Apa saja jenis-jenis kalimat?

Apakah kalian tahu bahwa kalimat memiliki banyak jenis, apa saja itu?

Jenis Kalimat Menurut Alwi, dkk. (2003), jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut jumlah klausanya, bentuk sintaksisnya, kelengkapan unsurnya, dan susunan subjek dan predikatnya. Berikut penjelasannya:

Jumlah Klausa Kalimat

Berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

Bentuk Sintaksis

Kalimat berdasarkan bentuk sintaksis di bagi atas (1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya, dan (4) kalimat ekslamatif atau kalimat seruan. Penggolongan kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya itu tidak berkaitan langsung dengan fungsi pragmatis atau nilai komunikatifnya yakni fungsi pemakaian bahasa untuk tujuan komunikasi.

Kelengkapan Unsur

Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1) kalimat lengkap atau kalimat major, (2) kalimat taklengkap atau kalimat minor.

Susunan Subjek Predikat

Kalimat dari segi susunan unsur subjek dan predikat dibedakan atas (1) kalimat biasa, (2) kalimat inversi. Subjek pada penelitian ini adalah pola sintasis, sedangkan objek penelitiannya adalah poster di Kabupaten Pringsewu. Objek penelitian ini merupakan kalimat derivasional, kalimat yang strukturnya sudah mengalami perubahan demi kelancaran komunikasi.

Oleh karena itu peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada jenis kalimat yaitu:

  • Kelengkapan kalimat yang diklasifikasi berdasarkan kalimat tak lengkap;

  • Kalimat berdasarkan jumlah klausa yang diklasifikasi berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk;

  • Kalimat berdasarkan bentuk sintaksis yang diklasifikasi berdasarkan kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif, dan kalimat ekslamatif.

Kalimat Dipandang dari Jumlah dan Jenis Klausa

Dipandang sari segi jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar, kalimat dapat dibedakan sebagai (a) kalimat tunggal, (b) kalimat bersusun, dan © kalimat majemuk (Cook, 1971; Elson dan Picket, 1969 dalam Tarigan, 1983).

1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas, tanpa klausa terikat.
(2) Windi tidur.
(3) Arman makan.

Kalimat (2) dan (3) merupakan contoh kalimat tunggal karena terdiri atas satu klausa bebas.

2) Kalimat Bersusun

Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas, dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat.
(4) Dia pegi sebelum matahari terbit.
(5) Kami akan bertanding kalau wasitnya bukan dia.

Kalimat (4) dan (5) merupakan contoh kalimat bersusun, dia pergi dan kami akan bertanding merupakan klausa bebas, sedangkan sebelum matahari terbit dan kalau wasitnya bukan dia merupakan klausa terikat. Istilah kalimat bersusun dapat dipadankan dengan kalimat majemuk bertingkat (bandingkan Moeliono, 1998; Kridalaksana, 2001).

3) Kalimat Majemuk

Kalimat mejemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas. Istilah kalimat majemuk dalam bagian ini dapat dipadankan dengan kalimat majemuk setara (bandingkan Alwi, 1998; Kridalaksana, 2001), yang dalam strukturnya ditandai oleh konjungtor yang menyatakan hubungan makna aditif, ekuatif, dan ekseptif.

(6) Saya menyuruhnya pergi, tetapi dia tidak bergeming.

(7) Anwar tidak akan bekerja, kecuali gaji bulan lalu telah dibayar.

Kalimat Dipandang dari Segi Struktur Internal Klausa Utama

Dipandang dari segi struktur internal klausa utama, kalimat dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu (1) kalimat sempurna, dan (2) kalimat tak sempurna.

Dalam bahasa Inggris kedua jenis kalimat ini mempunyai istilah yang beraneka ragam, misalnya full sentences dan minor sentences (Bloomfield, 1995); favourite sentences dan minor sentences (Hocket, 1958); principal sentences dan non-principal sentences (Nida, 1946); complete sentences dan incomplete sentences (Cook, 1971); independent sentences dan dependent sentences (Elson and Picket, 1969); major sentences dan minor sentences (Elson and Picket, 1969).

1) Kalimat Sempurna

Kalimat sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri atas sebuah klausabebas. Oleh karena yang mendasari sesuatu kalimat sempurna adalah suatu klausa bebas, maka kalimat sempurna ini mencakup kalimat tunggal, kalimat bersusun, dan kalimat majemuk. Dengan demikian, kalimat (2-7) merupakan contoh kalimat sempurna.

2) Kalimat Taksempurna

Kalimat tak sempurna adalah kalimat yang dasarnya hanya terdiri atas sebuah klausa terikat, atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa. (Cook, 1971). Kalimat tak sempurna ini mencakup kalimat-kalimat urutan, sampingan, elips, tambahan, jawaban, seruan, dan minor.

(8) (Mau ke mana nanti sore?)

(9) Ke Jakarta.

Kalimat (9) merupakan jawaban dari kalimat (8). Dengan demikian, kalimat (9) dapat dikategorikan sebagai kalimat tak sempurna.

Kalimat Dipandang dari Segi Responsi yang Diharapkan

Dipandang dari segi responsi yang diharapkan, kalimat dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) kalimat pernyataan, (2) kalimat pertanyaan, dan (3) kalimat perintah. Ketiga bentuk kalimat ini, dalam konsep pragmatik sering juga disebut dengan istilah modus kalimat.

1) Kalimat Pernyataan

Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu (Cook, 1971: 38). Berikut ini akan disajikan tiga contoh kalimat pernyataan.

(10) Ridwan bermain bola.
(11) Syahidin seorang penyanyi.
(12) Mayan pecandu rokok.

2) Kalimat Pertanyaan

Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa jawaban (Cook, 1971).

(13) Di mana rumahmu?
(14) Siapa nama anak Bu Dian?

Kalimat (13) dan (14) merupakan contoh kalimat pertanyaan dalam bahasa Indonesia.

3) Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa tindakan (Cook, 1971). Kalimat perintah dalam terminologi Yule (1970) diistilahkan dengan sebutan kalimat imperatif instruktif, karena kalimat perintah merupakan salah satu bagian dari kalimat bermodus imperatif. Kalimat imperatif memiliki dua jenis, yaitu imepratif instruktif (perintah) dan imperatif rekuestif (permintaan). Berikut ini akan disajikan contoh kalimat imperatif instruktif.
(15) Cepat masuk, Rahma!
(16) Jangan dimakan, Indra!

1. Kalimat Berpredikat Nominal

Dalam bahasa Indonesia ada macam kalimat yang predikatnya terdiri atas nomina. Dengan demikian, maka dua nomina yang dijejerkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek atau predikatnya terpenuhi. Syarat untuk kedua unsur itu penting karena jika tidak dipenuhi, jejeran nomina tadi tidak akan membentuk kalimat. Contoh:

  • Lagu ciptaan Franky itu.

  • Lagu itu ciptaan Franky.

Urutan kata seperti terlihat pada (poin pertama) membentuk suatu frasa dan bukan kalimat karena tidak terdapat pemisahan yang wajar antara bagiannya sehingga dapat ditafsirkan sebagai dua frasa nominal. Pada akhir urutan kata (poin pertama) tersebut juga tidak ada tanda intonasi selesai. Sebaliknya, pada urutan kata (poin kedua) membentuk kalimat karena batas frasa itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal dan pada bagian akhir urutan kata tersebut berintonasi selesai.

Kalimat yang predikatnya nominal sering pula dinamakan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Kalimat persamaan terdiri atas subjek dan predikat. Pada umumnya, urutannya adalah bahwa frasa nominal yang pertama itu subjek, sedangkan yang kedua predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama dibubuhi prtikel –lah, maka frasa nominal pertama itu menjadi predikat, sedangkan frasa nominal kedua menjadi subjek. (Depdikbud,1988)

Contoh:
a. Dia idola saya.

b. Dialah idola saya.

c. Orang itu penjaganya.

d. Orang itulah penjaganya.

Pada kalimat (a) dan © subjeknya masing-masing adalah dia dan orang itu. Pada kalimat (b) dan (d) justru sebaliknya. Dialah dan orang itulah tidak lagi berfungsi sebagai subjek, melainkan sebagai predikat. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam struktur bahasa Indonesia secara keseluruhan, partikel -lah umumnya menandai predikat.

Ada semacam verba, adalah, yang dipakai pula dalam kalimat macam ini. Adalah umumnya dipakai apabila subjek, predikat, atau kedua-duanya menjadi panjang. Orang memerlukan pemisah antara keduanya. Contoh:

  • Perceraian seorang artis adalah hal biasa.

  • Ini adalah masalah persahabatan kita.

  • Pernyataan pelatih Barcelona itu adalah pernyataan untuk duel melawan Real Madrid.

Jika suatu kalimat persamaan diselipi oleh verba adalah, maka verba itu berfungsi sebagai predikat, sedangkan nomina atau frasa nominal yang berdiri di belakangnya menjadi pelengkap. Dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari kata adalah dapat diselingkan oleh kata ialah atau merupakan. Kendala pemakaian ialah tidak dapat mengawali kalimat.

Contoh:

  • Adalah hal biasa perceraian artis
  • Ialah hal biasa perceraian artis itu.

2. Kalimat Berpredikat Adjektiva

Predikat dalam kalimat bahasa Indonesia dapat pula berupa adjektiva seperti terlihat pada contoh berikut.

  • Kakaknya sakit.

  • Pernyataan pelatih Barcelona itu benar.

  • Alasan para suporter agak aneh.

Pada ketiga contoh di atas, subjek kalimat itu masing-masing adalah kakaknya, pernyatan pelatih Barcelona itu, dan alasan para suporter, sedangkan predikatnya adalah sakit, benar, dan (agak) aneh. Kalimat yang predikatnya adjektiva dinamakan kalimat statif. Seperti halnya dengan kalimat ekuatif, kalimat statif kadang-kadang memanfaatkan verba adalah atau ialah untuk memisahkan subjek dari predikatnya. Hal itu dilakukan bila subjek, predikat, atau kedua- duanya panjang. (Depdikbud,1988)
Contoh:

  • Pernyataan Ketua Gabungan Koperasi itu adalah tidak benar.

  • Gerakan badannya pada tarian yang pertama adalah anggun dan memesona.

  • Tindakan main hakim yang dilakukan penduduk desa itu adalah tidak sesuai dengan rasa kemanusian kita.

Predikat dalam kalimat statif kadang-kadang diikuti oleh kata atau frasa lain. Contoh:

  • Ayah saya sakit perut.

  • Warna bajunya biru laut.

  • Orang itu memang tebal telinga.

  • Dia berani melawan gurunya.

  • Saya takut akan kekuasaan Tuhan.

Dari contoh di atas, terlihat bahwa sesudah predikat sakit, biru, tebal, berani, dan takut terdapat kata atau frasa tambahan, yakni perut, laut, telinga, melawan guru, dan akan kekuasaan Tuhan. Kata atau frasa yang berdiri sesudah predikat dalam kalimat statif dinamakan pelengkap. Jadi, kata seperti laut dan telinga di atas adalah pelengkap terhadap predikat-masing-masing. Seperti terlihat pada contoh kalimat di atas, pelengkap dapat berupa kata atau frasa, dan kategorinya pun dapat berupa frasa nominal, verbal, atau preposisional.

Jika kalimat statif dibandingkan dengan kalimat ekuatif akan terlihat bahwa keduanya dapat hanya memiliki dua unsur fungsi saja, yakni subjek dan predikat, sehingga kedua macam kalimat itu memunyai kemiripan. Akan tetapi, ada perbedaan yng mencolok di antara kedua macam kalimat itu dalam wujud ingkarnya. Kalimat ekuatif diingkarkan dengan kata pengingkar bukan, sedangkan kalimat statif dengan pengingkar tidak. Contoh:

Pak Iwan bukan guru saya.

Pak Iwan tidak sakit.

Tidak mustahil bahwa dalam kalimat statif dipakai pula kata ingkar bukan, tetapi pemakaian itu khusus untuk menunjukkan adanya kontras dengan sesuatu yang lain yang dipikirkan atau dinyatakan oleh pembicara atau penulis.

a. Ahmad tidak sakit.

b. Ahmad bukan sakit.

Kalimat (a) menyatakan suatu keadaan secara biasa. Pada kalimat (b) pembicara atau penulis menyimpan informasi tambahan yang tidak dinyatakan, misalnya dia malas.

