed, and sustained. This concern leads to the study of physical factors such as the need for sleep and food, as well as the psychological factors that inspire people to set goals and try to achieve them.

    Dorongan yang kuat dalam diri akan memunculkan energi untuk terus berusaha mencapai keberhasilan yang diinginkan. Pada saat belajar atau mengerjakan tugas, ada saat seseorang bersungguh- sungguh dan adapula saat sebaliknya. Itu semua dipengaruhi oleh motivasi dari dalam diri kita sendiri. Motivasilah yang memberi daya dorong dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu, meskipun keberhasilan seorang hafizh ditentukan oleh strategi menghafal dan kemampuan dasar yang dimiliki, namun motivasilah yang menjadi pemicu energy untuk berprestasi.

  • Usia
    Usia juga termasuk salah satu hal yang mempengaruhi seseorang dalam menghafalkan Al- Qur‟an. Usia muda antara 5-23 tahun tentu merupakan saat yang tepat untuk menghafalkan Al- Qur‟an. Karena daya ingat masih sangat kuat serta belum terbebani dengan persoalan hidup. Semakin tua seseorang, maka daya ingat akan semakin berkurang.

Penyebab Kesulitan Menghafal Al-Qur’an


Dalam proses menghafal Al-Qur‟an terkadang seorang hafizh mengalami beberapa kendala yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan menanamkan ayat-ayat Al- Qur‟an dalam ingatannya. Adapun kendala-kendala yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah :

  1. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi
    Seseorang yang sedang dalam proses menghafal, terkadang mengalami kelupaan terhadap ayat-ayat yang sudah pernah dihafal. Hal tersebut dikarenakan karena kurangnya mengulang hafalan ( takrir ) terhadap ayat-ayat yang sudah pernah dihafalkan, sehingga penghafal mengalami kelupaan ataupun kesulitan untuk mereproduksinya (mengingat). Dalam ilmu psikologi, lupa ( forgetting ) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah pelajari. Dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal. Seseorang yang mengalami kelupaan disebabkan karena beberapa hal, yaitu :

    • Kemunduran (decay)
      Teori kemunduran (theory decay) adalah suatu teori yang menyatakan bahwa apabila seseorang tidak pernah mengakses suatu informasi yang terdapat dalam memorinya, maka pada akhirnya memori tersebut akan menghilang. Seperti halnya seorang penghafal Al-Qur‟an akan mengalami kelupaan bahkan bisa hilang hafalan yang sudah tertanam dalam ingatannya disebabkan karena tidak pernah melakukan pengulangan (muroja‟ah) terhadap hafalannya.

    • Tergantinya memori lama dengan memori yang baru (replacement).
      Teori ini menekankan bahwa masuknya informasi baru dalam memori seseorang dapat menyebabkan terhapusnya memori lama yang sudah terlebih dahulu ada di dalam memori. Peristiwa demikian akan dialami penghafal Al-Qur‟an ketika menambah hafalannya, di mana hafalan ayat-ayat yang sudah dahulu tertanam dalam ingatannya akan tertutup dengan hafalan ayat-ayat yang baru dihafal.

    • Interferensi
      Teori interferensi menyatakan penyebab terjadinya kehilangan ingatan adalah interferensi yang terjadi di antara objek-objek dari suatu informasi yang memiliki kemiripan, baik pada proses penyimpanannya maupun pada proses pemanggilan kembali. Informasi tersebut sesungguhnya sudah masuk dan menetap dalam memori seseorang, namun memori seseorang mengalami kesulitan untuk membedakan informasi tersebut dengan informasi lainnya. Hal yang demikian disebut dengan interferensi retroaktif. Interferensi retroaktif merupakan proses pelupaan yang terjadi apabila terjadi interferensi antara material yang telah tersimpan sebelumnya dengan kemampuan untuk mengingat material yang baru saja dipelajari dan memiliki kemiripan dengan material yang telah tersimpan sebelumya. Interferensi retroaksif merupakan salah satu kendala bagi penghafal Al- Qur‟an, karena penghafal akan menemui banyak ayat- ayat Al-Qur‟an yang serupa. Pada awalnya penghafal akan mengalami kemudahan dalam mengingat ayat- ayat yang serupa, tetapi seiring bertambahnya hafalan maka penghafal akan sering mengalami kekeliruan antara ayat satu dengan ayat lain yang mirip, karena penghafal tanpa sadar berpindah atau menyambung pada ayat atau surah yang lain.

    • Kelupaan berdasarkan ketiadaan petunjuk mengingat (Cue Dependent Forgetting).
      Teori ini merupakan ketidakmampuan mengingat sesuatu informasi yang telah tersimpan di dalam memori, yang disebabkan oleh tidak memadainya petunjuk untuk dapat mengingat informasi tersebut. Terkadang seorang ketika ingin mengingat sesuatu tergantung pada petunjuk-petunjuk yang dapat membantu memanggil kembali informasi yang dibutuhkan. Kekurangan petunjuk untuk memanggil kembali suatu informasi menyebabkan seseorang tersesat dalam perpustakaan pikirannya. Peristiwa tersebut, terkadang juga di alami oleh penghafal Al-Qur‟an pada waktu setiap saat, misalnya ketika sedang menyetorkan hafalannya dihadapan instruktur (ustażah) ada lafazh yang terkadang mungkin lupa dan sulit untuk diingat, kemudian instruktur (ustażah) memberi petunjuk berupa mengingatkannya.

