Apa saja jenis-jenis modal sosial yang ada ?

Modal sosial

Modal sosial merupakan sarana konseptual untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial dengan mengaitkan komponen-komponen dari perspektif sosiologi dan ekonomi.

Apa saja jenis-jenis modal sosial yang ada ?

modal sosial

Jenis-jenis modal sosial terdiri dari :

  1. Social bounding (perekat sosial).
    Social bounding adalah, tipe modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Social bounding umumnya dalam bentuk nilai, kultur, persepsi, dan tradisi atau adat-istiadat.

  2. Social bridging (jembatan sosial).
    Social bridging merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Social bridging bisa muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya, sehingga mereka memutuskan untuk membangun kekuatan dari kelemahan.

  3. Social linking (hubungan/jaringan sosial).
    Social linking merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat.

Modal Sosial Terikat ( Bonding Social Capital )

Menurut Hasbullah (2006), bonding social capital adalah cenderung bersifat eksklusif. Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian adalah lebih berorientasi ke dalam ( inward looking ) dibandingkan dengan berorientasi ke luar ( outward looking ). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya homogenius (cenderung homogen).

Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri sacred society . Menurut Putman (1993), pada masyarakat sacred society, dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang totalitarian, hierarchical dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level hierarki tertentu dan feodal.

Hasbullah (2006) menyatakan, pada masyarakat yang bonded atau inward looking atau sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki tingkat kohesifitas yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan tertentu, struktur hierarki feodal, kohesifitas yang bersifat bonding social capital. Salah satu kehawatiran banyak pihak selama ini adalah terjadinya penurunan keanggotaan dalam perkumpulan atau asosiasi, menurunnya ikatan kohesifitas kelompok, terbatasnya jaringan-jaringan sosial yang dapat diciptakan, menurunnya saling mempercayai dan hancurnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang pada suatu entitas sosial.

Misalnya seluruh anggota kelompok masyarakat berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun temurun yang telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku ( code conduct ) dan perilaku moral ( code of ethics ). Mereka lebih konservatif dan mengutamakan solidarity making dari pada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok masyarakatnya sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma-norma yang lebih terbuka.

Dapat ditarik suatu benang merah bahwa, adalah keliru jika pada masyarakat tradisonal yang socially inward looking, kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk, dikatakan tidak memiliki modal sosial. Modal sosial itu ada, akan tetapi kekuatannya terbatas pada satu dimensi saja, yaitu dimensi kohesifitas kelompok. Kohesifitas kelompok yang terbentuk karena faktor keeratan hubungan emosional ke dalam yang sangat kuat. Keeratan tersebut juga disebabkan oleh pola nilai yang melekat dalam setiap proses interaksi yang juga berpola tradisional. Mereka juga miskin dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat modern yang mengutamakan efisiensi produktivitas dan kompetisi yang dibangun atas prinsip pergaulan yang egaliter dan bebas. Konsekuensi lain dari sifat dan tipologi ketertutupan sosial ini adalah sulitnya mengembangkan ide baru, orientasi baru dan nilai-nilai serta norma baru yang memperkaya nilai-nilai dan norma yang telah ada. Kelompok bonding social capital yang terbentuk pada akhirnya memiliki resistensi kuat terhadap perubahan.

Modal Sosial Menjembatani ( Bridging Social Capital )

Menurut Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau bridging social capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, grup, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang:

  • Persamaan

    Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok.

  • Kebebasan

    Prinsip kebebasan, bahwasannya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut.

  • Nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri).

    Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, grup, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain merupakan dasar-dasar ide humanitarian.

Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.

Mengikuti Colemen (1999), tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi fight for (berjuang untuk) yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk masalah di dalam kelompok atau masalah yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbol-simbol dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar sense of solidarity ( solidarity making ).

Pada dimensi kemajemukan terbangun suatu kesadaran yang kuat bahwa hidup yang berwarna warni, dengan beragam suku, warna kulit dan cara hidup merupakan bagian dari kekayaan manusia. Pada spektrum ini kebencian terhadap suku, ras, budaya dan cara berpikir yang berbeda berada pada titik yang minimal. Kelompok ini memiliki sikap dan pandangan yang terbuka dan senantiasa mengikuti perkembangan dunia di luar kelompok masyarakatnya ( outward looking ).

Bentuk modal sosial yang menjembatani ( bridging capital social ) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian dibanyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan dibanyak dimensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkatkan dan bangsa menjadi jauh lebih kuat.

Persoalannya, menurut Hasbullah (2006), fakta yang ada di negara-negara berkembang menunjukkan kecenderungan bahwa dampak positif modal sosial dari mekanisme outward looking tidak berjalan seperti yang diidealkan. Walaupun asosiasi yang dibangun oleh masyarakat dengan keaggotaannya yang heterogen dan dibentuk dengan fokus dan jiwa untuk mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat ( problem solving oriented ), akan tetapi tidak mampu bekerja secara optimal.

Modal Sosial Jaringan ( Linking Sosial Capital )

Modal sosial yang menghubungkan ( linking social capital ) yang menjangkau orang-orang yang berbeda pada situasi berbeda seperti mereka yang sepenuhnya ada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak sumber daya daripada yang tersedia di dalam komunitas (Fauziah, 2014).

Dalam pengembangan suatu komunitas diperlukan berbagai potensi dan sumberdaya baik secara internal maupun eksternal. Modal sosial khususnya jaringan dan relasi-relasi merupakan potensi yang dapat mensinergikan dan mengungkap potensi dan modal lainnya. Potensi modal jaringan dan relasi menjadi inti dalam dinamika pembangunan suatu komunitas. Kompleksitas jaringan dan relasi yang tercipta dalam suatu komunitas merupakan salah satu indikator kekuatan yang dimiliki komunitas. Jaringan dan relasi tidak hanya terbatas pada yang bersifat horizontal, tapi juga yang bersifat vertikal hirarkhis, oleh karena itu semua bentuk jaringan dan relasi menjadi penting untuk diperluas sebagai upaya dinamis bagi komunitas dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi.

Seregaldin & Grooteart melihat bahwa modal sosial juga relevan dengan hubungan hirarkhi organisasi vertikal, struktur organisasi formal, ragam politik dan sistem hukum, sistem pengadilan dan kebebasan politik. Modal sosial penting bagi warga untuk memperoleh akses pada kekuasaan dan sumber-sumber yang instrumental dalam memperkuat pengambilan keputusan dan formulasi kebijakan.

Menurut Kearns (2007), bahwa relasi-relasi sosial antar individu-individu dan kelompok-kelompok dalam strata sosial yang berbeda secara hierarkhis disebut linking social capital. Modal sosial yang bersifat lingking tersebut menunjukkan suatu bentuk kekuatan komunitas. Persoalannya adalah bagaimana potensi tersebut dioptimalkan? Potensi tersebut sangat ditentukan pula oleh kepercayaan dan norma-norma yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Dimana inti dari kekuatan modal sosial terletak pada tingginya kepercayaan dimiliki dan ketaatan terhadap norma oleh anggota dalam komunitas.