3. Kalimat Berpredikat Verba

Menurut Kridalaksana (1990), verba dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, di antaranya sebagai berikut.

  1. Verba aktif, yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau penanggap. Verba demikian berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
    Contoh :

    • Ia mengapur dinding.

    • Petani bertanam padi.

    • Saya makan nasi.

    • Rakyat mencintai pemimpinnya yang jujur.

    Apabila ditandai oleh sufiks –kan, maka verba itu bermakna benefaktif atau kausatif.
    Contoh:

    • Ia membuatkan saya baju.

    • Ia memasakkan kami makanan.

    • Guru menerangkan murid-murid tata bahasa

    Apabila ditandai oleh sufiks –i, maka verba bermakna lokatif atau repetif. Contoh

    • Pak tani menanami sawah.

    • Adik menyirami bunga.

    • Orang yang kejam itu memukuli anjingnya.

    • Paman menguliti kambing.

  2. Verba pasif, yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks di-, atau ter-. Apa- bila ditandai dengan prfiks ter-, yang berarti „dapat di‟ atau „tidak dengan sengaja‟ maka verba itu bermakna perfektif.
    Contoh:

    • Adik dipukul ayah.

    • Buku itu terinjak olehku.

    • Meja itu terangkat oleh adik.

    Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif, yaitu dengan meng- ganti afiksnya.

4. Kalimat Aktif

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperanan sebagai pelaku atau aktor (Cook dalam Tarigan,1984). Menurut Razak (1990) kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan dengan ditandai oleh predikat yang terdiri atas kata kerja. Pendapat lain mengungkapkan bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan yang mengenai langsung pada objeknya, atau kalimat yang objeknya menderita (Wilujeng:2007). Dari beberapa pengertian kalimat aktif oleh para pakar di atas, penulis mengacu pada pendapat Razak (1990) yang mengungkapkan bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan dengan ditandai oleh predikat yang terdiri atas kata kerja. Ciri-ciri kalimat aktif adalah sebagai berikut.

  1. Subjeknya sebagai pelaku.

  2. Predikatnya berawalan me- atau ber-.

  3. Predikatnya tergolong kata kerja aus.

Contoh :

  1. Mereka mulai meneruskan perjalanan.
    Subjek dalam kalimat di atas adalah mereka. Dalam kalimat tersebut mereka adalah pelaku yang dalam kalimat tersebut sedang mulai meneruskan perjalanan.

  2. Tahun depan, pemerintah akan mendirikan sejumlah rumah murah untuk pegawai-pegawai negeri.
    Predikat dalam kalimat di atas berawalan me-, yaitu pada kata mendirikan. Maka, kalimat tersebut tergolong kalimat aktif.

  3. Kakak berlari di lapangan belakang rumah.
    Predikat dalam kalimat di atas berawalan ber-, yaitu pada kata berlari. Maka, kalimat tersebut juga tergolong kalimat aktif.

  4. Adik tidur setelah pulang dari rumah Paman.

  5. Ayah makan di warung depan rumah.

Pada kalimat (4) dan (5), predikat pada kedua kalimat tersebut adalah tidur dan makan. Kedua kata atau predikat tersebut tidak memerlukan imbuhan dan disebut dengan kata kerja aus.

Putrayasa (2006) membagi kalimat aktif menjadi tiga macam, yaitu kalimat taktransitif, kalimat ekatransitif, dan kalimat dwitransitif.

  1. Kalimat Taktransitif

    Kalimat taktransitif adalah kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap dan hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat. Pada umumnya, urutan katanya adalah subjek-predikat. Kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat terbatas pada verba taktransitif. Seperti halnya kalimat tunggal lain, kalimat tunggal yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap juga dapat diiringi oleh unsur tidak wajib, seperti keterangan tempat, waktu, cara, dan alat. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat verbal yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap dengan unsur tidak wajib diletakkan dalam tanda kurung. Contoh:

    • Bu camat sedang berbelanja .

    • Pak Halim belum datang .

    • Mereka mendarat (ditanah yang tidak datar).

    • Dia berjalan (dengan tongkat).

    • Kami (biasanya) berenang (hari Minggu pagi).

    • Padinya menguning .

