Apa saja jenis-jenis kebijakan publik?

Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut pandang masing-masing. James Anderson sebagaimana dikutip Suharno (2010:) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

  1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural
    Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

  2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan redistributif
    Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

  3. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik
    Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

  4. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang privat (privat goods)
    Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

Sholichin Abdul Wahab mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memerinci kebijakan tersebut kedalam beberapa kategori, yaitu:

  1. Tuntutan kebijakan (policy demands)
    Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

  2. Keputusan kebijakan (policy decisions)
    Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan- keputusan untuk menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat penafsiran terhadap undang-undang.

  3. Pernyataan kebijakan (policy statements)
    Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

  4. Keluaran kebijakan (policy outputs)
    Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang ingin dikerjakan oleh pemerintah.

  5. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)
    Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

William N. Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima bagian, yaitu:

  1. Masalah kebijakan (policy public)
    Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa yang hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang mendahului adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.

  2. Alternatif kebijakan (policy alternatives)
    Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat member sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan. Informasi mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

  3. Tindakan kebijakan (policy actions)
    Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

  4. Hasil kebijakan (policy outcomes)
    Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang telah dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.

  5. Hasil guna kebijakan
    Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberiakn sumbangan pada pencapaian nilai. Pada kenyataanya jarang ada problem yang dapat dipecahkan secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem dapat menumbuhkan problem sehingga perlu pemecahan kembali atau perumusan kembali.

Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi:

  1. Kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri);
  2. Kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan eksekutif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen);
  3. Kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya kebijakan masa reformasi, kebijakan masa orde baru).

Banyak pakar mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. James Anderson, dalam bukunya yang berjudul ”Public Policy Making”, menyampaikan kategori tentang kebijakan publik tersebut sebagai berikut:

  • Kebijakan substansif versus kebijakan prosedural. Kebijakan substantif yakni kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

  • Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan re-distributif. Kebijakan distributif. Kebijakan distributis menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

  • Kebijakan material versus kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijkan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

  • Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang privat (privat goods). Kebijakan public goods adalah kebijakan yangbertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

Sedangkan Riant Nugroho D, dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi" membagi jenis-jenis kebijakan publik berdasarkan 3 kategori.

Pertama berdasarkan pada makna dari kebijakan publik. Berdasarkan maknanya, maka kebijakan publik adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kebijakan publik berdasar makna kebijakan publik dengan demikian terdiri dua jenis, yakni: kebijakan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan kebijakan atau hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.

Kedua, pembagian jenis kebijakan publik yang didaarkan pada lembaga pembuat kebijakan publik tersebut. Pembagian menurut kategori ini menghasilkan tiga jenis kebijakan publik.

  • Kebijakan publik yang dibuat oleh legislatif. Kebijakan publik ini disebut pula sebagai kebijakan publik tertinggi. Hal ini mendasarkan teori Politica yang diajarkan oleh Montesquieu pada abad pencerahan di Perancis abad 7.
    Demokrasi adalah sebuah suasana dimana seorang penguasa dipilih buka atas dasar kelahiran atau kekerasan, namun atas dasar sebvuah kontrak yang dibuat bersama melalui mekanisme pemilihan umum baik langsung atau tidak langsung dan siapa pun yang berkuasa harus membuat kontrak sosial dengan rakyatnya. Kebijakan publik adalah kontrak sosial itu sendiri.

  • Kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini bukan menyiratkan ketidakmampuan legislatif, namun mencerminkan tingkat kompleksitas permasalahan yang tidak memungkinkan legislatif bekerja sendiri. Di Indonesia produk kebijakan publik yang dibuat oleh kerjasama kedua lembaga ini adalah undang-undang di tingkat nasional dan peraturan daerah di tingkat nasional untuk hal-hal tertentu yang bersifat sementara sampai UU-nya dibuat. Bahkan di Indonesia yang mengesahkan UU adalah Presiden. UU sendiri disahkan setelah ada persetujuan dari legislatif dan eksekutif. Dalam hal setelah persetujuan setelah 30 hari eksekutif tidak segera mengesahkan, maka sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945, maka Rancangan UU tersebut dianggap sah dengan sendirinya. Di sini tampak bahwa keluaran legislatif relatif lebih tinggi daripada eksekutif.

  • Kebijakan publik yang dibuar oleh eksekutif saja. Di dalam perkembangannya, peran eksekutif tidak cukup hanya melaksanakan kebijakan yang dibuat legislatif, karena dengan semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan kehidupan bersama sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan publik pelaksanaan yang berfungsi sebagai turunan dari kebijakan publik di atasnya. Di Indonesia ragam kebijakan publik yang ditangani eksekutif bertingkat sebagi berikut: (1) Peraturan Pemerintah, (2) Keputusan Presidin (keppres), (3) Keputusan Menteri (Kepmen) atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen, (4) dan seterusnya, misalanya Instruksi Menteri.

  • Sedangkan di tingkat daerah terdapat: (1) Keputusan Gubernur dan bertingkat keputusan Dinas-Dinas di bawahnya, (2) Keputusan Bupati, (3) Keputusan walikota dan bertingkat keputusan dinas-dinas di bawahnya.

Ketiga didasarkan pada karakter dari kebijakan publik yan sebenarnya merupakan bagian dari kebijakan publik yang sebenarnya merupakan bagian dari kebijakan publik tertulis formal. Di sini kebijakan publik dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, regulasi versus de-regulatif, atau restriktif versus non restriktif; dan kedua, alokatif versus distributif atau redistributif.

  • Kebijakan publik jenis pertama adala kebijakan yang menetapakan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. Sebagian besar kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang regulatif/ restsruktif dan regulatif.non restruktif.

  • Kebijakan publik jenis kedua, kebijakan alokatif dan distributif. Kebijakan kedua ini basanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keluaran publik. Richard A. Musgrave dan Peggi B, pakar keuangan publik mengemukakan bahwa fungsi dari kebijakan keuangan publik adalah

  • fungsi alokasi yang bertujuan mengalokasiakan barang-barang publik dan mekanisme pasar,

  • fungsi distribusi yang berkenaan dengan pemerataan kesejahteraan termasuk di dalamnya perpajakan,

  • fungsi stabilisasi yang berkenaan dengan peran penyeimbang dari kegiatan alokasi dan distribusi tersebut, dan

  • fungsi koordinasi anggaran yang berkenaan dengan koordinasi anggaran secara horizontal dan vertikal.

Kategori lain, secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi:

  1. kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri dan sebagainya;
  2. kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen;
  3. kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya: kebijakan masa reformasi, kebijakan masa Orde Baru )

Menurut James E. Anderson, kebijakan publik dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Substantive Policies and Procedural Policies.

Substantive Policies adalah kebijakan yang dilihat dari substansi masalah yang di hadapi oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan politik luar negeri, kebijakan dibidang pendidikan, kebijakan ekonomi, dan sebagainya. Dengan demikian yang menjadi tekanan dari substantive policies adanya pokok masalahnya (subject matter) kebijakan. Procedural Policies adalah suatu kebijakan yang dilihat dari pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik, serta cara bagaimana suatu kebijakan publik diimplementasikan.

b. Distributive, Redistributive, and Self Regulatory Policies.

Distributive Policies adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan atau keuntungan bagi individu-individu, kelompok-kelompok, perusahaan-perusahaan atau masyarakat tertentu.Redistributive Policies adalah kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan,pemilikan, atau hak-hak di antara kelas-kelas dan kelompok-kelompok penduduk. Self Regulatory Policies adalah kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau pelarangan perbuatan atau tindakan bagi seseorang atau sekelompok orang.

c. Material Policies.

Material policies adalah kebijakan-kebijakan tentang pengalokasian atau penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi para penerimanya, atau mengenakan beban-beban bagi mereka yang mengalokasikan sumber-sumber material tersebut.

d. Public Goods and Private Goods Policies.

Public Goods Policies adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang dan pelayanan-pelayanan untuk kepentingan orang banyak. Private Goods Policies merupakan kebijakan-kebijakan tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan untuk kepentingan perorangan yang tersedia di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu. (Sutopo dan Sugiyanto, 2001: 5)

Tipologi kebijakan menurut pandangan 3 orang penulis, yaitu James E.Anderson (1979), Charles L.Cochran & Eloise F.Malo ne (1995), dan James P. Lester & Joseph
Stewart, Jr. (2000). Ketiga pandangan tersebut kebanyakan lebih berdasarkan
pada pendapat Theodore J. Lowi (1964) tentang tipologi kebijakan dasar dan
juga ditambahkan dari penulis-penulis lain. 7 macam tipologi kebijakan, yaitu kebijakan: (1) substantive; (2) procedural; patrouage/promotional; (4) regulatory; (5) self-regulatory; (6) distributive; dan (7) redistributive.

  • Substantive policies (kebijakan substantif), adalah kebijakan tentang apa yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah, seperti kebijakan standar upah buruh; kebijakan pembangunan berkelanjutan; kebijakan kesehatan; kebijakan pendidikan, dan sebagainya.
  • Procedural policies (kebijakan prosedural), adalah kebijakan tentang siapa yang akan terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakantersebut serta bagaimana kebijakan itu hendak dilaksanakan, seperti kebijakan perumusan UU; kebijakan pilkada; kebijakan ekspor & impor; kebijakan uji materi UU dan sebagainya.
  • Patronage/promotional policies (kebijakan patronase/promotional), adalah kebijakan yang dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi individu-individu atau perusahaan untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka enggan melakukannya kecuali bila diberi hadiah atau insentif, seperti misalnya kebijakan pemberian subsidi; kebijakan kontrak kerja; dan kebijakan pemberian perizinan/lisensi.
  • Regulatory policies (kebijakan regulatory), adalah kebijakan untuk mengatur atau mengendalikan tindakan individu atau kelompok. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan atau diskresi/ keleluasaan bertindak dari mereka yang diatur atau hendak dikendalikan perilakunya. Dapat dicontohkan di sini, misalnya kebijakan tindak kriminal; kebijakan peredaran minuman beralkohol; kebijakan persaingan usaha; kebijakan merokok di tempat umum; dan sebagainya.
  • Self-regulatory policies, kebijakan tipe ini sama dengan kebijakan regulatoris, yaitu sama-sama mengatur dan mengendalikan perilaku individu atau kelompok, hanya saja bedanya adalah kebijakan jenis ini lebih banyak dicari dan didukung oleh mereka yang menjadi sasaran kebijakan ini yakni untuk melindungi diri atau meningkatkan tercapainya kepentingannya sendiri. Contoh kebijakan jenis ini adalah misalnya kebijakan sertifikasi dosen; kebijakan standarisasi produk; kebijakan harga eceran produk pertanian, dan sebagainya.
  • Distributive policies (kebijakan distributif), adalah kebijakan untuk memberikan atau mendistribusikan pelayanan atau keuntungan tertentu kepada kelompok penduduk tertentu misalnya individu, kelompok masyarakat, atau perusahaan dari dana pemerintah. Tujuannya adalah mendorong individu atau kelompok atau perusahaan untuk1.34 Kebijakan Publik meningkatkan aktivitasnya yang dinilai punya misi sosial atau sangat diinginkan masyarakat. Contoh kebijakan jenis ini misalnya kebijakan BOS di bidang pendidikan; kebijakan jaminan pelayanan Kesehatan bagi kelompok miskin; kebijakan subsidi pemilikan rumah sederhana; dan sebagainya.
  • Redistributive policies (kebijakan redistributif), adalah kebijakan untuk mengalokasikan kembali kekayaan atau kemakmuran ekonomi atau hakhak, dari satu kelompok kepada kelompok lain. Contoh misalnya kebijakan perang melawan kemiskinan; kebijakan pajak pendapatan; kebijakan hak memilih di pemilu; kebijakan kesejahteraan sosial; dan sebagainya.

