Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar di dunia yang biasa disebut sebagai negara mega biodiversity. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau yang terbentang antara wilayah Australia dan Indomalaya. Banyak pulau di Indonesia yang terisolasi bertahun-tahun, sehingga memiliki tingkat spesies endemik yang tinggi (Achmaliadi dkk., 2001). Dari keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia, jenis tumbuhan masih banyak yang belum tercatat dengan lengkap dan didokumentasikan secara ilmiah.
Menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), Indonesia memiliki kurang lebih 11 tumbuhan yang ada di dunia, akan tetapi 30 tumbuhan di Indonesia belum didata dengan lengkap dan didokumentasikan secara ilmiah. Banyaknya jenis dan sulitnya identifikasi secara langsung menjadi salah satu penyebab kurangnya data ilmiah yang dilaporkan.
Keanekaragaman tumbuhan yang kurang terdata secara ilmiah meliputi tumbuhan berpembuluh dan tumbuhan tidak berpembuluh, dimana tumbuhan tidak berpembuluh salah satunya adalah tumbuhan lumut ( Bryophyta ) (Jenie dkk., 2006)
Lumut banyak dijumpai di lingkungan lembab dan basah, banyak di temukan hidup menempel pada berbagai macam substrat (Tjitrosoepomo, 1981). Lumut tergolong pada tumbuhan kecil yang tergolong tumbuhan yang belum bisa dibedakan bagian–bagiannya (thallus), lumut dapat tumbuh di berbagai substrat, seperti tumbuh menumpang pada tumbuhan hidup lainnya ( epifit ), batu ( epilitik ), kulit kayu ( corticolous ), dan dapat tumbuh dipermukaan tanah ( terrestrial ).
Lumut memiliki banyak kegunaan dalam keseimbangan ekosistem, salah satunya lumut adalah tumbuhan perintis yang mampu tumbuh pertama kali pada lahan yang rusak (Jenie dkk., 2006). Setelah lumut tumbuh di suatu area, area tersebut akan menjadi lingkungan yang cocok untuk perkecambahan tumbuhan lainnya. Lumut dapat mempengaruhi dekomposisi dan pertumbuhan ekosistem di hutan pada setiap lapisan lahan yang ditumbuhinya. Tutupan lumut di lantai hutan dapat membantu pengendalian air, Jadi semakin tinggi keanekaragaman lumut, keadaan suatu ekosistem semakin baik (Antania, 2011).
Keanekaragaman dan kelimpahan lumut bergantung terhadap kondisi iklim, suhu lingkungan, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan juga tipe vegetasi (Gradstein dkk., 2001) Disamping itu aktivitas manusia juga mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan lumut (Norris, 1987). Salah satu aktivitas manusia yang menghambat pertumbuhan lumut yaitu melakukan penggundulan hutan untuk pembuatan lahan baru. Pembuatan lahan baru tersebut akan berdampak pada hilangnya ekosistem asli termasuk keanekaragaman lumut (da Costa, 1999).
Norris (1987) menyatakan bahwa untuk pemulihan vegetasi lumut di hutan sub tropis yang telah terjadi penggundulan perlu sekitar 80-100 tahun untuk tumbuh kembali di hutan sequoia California, Amerika Serikat. Di hutan subtropis Australia, lumut perlu sekitar 25 tahun menurut (Kingdan Chapman, 1983), dampak tersebut menjadikan pertumbuhan lumut tergolong sangat rentan, maka perlunya beberapa penelitian sebagai informasi untuk membantu kegiatan konservasi yang mendukung kelestarian keanekaragaman lumut.
Laporan tentang penelitian lumut di Jawa telah dilakukan dari zaman penjajahan Belanda, namun lebih terfokus di wilayah Jawa Barat (Fleischer 1902). Sementara itu beberapa penelitian tentang lumut di Jawa Timur dilakukan oleh Edawua (2012) di pemandian air panas Taman Hutan Raya R. Soeryo di catat terdapat tiga genus dari kelas bryopsida (Hypnum, Leucobryum, Fissidens) . Wati dkk., (2016) yang mengamati keanekaragaman hayati tumbuhan lumut ( Bryophyta ) di hutan sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Keceng, Kabupaten Madiun dan menemukan 10 spesies tumbuhan lumut diantaranya Leucophanes glaucum, Meteorium miquelianum, Polytrichum commune, Garovaglia plicata, Chenidium lychnites, Thiudium investa, ricissa sp, Pogonotum cirrhatum, Fissidens cristatus, Barbrlla enervis.
Daerah lain di Jawa Timur yang memiliki potensi keaneragaman lumut yaitu di wilayah Air Terjun Tumpak Sewu yang berada di lereng Gunung Semeru dengan ketinggian sekitar 180 meter. Seperti apa keaneragaman lumut di daerah ini?