Apa saja Jenis-jenis Gaya Bahasa?

gaya bahasa

Hakekat gaya (style) adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya.

Apa saja jenis-jenis Gaya Bahasa ?

Menurut Keraf terdapat empat kelompok gaya bahasa yaitu bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Ada tiga macam gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, antara lain:

  • Gaya Bahasa Resmi
    Yang dimaksud dengan gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti: amanat presiden, berita Negara, khotbah mimbar, tajuk rencana, dan sejenisnya. Pada umumnya gaya bahasa resmi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kalimat yang digunakan panjag dan sangat tertib tata bahasanya, bernada mulia dan serius.

  • Gaya Bahasa Tak resmi
    Gaya bahasa tak resmi adalah gaya yang digunakan dalam kesempatan- kesempatan yang tidak atau kurang formal. Biasanya gaya bahasa ini digunakan dalam karya tulis, buku pegangan, editorial, dan sejenisnya.

  • Gaya Bahasa Percakapan
    Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata populerdan kata-kata percakapan. Gaya bahasa ini menggunakan kalimat yang singkat dan tidak begitu memperhatikan aspek sintaksis dan morfologis.

Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam sebuah wacana dibagi tiga jenis yaitu gaya bahasa sederhana, gaya bahasa mulia dan bertenaga dan gaya menengah.

  • Gaya Sederhana
    Gaya bahasa sederhana digunakan untuk memberikan perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Dengan menggunakan gaya ini, pembicara menyampaiakan fakta dan bukti untuk menyakinkan pada pendengar. Gaya ini tidak menggunakan emosi, karena akan mengurangi nilai sebuah fakta dan bukti yang disampaikan oleh pembicara.

  • Gaya Mulia dan Bertenaga
    Gaya mulia dan bertenaga adalah gaya yang diungkapkan pembicara dengan penuh vitalitasdan energi untuk menggerakkan sesuatu. Akan tetapi, untuk menggerakkan emosi pendengar, pembicara juga menggunakan nada keagungan dan mulia.

  • Gaya Menengah
    Gaya menengah digunakan pembicara untuk untuk menimbulkan suasana senangdan damai. Nada yang digunakan bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Gaya ini biasanya digunakan pada acara pesta, pertemuan tak resmi, dan sejenisnya.

Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Terdapat tiga macam struktur kalimat yang berkaitan dengan gaya bahasa. Petama gaya yang bersifat periodik, yaitu bila bagian terpenting atau gagasan yang mendapatkan penekanan ditempatkan diakhir kalimat. Kedua, kalimat yang bersifat kendur yaitu bagian kalimat yang mendapatkan penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Ketiga, kalimat berimbang yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.

Terdapat lima gaya bahasa berdasarkan ketiga struktur kalimat diatas, yaitu klimaks, anti klimaks, parallelism, antithesis, dan repetisi.

  • Klimaks
    Klimaks adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan fikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan sebelumnya (Keraf,1994).

  • Antiklimaks
    Antikomaks merupakan gaya bahsa yang mengandung urutan dari yang penting, terbesar, atau terluas menuju ke yang kurang penting, kecil, atau sempit.

  • Pararelism
    Paralelism adalah pemakaian yang berulang-ulang ujaran yang sama dalam bunyi, tata bahasa, atau makna, atau gabungan dari kesemuanya (Kridalaksana,1982).

  • Antitesis
    Atitesis adalah pemakaian kata-kata yang berlawanan atau bertentangan artinya. Sejalan dengan itu, Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.

  • Repetisi
    Repetisi adalah gaya bahasa yang berupa perulangan bunyi, suku kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Ada delapan jenis gaya bahasa ini antara lain: epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simplok, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

Gaya Bahasa Berdasarkan langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknaya makna adalah dengan memperhatikan acuan yang dipakai, apakah masih mempertahankan makna denotatifnya, atau sudah ada penyimpanagan.

Gaya bahasa ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa ini dapat dibedakan lagi kedalam beberapa ragam bahasa yaitu alitersi, asonansi, anastrio, apofasis atau prestirisio, apostrof, asyndeton, polisindeton, kiasmus, ellipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme atau tautology, periphrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeukma, koreksio atau epanortosis, hyperbole, paradok, dan oksimoron.

Dalam bahasa Belanda gaya bahasa dapat disebut dengan stijlfiguur ataupun beeldspraak . Gerritsma (1984) mengartikan stijlfiguur sebagai penyimpangan dari pengungkapan yang lazim, dengan tujuan untuk mencapai atau menimbulkan suatu efek tertentu yang berasal dari perasaan yang berkecamuk “ Afwijkingen van de ‘gewone’ manier van zeggen met de bedoeling een of ander effect te bereiken of ontstaan uit gevoelsspanning” .

Beeldspraak didefinisikan sebagai penggantian atau pembandingan kata-kata berdasarkan persamaan atau kaitan antara bagian makna yang terkandung di dalam kata-kata tersebut “ Het vervangen of vergelijken van woorden op grond van overeenkomst of betrekking tussen de betekenissen van die woorden” .

Dalam buku Antonie Braet yang berjudul Retorische Kritiek (2007) dan pada http://educatie-en-school.infonu.nl dikemukakan bahwa definisi majas adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dengan cara di luar kebiasaan dan memiliki tujuan tertentu. Biasanya majas digunakan untuk memberikan kesan tertentu pada sebuah teks atau percakapan.