    Berdasarkan contoh tersebut tampak pula bahwa verba yang berfungsi sebagai pre- dikat dalam tipe kalimat itu ada yang berprefik ber- ada pula yang berprefiks meng- . Dari segi semantisnya, verba tersebut ada yang bermakna inheren proses (seperti menguning) dan banyak pula yang bermakna inheren perbuatan (seperti berbelanja, datang, dan mendarat). Karena predikat dalam kalimat tidak berobjek dan tidak ber- pelengkap itu adalah verba taktransitif, kalimat seperti itu dinamakan kalimat tak- transitif. Ada pula verba taktransitif yang diikuti oleh nomina, tetapi nomina itu merupakan bagian dari paduan verba tersebut. Contoh :

    1. a. Ria biasa berjalan kaki.
      b. Pak Ahmad akan naik haji.
      c. Raminra selalu naik sepeda ke sekolah.

    Hubungan antara berjalan dan kaki pada kalimat (1a) merupakan hubungan yang terpadu, artinya tidak ada macam berjalan lain kecuali berjalan kaki. Demikian pula hubungan antara naik dan haji pada kalimat (1b). Kedua kata itu telah membentuk suatu makna baru sehingga salah satu dari kata itu tidak dapat digantikan oleh kata lain. Dengan adanya kenyataan itu, maka kaki dan haji merupakan bagian integral dari verba berjalan dan naik sehingga menjadi verba majemuk yang termasuk verba taktransitif.

    Jika membandingkan kalimat (1b) dengan kalimat (1c), secara sepintas kedua ka- limat itu mempunyai struktur yang sama karena keduanya mengandung verba naik. Akan tetapi, hubungan antara naik dan haji di pihak satu dengan naik dan se-peda di pihak lain tidaklah sama. Sepeda pada kalimat (1c) tidak membentuk satuan makna dengan verbanya. Oleh karena itu, kata sepeda dapat pula diganti dengan kata lain, seperti opelet, delman, dan becak. Di samping perbedaan itu, tambahan keterangan pada verba majemuk seperti naik haji menerangkan keseluruhan, bukan hanya haji-nya. Sebaliknya, sepeda dan delman, dapat diberi keterangan secara ter- sendiri. Berikut kalimat yang berterima (kalimat 1) dan kalimat yang tidak berteri- ma (kalimat 2).

    1. a. Semuanya naik sepeda balap.
      b. Saya lebih suka naik opelet.
      c. Mereka akan naik haji besok.

    2. *Mereka akan naik haji besar.
      Ada pula verba majemuk yang dapat berubah statusnya jika diberi keterangan tam- bahan tertentu. Verba seperti memusingkan dapat membentuk verba majemuk me- musingkan kepala seperti pada kalimat (1) berikut ini.

      1. Tingkah lakunya memusingkan kepala.
        Karena memusingkan pada dasarnya adalah verba transitif tidak mustahil bahwa ke- terangan yang ditambahkan dapat memisahkan kepala dari verbanya. Dengan demi- kian kalimat (1) dapat diubah menjadi kalimat (2) sebagai berikut.

      2. Tingkah lakunya memusingkan kepala orang tuanya.
        Kalimat (1) adalah kalimat taktransitif dengan verba majemuk sebagai predikat. Se- baliknya, kalimat (2) bukanlah kalimat taktransitif melainkan kalimat ekatransitif. Sejumlah verba taktransitif dapat diikuti langsung oleh nomina, atau frasa nominal yang berfungsi sebagai pelengkap. Verba berisi, berdasarkan, dan berlandaskan pada contoh (1), serta verba merupakan, menyerupai, dan menjadi pada contoh (2) berikut ini merupakan predikat yang tergolong verba taktransitif.

        1. a. Botol itu berisi air putih.
          b. Peraturan itu berdasarkan surat keputusan menteri.
          c. Semua organisasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

        2. a. Kebijakan pemerintah itu merupakan langkah penting.
          b. Anak itu menyerupai ibunya.
          c. Dia menjadi tentara sejak 1945.

