Apa saja Karakteristik dari Pembicara yang Baik?

Public Speaking adalah sebuah kemampuan mengekspresikan gagasan di hadapan publik melalui kompetensi berpidato. Apa saja karakteristik dari pembicara yang baik ?

Berbicara bukan hanya sekedar apa yang anda bicarakan, tetapi tentang bagaimana anda mengatakannya.

Perkins (1981) menjabarkan proses menjadi public speaker secara detil. Perkins mengungkap bahwa dengan memperbaiki suara melalui metode yang tepat akan sanggup memproyeksikan kepribadian (personality) seorang pembicara.

Aristoteles dalam teori Rethoric mengungkap tiga elemen utama yang menjadi pusat kajian tentang public speaking, yaitu: penyaji, isi pesan dan audiens.

Setiap public speaker perlu menggali potensi terbaiknya agar dapat menghadirkan sebuah pidato yang berkualitas. Seorang penyaji harus memiliki rasa percaya diri yang cukup serta kemampuan menyajikan yang hebat. Tidak dipungkiri bahwa kekuatan menghadirkan drama sangat memberi warna dalam public speaking.

Isi pesan adalah kalimat-kalimat yang meluncur deras untuk mengungkapkan sebuah gagasan utama yang diorganisir dan dikembangkan sedemikian rupa agar sanggup menyampaikan pesan secara jernih, lugas, gamblang.

Agar dapat menyajikan pidato dengan baik, maka seorang penyaji perlu untuk memperlengkapi dirinya dengan informasi tentang audiens dan tata ruang yang hendak dihadapinya. Melalui pemahaman atas audiens tersebut, setiap public speaker berpeluang untuk memiliki sensitivitas atmosfir yang dihadapinya sekaligus membangun kebersamaan (build rapport) dengan audiensnya.

Hal yang sama juga ditegaskan Rice (2001) ketika seorang pelaku sedang mengharapkan pesannya dapat diterima dan ditangkap dengan baik oleh audiensnya.

Yang sangat menarik adalah paparan Heath and Heath (2007) tentang bagaimana upaya ‘menancapkan’ pesan agar dapat tetap bertahan di benak audiens. Mereka mengembangkan prinsip SUCCES.

SUCCES adalah singkatan dari Simple, Unexpected, Concrete, Credible, Emotional dan Story.

Selain itu, prinsip C.I.A.S. juga dapat dijadikan pedoman bagi seorang pembicara.C.I.A.S. sendiri kepanjangan dari : Confidence, Inspiring, Attractive, Skillful.

Seorang public speaker haruslah memiliki rasa percaya diri yang cukup, sanggup menginspirasi audiensnya, penyajian dan isi pesan sanggup menarik minat dan memiliki ketrampilan penuh untuk menguasai panggung.

Tanpa penguasaan panggung, yang terjadi hanyalah stage fright yang menurut Lesikar and Flately (2002) hanya dapat diatasi melalui persiapan diri yang baik.

Dale Carnegie (1991) mengungkap bahwa kurangnya pengalaman akan berujung pada kurangnya rasa percaya diri. Oleh karenanya, berlatih, berlatih dan berlatih merupakan solusi terbaik yang dapat direkomendasikan.

Tentu dalam berlatih, setiap orang perlu dihadapkan pada beragam situasi yang memungkinkan dirinya selalu bertumbuh. Termasuk di dalamnya adalah upaya mendorong potensinya ‘beyond their limits’.

Tidak saja ragam audiens dan tata letak ruangnya tetapi juga (bila dianggap perlu) pada ragam bahasanya.

Untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan non-kebahasaan.

  • Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran kebahasaan.

  • Faktor nonkebahasaan meliputi; sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.

Menurut Rusmiati (2002) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.

  1. Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengarnya.

  2. Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.

  3. Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya.

  4. Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.

  5. Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dam gambling.

  6. Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengarnya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.

  7. Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.

  8. Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengarnya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengarnya ke arah pembicaraannya.

  9. Memanfaatkan alat bantu.

  10. Penampilannya meyakinkan.

  11. Berencana.

pembicara yang baik

Selain itu, seorang pembicara yang baik memiliki sikap mental yang baik pula. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang pembicara pada saat berbicara adalah sebagai berikut :

  • Rasa Komunikasi
    Dalam berbicara harus terdapat keakraban antara pembicara dan pendengar. Jika rasa keakraban itu tumbuh. Dapat dipastikan tidak akan terjadi proses komunikasi yang timpang. Pembicara yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana komunikasi yang erat, seperti dalam pembicaraan sehari-hari. Respon yang diharapkan dari pendengar adalah komunikasi yang aktif.

  • Rasa Percaya Diri
    Seorang pembicara harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Rasa percaya ini akan menghilangkan keraguan, sehingga pembicara akan merasa yakin dengan apa yang disampaikannya.

  • Rasa Kepemimpinan
    Menurut Aminudin (1983), rasa kepemimpinan yang berhubungan dengan kegiatan berbicara adalah rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu mengatur, menguasai, dan menjalin suasana akrab dengan pendengarnya, serta mampu menyampaikan gagasan-gagasannya dengan baik.

    Pembicara yang memiliki kemampuan dan mental pemimpin akan mampu mengatur dan mengarahkan pendengar agar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan yang sedang dibahas