    • Represi
      Pada teori psikoanalisis, represi merupakan proses mendorong informasi yang bersifat mengancam atau mengganggu ke dalam tataran unconscious , secara tidak sadar dan selektif. Menurut Sigmund Freud salah satu tokoh psikolog represi terjadi saat ide, ingatan, atau emosi mengancam ditahan agar tidak keluar ke tatanan kesadaran.73 Sebagai contoh seseorang pada waktu masa kecil pernah mengalami hal yang menakutkan dalam dirinya, namun tidak dapat mengingat pengalaman tersebut dalam arti ingin menguburnya pengalaman tersebut agar tidak ingat.

  2. Banyaknya ayat-ayat yang serupa
    Bila ditinjau dari aspek makna, lafazh dan susunan atau struktur bahasanya, banyak terdapat keserupaan atau kemiripan dalam Al-Qur‟an antara ayat- ayat yang satu dengan ayat-ayat yang lainnya.

  3. Gangguan kejiwaan
    Gangguan-gangguan kejiwaan yang dimaksudkan bukanlah sakit jiwa atau gila, namun dalam menghafal Al- Qur‟an gangguan kejiwaan berasal dari aspek psikologis diri sendiri. Gangguan-gangguan kejiwaan yang di maksud tersebut seperti gelisah, ketegangan batin, merasa pesimis, melakukan perbuatan-perbuatan yang terpaksa, takut, mempunyai pikiran-pikiran buruk dan sebagainya.74 Semua gangguan-gangguan kejiwaan tersebut, dapat mengganggu ketenangan hidup terlebih dalam menghafal Al-Qur‟an.

    Apabila santri dalam menghafal Al-Qur‟an telah terhinggapi gangguan kejiwaan, maka akan terganggu kegiatan kesehariannya. Misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada selera makan, dapat menyebabkan sakit (kepala pusing, badan merasa lesu, dan lain sebagainya), sehingga hal-hal tersebut berpengaruh terhadap proses kelancaran menghafal Al-Qur‟an.

  4. Gangguan lingkungan
    Dalam proses menghafal Al-Qur‟an diperlukan lingkungan yang kondusif. Karena keadaan lingkungan yang kondusif ataupun nyaman akan berdampak pada konsentrasi seseorang ketika melaksanakan proses hafalan. Sebaliknya lingkungan yang tidak kondusif ataupun tidak nyaman akan menyebabkan seseorang merasa kesulitan untuk menciptakan konsentrasi ketika hafalan. Lingkungan yang tidak kondusif misalnya bising, pencemaran polusi, terjadi banjir, gunung meletus, dan lain-lain.

  5. Tidak menguasai tajwid
    Salah satu kesulitan menghafal Al-Qur‟an adalah karena bacaan yang tidak bagus serta tidak menguasai ilmu tajwid. Karena untuk menguasai atau menghafalkan Al-Qur‟an dengan benar, maka seseorang harus memahami ilmu tajwid. Seseorang ketika dalam proses menghafal Al-Qur‟an tidak menguasai ilmu tajwid, maka kesulitan akan benar-benar terasa dan masa menghafal juga akan semakin lama.

  6. Berganti-ganti jenis mu ṣḥaf Al-Qur’an
    Berganti-ganti dalam menggunakan jenis mushaf Al-Qur‟an akan menyulitkan seseorang dalam proses menghafal dan mentakrir hafalannya, serta dapat melemahkan hafalan. Sebab, setiap mu ṣḥaf Al-Qur‟an mempunyai posisi ayat dan bentuk tulisan yang berbeda- beda. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan untuk membayangkan posisi ayat, akibatnya dapat menimbulkan keraguan pada saat melanjutkan ayat yang berada diawal halaman selanjutnya setelah selesai membaca ayat yang berada di akhir halaman.

    Oleh karena itu sangat disarankan hanya menggunakan satu jenis mushaf , sehingga tidak menyulitkan pada saat menghafal maupun pada saat mentakrir hafalannya. Karena dengan menggunakan jenis mushaf yang sama akan lebih memudahkan mengenai letak ayat, halaman sebelum dan sesudahnya, serta bekas coretan ataupun tanda dari pensil untuk mengingat dan menandai ayat yang sebelumnya paling sulit dihafalkan.

Referensi :
  • Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an
  • Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik , (Bandung: Rosda Karya, 2009)
  • Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan , (Jakarta: Bumi Aksara, t.th),
  • M. Makhyaruddin, Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur‟an , (Jakarta: Noura Books, 2013)
  • Amjad Qosim, Meski Sibuk pun Bisa Hafal Al-Qur‟an , (Solo: Al-Kamil, 2013)
  • Wiwi Alawiyah Wahid, Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Qur‟an, (Jogjakarta: Diva press, 2013)
  • Michael S. Gazzaniga, Psychological Science , (London: Norton & Company, 2007)
  • Muhibbbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru
  • Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi , (Jakarta: Erlangga, 2007), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)
1 Like