        Frasa nominal, seperti air putih, surat keputusan menteri, serta Pancasila dan Un- dang-Undang Dasar 1945 pada contoh (1) serta frasa nominal langkah penting, ibunya, dan tentara pada contoh (2) berfungsi sebagai pelengkap. Frasa-frasa nomi- nal itu tidak dapat dikedepankan sebagai subjek kalimat pasif. Jadi, bentuk seperti*Air putih diisi (oleh) botol itu, *Langkah penting dirupakan kebijaksanaan peme- rintah, atau *lbunya diserupai oleh anak itu tidak berterima sebagai kalimat dalam bahasa lndonesia.

    Selain jenis verba taktransitif tersebut, terdapat pula sekelompok verba taktransitif berafiks ke-an yang dapat diikuti nomina atau frasa nominal sebagai pelengkapnya. Contoh:

    1. a. Perbuatannya ketahuan ayahnya.
      b. lbu kehilangan dompet di pasar.
      c. Kami kehabisan makanan.

    Frasa nominal ayahnya, dompet, dan makanan pada contoh tersebut berfungsi seba- gai pelengkap. Frasa-frasa nominal itu tidak dapat dikedepankan sebagai subjek ka- limat pasif. Jadi, bentuk *Ayahnya ketahuan (oleh) perbuatannya, *Dompet kehi- langan (oleh) ibu di pasar, dan *Makanan kehabisan (oleh) kami tidak berterima dalam bahasa lndonesia.

  2. Kalimat Ekatransitif

    Kalimat ekatransitif adalah kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap. Kalimat jenis ini memiliki tiga unsur wajib, yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat ekatransitif adalah verba yang digolongkan dalam kelompok verba ekatransitif. Karena itu, kalimat seperti itu disebut pula kalimat ekatransitif. Dari segi makna, semua verba ekatransitif memiliki makna inheren perbuatan. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat ekatransitif.

    • Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.

    • Presiden merestui pembentukan panitia pemilihan umum.

    • Nilai Ebtanas Murni menentukan nasib para siswa.

    • Banyaknya para pensiunan yang dipekerjakan kembali mempersempit lapangan kerja bagi kaum muda.

    • Dia memberangkatkan kereta api itu terlalu cepat.

    Verba predikat pada tiap-tiap kalimat tersebut adalah akan memasok, merestui, menentukan, mempersempit, dan memberangkatkan . Di sebelah kiri tiap-tiap verba itu berdiri subjeknya dan di sebelah kanan objeknya. Dalam kalimat aktif urutan ka- ta dalam kalimat ekatransitif adalah subjek, predikat, dan objek. Tentu saja ada un- sur tidak wajib, seperti keterangan tempat, waktu, dan alat yang dapat ditambahkan pada kalimat ekatransitif. Wujud verba pada kalimat itu beragam. Semuanya mema- kai prefiks meng-, ada yang tanpa sufiks (membela) ada yang memakai sufiks -i (merestui), -kan(menentukan), dan ada yang mengandung prefiks per-(mempersem- pit) dan ber-(memberangkatkan). Perlu ditekankan, bahwa frasa nominal yang berfungsi sebagai objek dapat dijadikan subjek pada padanan pasif kalimat aktif transitif

  3. Kalimat Dwitransitif

    Ada verba transitif dalam bahasa lndonesia yang secara semantis mengungkapkan hubungan tiga maujud. Dalam bentuk aktif tiap-tiap maujud itu merupakan subjek, objek, dan pelengkap. Verba itu dinamakan verba dwitransitif.
    Contoh kalimat :

    a. lda sedang mencari pekerjaan.
    b. lda sedang mencarikan pekerjaan.
    c. lda sedang mencarikan adiknya pekerjaan.

    Dari kalimat (a) diketahui bahwa yang memerlukan pekerjaan adalah lda. Dengan ditambahkannya sufiks -kan pada verba dalam kalimat (b), terasa adanya perbe- daan makna, yaitu yang melakukan perbuatan “mencari” memang Ida, tetapi peker- jaan itu bukan untuk dia sendiri, meskipun tidak disebut siapa orangnya. Pada kalimat ©, orang itu secara eksplisit disebutkan, yakni adiknya. Pada kalimat ©, terlihat bahwa ada dua nomina yang terletak di belakang verba predikat. Kedua nomina itu berfungsi sebagai objek dan pelengkap. Objek dalam karimat aktif berdiri langsung di belakang verba, tanpa preposisi, dan dapat dijadikan subjek dalam kalimat pasif. Sebaliknya, pelengkap dalam kalimat dwitransitif itu berdiri di belakang objek jika objek itu ada.

5. Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat turunan yang dibentuk dengan menggunakan verba pasif, yaitu verba yang dibentuk dengan menambahkan awalan tertentu, seperti awalan di - dalam bahasa Indonesia, pola intonasi akhir turun, dan dengan ketentuan bahwa objek kalimat inti menjadi subjek kalimat pasif (Ba‟dulu:2004). Dalam pendapat lain, Zainuddin (1991) mengungkapkan bahwa kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya merupakan tujuan dari pekerjaan dalam predikat kata kerja.

Dari kedua pendapat pakar di atas, penulis mengacu pada pendapat Ba‟dulu (2004) yang mengatakan bahwa kalimat pasif adalah kalimat turunan yang dibentuk dengan menggunakan verba pasif, yaitu verba yang dibentuk dengan menambahkan awalan tertentu, seperti awalan di- dalam bahasa Indonesia, pola intonasi akhir turun, dan dengan ketentuan bahwa objek kalimat inti menjadi subjek kalimat pasif. Ciri-ciri kalimat pasif sebagai berikut.

  1. Subjeknya sebagai penderita.

  2. Predikatnya berawalan di-, ter-, atau ter-kan.

  3. Predikatnya berupa predikat persona (kata ganti orang, disusul oleh kata kerja yang kehilangan awalan).

Contoh:

  1. Setelah menjadi DPO selama satu tahun, pencuri itu ditembak polisi.
    Subjek pada kalimat di atas adalah pencuri itu. Terlihat dalam kalimat tersebut, subjek (pencuri itu) menjadi penderita atau sedang dikenai pekerjaan, yaitu ditembak oleh polisi. Maka kalimat di atas tergolong kalimat pasif.

  2. Messi ditarik keluar oleh pelatih pada menit 67 karena cedera.
    Predikat dalam kalimat tersebut adalah ditarik. Awalan di- pada predikat menjadi penanda kalimat tersebut tergolong kalimat pasif.

  3. Mobil itu tertabrak kereta karena tidak mengindahkan aturan lalu lintas.
    Predikat dalam kalimat tersebut adalah tertabrak. Awalan ter- pada predikat menjadi penanda kalimat tersebut juga tergolong dalam kalimat pasif.

  4. Baju itu ia beli di Bali pada saat Kuliah Kerja Lapangan.
    Kalimat di atas tergolong sebagai kalimat pasif karena predikat pada kalimat tersebut berupa persona atau kata ganti orang, yaitu ia, yang kemudian diikuti oleh kata kerja yang kehilangan awalan, yaitu beli.

Bentuk kalimat aktif dari kalimat tersebut adalah Ia membeli baju itu di Bali pada saat Kuliah Kerja Lapangan.

Razak (1990) mengungkapkan bahwa kalimat aktif lebih kuat dari kalimat pasif. Kalimat menunjukkan suatu proses subjek melakukan perbuatan atau tindakan. Dengan demikian predikatnya pasti sebuah kata yang menunjukkan kerja atau perbuatan dan bukan menunjukkan keadaan. Kata yang menunjukkan kerja atau perbuatan, tindakan dan sebagainya, lebih kuat dari kata yang menggambarkan keadaan. Contohnya dalam kalimat berikut ini.

  • Karena kesal, ia merobek-robek surat itu.

Bila dijadikan kalimat pasif, susunan kalimat itu menjadi seperti berikut ini.

  • Karena kesal, surat itu dirobek-robeknya.

Kata merobek-robek dan dirobek-robek itulah yang menjadi petunjuk apakah sebu- ah kalimat aktif atau pasif. Mudah sekali melihat bahwa bentuk merobek lebih kuat dari dirobek. Sebab yang pertama menunjukkan perbuatan atau tindakan, sedangkan yang lain menunjukkan keadaan. Tiap perbuatan atau tindakan pasti melambangkan “gerak”, dan tiap gerak tentu mengandung tenaga. Tidak demikian halnya dengan kata yang menunjukkan keadaan, seperti dirobek, dibaca, diteliti dan sebagainya.