Majas dibagi dalam delapan kategori besar, yaitu woordschikking en benadrukking , spot, herhaling , opsommingen , tegenstelling en ontkenning , vergelijking , vragen, woordspelingen en verwijzingen , weglating, vervanging, en aanspreking .

Pada delapan kategori tersebut terdapat jenis-jenis dan bentuk majas yang lebih khusus. Berikut adalah pengelompokan jenis-jenis bentuk majas berdasarkan kategorinya dan beberapa definisi bentuk majas yang akan digunakan untuk menganalisis data:

  1. Woordschikking en benadrukking (Chiasme, Hendiadys, Hypallage/Ennalage, Prolepsis Inversie/Anastrofe, Paraleipsis/Praeteritio) .

    • Inversie/Anastrofe: gaya bahasa yang susunan katanya dalam suatu kalimat ditukar urutannya tidak sebagaimana lazimnya. Contoh: “ Een idioot ben je !” ‘Betapa idiotnya kamu!’
  2. Herhaling ( Anafoor, Epifoor, Parallelisme, Pleonasme, Repetitio, Tautologie).

    • Repetitio: merupakan majas pengulangan yang paling sering digunakan. Majas ini menggunakan pengulangan sebuah kata atau beberapa kata. Pengulangan tidak selalu terjadi di awal kalimat “anafora” tapi dapat pula di akhir kalimat “epifora”. Oleh karena itu ada Anafoor atau Epifoor. Contoh: Uur na uur gebeurde er niets ‘Dari waktu ke waktu tidak ada yang terjadi.’
  3. Opsommingen (Enumeratie/Opsomming, Anticlimax, Asyndeton, Polysyndeton dan Climax) .

    • Anticlimax: pada majas ini susunan kata atau frasa yang digunakan penutur diatur dari yang bermakna “tinggi/lebih” mengarah ke “rendah/kurang”.

Contoh: “ Ik schreeuwde het in je oor, oke, ik riep. Nee, ik zei het gewoon, of fluisterde ik het nou?” ‘Aku teriakkan itu di telingamu, oke, aku berseru. Tidak, aku katakan saja, atau kubisikkan saja?’

  1. Spot (Hyperbool, Parabool, Ironie, Sarcasme, dan Cynisme).

    • Ironie: merupakan jenis majas yang digunakan untuk menyindir. Majas ini menyatakan makna yang bertentangan dengan makna yang sebenarnya. Contoh: : “Je bent weer mooi op tijd”, wanneer een persoon uren te laat is.” ‘Kamu datang tepat waktu, saat orang lain datang terlambat berjam-jam.’
  2. Tegenstelling en Ontkenning (Antithese, Oxymoron, Paradox, Antifrase, dan Litotes).

    • Paradox: merupakan majas yang menunjukkan suatu pertentangan namun tidak eksplisit. Contoh: “Zeg nooit nooit” in deze zin staat al twee keer ‘nooit’ ‘Jangan pernah katakan tidak pernah’ pada kalimat ini terdapat dua kali kata ‘tidak pernah’.
  3. Vergelijking (Vergelijking, Allegorie, Asyndetische Vergelijking, Metafoor, Metonymia, Personificatie, dan Synesthesie) .

    • Metonymia: sebuah bentuk majas yang menggunakan perbandingan antara dua hal, yang diantaranya terdapat hubungan yang jelas. Contoh: untuk kategori het voorwerp en de inhoud “wadah dan isi”: “ Doe mij nog maar een kopje ”: ‘Tuangkan saya secangkir kopi lagi’. Majas ini memuat dua jenis majas lain yaitu:

      • Pars pro toto: dalam majas ini penggunaan konsep “keseluruhan” suatu makna terwakili oleh konsep “sebahagian”: “ Even de hoofden tellen. ” ‘Coba dihitung berapa kepala’. Kata kepala untuk mewakili orang.

      • Totum pro parte: dalam majas ini, konsep “sebahagian” diwakili oleh konsep “keseluruhan”: “ Nederland wint van Duitsland met 2-1 ” ‘Belanda menang 2-1 dari Jerman.’ Kata Belanda tidak mengacu kepada seluruh orang Belanda tetapi tim Belanda yang bermain.

  4. Personificatie: dalam majas ini digambarkan seolah-olah benda atau hewan dapat melakukan aktivitas atau merasakan hal selayaknya manusia atau binatang. Contoh: “ De tijd vliegt. ” ‘Waktu berlalu dengan cepat.’

    • Vragen, Woordspelingen en Verwijzingen (Retorisch Vraag, Subjectie, Woordspeling, Allusie, dan Antonomasie) .
  5. Retorische Vraag: pada majas ini sebuah pertanyaan diajukan namun tidak memerlukan jawaban. Contoh: “ Jij wilt toch ook gemakkelijk geld verdienen? ” ‘Kamu mau kan mendapatkan uang dengan mudah?’

    • Weglating, Vervanging, en Aanspreking (Ellips, Reticentie, Eufimisme, Aanspreking of Allocutie, dan Apostrof) .
  6. Ellips: majas ini menggunakan pola kalimat yang tidak lengkap karena ada satu atau beberapa kata atau frasa yang dihilangkan. Contoh: “ Ik zou het je wel kunnen vertellen, maar… ” ‘Sendainya aku bisa mengatakannya, tetapi…’