Anderson ( 1979 ) juga menyajikan 3 pasangan tipologi kebijakan publik yaitu: (1) Material or Symbolic Policies; (2) Collective/Indivisible Goods or Private/Divisible Goods Policies; dan (3) Liberals or Conservatives Policies.

  • Material or symbolic policies (kebijakan material), adalah kebijakan penyediaan sumber-sumber nyata atau kewenangan substantif kepada mereka yang bakal memperoleh manfaat dari kebijakan tersebut. Misalnya kebijakan perumahan rakyat. Sedangkan kebijakan simbolik adalah kebijakan yang bisa memberikan keuntungan atau kerugian memiliki dampak nyata yang kecil kepada orang-orang. Seperti kebijakan melarang melakukan kegiatan di hari Minggu adalah kebijakan simbolis karena kebijakan itu tidak bisa dipaksakan berlakunya dan punya dampak yang kecil terhadap perilaku orang-orang. Kebijakan publik yang semula merupakan kebijakan material bisa berubah menjadi kebijakan simbolis, begitu pula sebaliknya. Misalnya kebijakan “Jalur Pejalan Kaki” yang semula material agar pejalan kaki memakai jalur tersebut tetapi kenyataannya berubah menjadi simbolis ketika jalur tersebut dipakai oleh para pengendara motor! Begitu pula kebijakan “Jangan Menginjak Rumput” yang semula berupa kebijakan material berubah menjadi simbolis karena begitu banyaknya orang main sepak bola, berjualan, makan-makan, bersepeda, dan sebagainya di rumput tersebut.
  • Collective/indivisible goods or private/divisible goods policies, kebijakan jenis ini sama dengan apa yang telah dijelaskan tentang kebijakan ADPU4410/MODUL 1 1.35 “Barang Publik” dan “Barang Privat/Pribadi” sebelumnya. Kebijakan barang publik adalah kebijakan tentang penyediaan barang oleh pemerintah. Sekali disediakan barang tersebut untuk satu orang maka barang tersebut harus tersedia pula bagi orang lain. Misalnya kebijakan tentang “Keamanan Nasional”. Sedangkan kebijakan barang privat adalah kebijakan tentang penyediaan barang di pasar dan seseorang barulah akan bisa memiliki dan menggunakan barang tersebut bila ia sudah membeli atau membayar harga barang tersebut. Misalnya kebijakan tentang “Angkutan Bis Kota”.
  • Liberal or conservative policies (kebijakan liberal) adalah kebijakan yang di buat oleh kelompok liberal; sedangkan kebijakan konservatif adalah kebijakan yang dibuat oleh kelompok konservatif. Keduanya beda karakteristiknya. Kebijakan liberal biasanya lebih banyak menyukai peran pemerintah untuk melakukan perubahan sosial terutama untuk memperjuangkan tegaknya keadilan atau menanggulangi kekurangankekurangan dalam tertib sosial. Sedangkan kebijakan konservatif menolak pandangan liberal dan menyatakan bahwa tertib sosial sudah ada dan sangat memuaskan. Kalaupun perubahan itu harus terjadi maka perubahan sosial tersebut harus terjadi secara pelan, bertahap, dan alami.

Referensi:

Sutopo, dan Sugiyanti, 2001. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI

Anderson, James E. 1979. Public Policy Making. New York: Holt, Rinehart
and Winston.

Cochran, Charles L. & Eloise F.Malone. 1995. Public Policy: Perspectives
and Choices. New York: Me Graw-Hill,lnc