Apa saja kebijakan mantan Presiden Soeharto yang kamu ketahui?

imagePreformatted text

  1. Utang hanya pelengkap
    Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto menganggap bahwa utang diluar negeri hanya sebatas pelengkap saja sehingga utang diluar negeri pada saat itu tidak sebesar saat ini. Mantan menteri keuangan, Fuad Bawazier, sangat bangga dengan kinerja Soeharto yang bisa mengatur utang yang ada di luar negeri sehingga jumlahnya tidak memberatkan ekonomi.

  2. Bikin asing khawatir
    Berbeda dengan saat ini, dulu pada waktu kepemimpinan Soekarno maupun Soeharto Indonesia dianggap penting bagi negara asing, bahkan beberapa negara mengaku sangat tergantung dengan Indonesia. Dulu Selat Lombok menjadi jalur perdagangan bagi beberapa negara sehingga saat Seoherto ingin menutupnya negara asing menjadi khawatir . Oleh sebab itu, Indonesia dianggap angat penting bagi negara asing.

  3. Privatisasi BUMN
    Pada saat kepemimpinan Seoharto pernah terselip ide untuk melepaskan BUMN untuk membayar pinjaman USD 2 miliar kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Untuk mewujudkannya Seoharto saat itu memanggil Tanri yang saat itu masih menjabat Presiden Direktur Bakrie Group menghadap ke Bina Graha.
    Seoharto mengatakan ingin mengembalikan BUMN ke menteri keuangan. Tapi, ia berpikir ulang dan akhirnya meminta Tanri untuk meningkatkan nilai BUMN agar nilai jualnya tinggi.

  4. Tata kelola perdagangan
    Saat ini kondisi neraca perdagangan Indonesia lebih parah dibandingkan dengan zaman kepemimpinan Seoharto. Saat ini neraca defisit perdagangan makin lebar karena disebabkan oleh impornya besar. Jika dibandingkan dengan zaman dahulu, masalah ini bisa diatasi segera oleh Soeharto dengan memperkuat sistem ketahanan pangan nasional agar Indonesia tidak tergantung pada impor dari negara lain. Namun, saat ini masalah ini sangat sulit untuk diatasi oleh Presiden.

  5. Swasemda Pangan
    Indonesia dulunya merupakan penghasil kedela yang cukup tinggi, sehingga Indonesia pernah jaya dengan kedelai saat kepemimpinan Seoharto. Namun, saat ini Indonesia menjadi negara yang importirnya sangat tinggi. Bahkan beras saja, pemerintah masih mendatangkannya dari luar negeri. Termasuk juga kedela yang saat ini harga jualnya meningkat tajam sehingga menyulitkan ekonomi Indonesia.

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Dharma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.

Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni

  • Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan

  • Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968

  • Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional

  • Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya

  • Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah

Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:

  1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
  2. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
  3. Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
  4. Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.

2. Pembubaran PKI dan Organisasi massanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:

  • Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966

  • Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia

  • Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.

3. Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:

  • Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI

  • Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo

  • Golongan Karya

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

4. Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.[ Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi.

Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaitu Golkar.

Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.

5. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.

Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.

Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.

6. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di Papua Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indonesia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Para wakil yang dipilih dari populasi dengan suara bulat memilih persatuan dengan Indonesia dan hasilnya diterima oleh PBB, meskipun validitas suara telah ditantang dalam retrospeksi.

Sebagai bagian dari perjanjian New York , Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun 1969, pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Pepera. Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3 tahap yakni sebagai berikut,

  • Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 maret 1969. Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan deewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.

  • Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969.

  • Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.

Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan PBB, utusan Australia dan utusan Belanda. Ternyata hasil Pepera menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung dengan NKRI. Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera