Apa Saja Jenis-Jenis Makna?

jenismakna

Sebuah kata mempunyai makna kognitif (denotatif, deskriptif), makna konotatif
dan makna emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, kata kognitif ini dipakai dalam bidang teknik. Kata konotatif dalam
bahasa Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan kata emotif memiliki
makna positif.

Lalu apa saja jenis-jenis makna?

  • Makna Sempit

Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Bloomfield mengemukakan adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujaran. Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) karena dibatasi. Perubahan makna suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang relatif permanent, dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah-ubah. Sesuatu yang menjadi harapan adalah menemukan alasan mengapa terjadi perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.

  • Makna Luas

Makna luas (widened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Dengan pengertian yang hampir sama, Kridalaksana memberikan penjelasan bahwa makna luas (extended meaning, situational meaning) adalah makna ujaran yang lebih luas daripada makna pusatnya; misalnya makna sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi di SESKOAL yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’. Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsure pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.

Makna Kognitif

Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9). Kridalaksana (1993) dalam Kamus Linguistik, memberikan penjelasan bahwa makna kognitif (cognitive meaning) adalah aspek-aspek makna satuan bahasa yang berhubungan dengan ciri-ciri dalam alam di luar bahasa atau penalaran.

Makna kognitif sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan makna kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan.

Makna Konotatif dan Emotif

Makna kognitif dapat dibedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa; dan hubungan antara kata (ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu yang bersifat konotatif atau emotif.

Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain (Djajasudarma, 1993). Sementara Kridalaksana (1993), memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).

Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi, pada orang yang beragama Islam kata babi tersebut mempunyai konotasi negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata tersebut. Contoh lain, kata kurus, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang bersinonim dengan kata kurus memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan, orang akan senang bila dikatakan ramping. Begitu juga dengan kata kerempeng, yang juga bersinonim dengan kata kurus dan kata ramping, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.

Makna konotatif dapat dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada bagian pertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif atau emotif sangat luas dan tidak dapat diberikan secara tepat. Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat insidental.

Makna emotif (bahasa Inggris emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993).

Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.

Makna Referensial

Makna referensial (referential meaning) adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi (Kridalaksana, 1993: 133).

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referentnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk katakata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referent.

Djajasudarma (1993), menjelaskan makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya dengan makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pemakai bahasa.

Makna Konstruksi

Makna konstruksi (bahasa Inggris construction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi. Misalnya, makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan. Kridalaksana (1993), makna konstruksi (construction meaning) adalah makna yang terdapat dalam konstruksi, misalnya, ‘milik’ yang dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.

Contoh-contoh yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain:

  • Itu buku saya
  • Saya baca buku saya
  • Perempuan itu ibu saya
  • Rumahnya jauh dari sini
  • Di mana rumahmu?

Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, exsternal meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa Inggris) ‘budaya’, di dalam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan; (2) pemeriharaan biakan (biologi); sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab, maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal (Djajasudarma, 1993).

Masih dalam hal makna, Djajasudarma (1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional.

Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu makna dasar dan makna perluasan, atau makna denotatif (kognitif, deskriptif) dan makna konotatif atau emotif.

Mengenai dua jenis makna ini, Kridalaksana (1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah hubungan antara unsurunsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.

Dengan demikian makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau kata meski tanpa konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contohcontoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.

Lain dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dan dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.

Makna Ideasional

Makna idesional dijelaskan Djajasudarma (1993), makna idesional (bahasa Inggris ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep atau ide yang terkandung di dalam satuan katakata, baik bentuk dasar maupun turunan. Kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuaan yang sama bagi semua warga negara.

Kata demokrasi ini kita lihat di dalam kamus, dan kalau diperhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep yang menjadi ide kata tersebut. Demikian juga dengan kata partisipasi mengandung makna idesional ‘aktivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan (sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.

Makna Proposisi

Makna proposisi (bahasa Inggris propositional meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi dapat kita lihat di bidang matematika, atau di bidang eksaktra. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks (Djajasudarma, 1993).

Di bidang eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut siku-siku makna proposisinya adalah sembilan puluh derajat (900 ). Makna proposisi dapat diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat diubah lagi, misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:

  • Satu tahun sama dengan dua belas bulan.
  • Matahari terbit di ufuk timur.
  • Satu hari sama dengan dua belas jam.
  • Makhluk hidup akan mati.
  • Surga adalah tempat yang sangat baik. Dan sebaginya.

Makna Pusat

Kridalaksana (1993: 133) memberikan arti makna pusat (central meaning) adalah makna kata yang umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri.

Makna pusat (bahasa Inggris central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa, kalimat, maupun wacana, memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks.

Seseorang yang berdialog dapat berkomunikasi dengan komunikatif tentang inti suatu pembicaraan, serta pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau dialog karena penalaran yang kuat. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam ekspresi berikut.

  • Meja itu bundar.
  • Ali seorang laki-laki.
  • Harga-harga semakin memuncak.
  • Akhir-akhir ini sering terjadi banjir.
  • Ia menghidupi anak-istrinya dengan bekerja memeras keringat. Dan sebagainya.

Makna Piktorial

Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Misalnya, pada situasi makan kita berbicara tentang sesuatu yang menjijikan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan (Djajasudarma, 1993).

Perasaan muncul segera setelah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira, di samping perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap saat dapat kita alami. Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan makna piktorialnya.

  • Kenapa kausebut nama dia.
  • Kakus itu kotor sekali.
  • Ah, konyol dia.
  • Ia tinggal di gang yang becek itu.
  • Mobil itu hampir masuk jurang. Dan sebagainya.

Makna Idiomatik

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima sepeda’; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi, tidaklah memiliki makna seperti bentuk menjual rumah ataupun menjual sepeda, melainkan bermakna ‘tertawa dengan keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi, itu yang disebut makna idiomatik. Seperti contoh bentuk lain, membanting tulang, meja hijau, tulang punggung, dan sebagainya.

Kridalaksana (1993) menyebutnya dengan makna kiasan (transferred meaning, figurative meaning) adalah pemakaian kata dengan makna yang tidak sebenarnya. Selanjutnya, Djajasudarma (1993) memberikan pengertian makna idiomatik adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom berbenntuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik didapat di dalam ungkapan dan peribahasa. Seperti terlihat pada ekspresi contoh berikut.

  • Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
  • Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.
  • Kasihan, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
  • Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi.
  • Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).

Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa, terutama pada bahasabahasa yang penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca di dalam kamus, khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.

Referensi

http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KEBAHASAAN_I/BBM_8.pdf