Apa Saja Indikator atau Aspek Perilaku Konsumtif?

Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Lalu, apa saja indikator perilaku konsumtif?

1 Like

Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Sumartono (2002) mengungkapkan bahwa secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :

  • Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. Hal ini akan memberikan pemikiran kepada konsumen bahwa hanya dengan membayar satu produk, konsumen akan mendapatkan produk lebih.

  • Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen mahasiswa sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. Produk yang dibungkus rapi akan membuat daya tarik lebih kepada konsumen sehingga konsumen yang melihat akan tertarik untuk membeli produk tersebut.

  • Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mahasiswa mempunyai keinginan membeli yang tinggi, Karena pada umumnya mahasiswa mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mahasiswa membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. Hal ini akan lebih menunjang penampilan mahasiswa yang pada dasarnya sudah memiliki penampilan yang menarik.

  • Membeli produk atas pertimbangan harga mahal dianggap prestige Konsumen mahasiswa cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. Individu akan merasa lebih percaya diri dan dihargai kalau barang-barang yang dikenakannya adalah produk mahal.

  • Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi, baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunja sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

  • Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut. Oleh karena itu, produk apapun yang dipakai oleh tokoh idolanya maka akan menjadi pertimbangan besar bagi mahasiswa terhadap produk yang akan dipakainya

  • Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang positif. Mahasiswa sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Hurlock (1999) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.

  • Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis digunakan. Hal ini dilakukan karena mahasiswa cenderung ingin melihat perbedaan antara khasiat produk yang satu dengan yang lainnya.

Konsumtif menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

Berdasarkan definisi di atas, maka dalam perilaku konsumtif menurut Tambunan (2001) ada dua aspek mendasar, yaitu:

1. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan.

  • Perilaku konsumtif yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produknya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.

Perilaku ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

  • Inefisiensi biaya

Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

2. Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai kepuasan semata.

Kebutuhan yang dipenuhi bukan merupakan yang utama melainkan kebutuhan yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak. Padahal hal ini justru akan menimbulkan kecemasan. Rasa cemas di sini timbul karena merasa harus tetap mengikuti perkembangan dan tidak ingin dibilang ketinggalan.

  • Mengikuti Mode

Di kalangan remaja mode dipandang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka. Sehingga mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

  • Memperoleh Pengakuan Sosial

Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in (populer).

Berdasarkan aspek-aspek yang terdapat dalam teori Erich Fromm (dalam Kholila, 2008) yang dapat disimpulkan karakteristik umum perilaku konsumtif yaitu:

  • Pembelian yang impulsif

Adalah pembelian yang dilakukan tanpa rencana. Pembelian itu dibagi menjadi dua, yaitu pembelian yang disugesti (Sugesti Buying) dan pembelian tanpa rencana berdasarkan ide saran orang lain. Sedangkan pembelian pengingat adalah pembelian tanpa rencana yang didasarkan pada ingatan saja.

  • Pembelian yang tidak rasional

Adalah pembelian yang dilakukan berdasarkan motif emosional. Loudon Bitta menunjukkan bahwa faktor emosional berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang seperti rasa cinta, kenyamanan, kebanggaan, kepraktisan dan status sosial. Perbedaan dengan faktor rasional yang menekankan pada kebutuhan yang sesungguhnya.

  • Pembelian yang bersifat pemborosan

Adalah pembelian yang mengeluarkan uang yang lebih besar daripada pendapatannya yang digunakan untuk hal-hal yang kurang diperlukan.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan bahwa karakteristik perilaku konsumtif yang dikemukakan Sumartono (dalam Fransisca, 2005: 178-179) lebih bersifat penjelasan terhadap keinginan seseorang dalam melakukan pembelian yang tidak berdasarkan kebutuhan, sehingga peneliti menggunakan karakteristik dari Sumartono untuk dipakai menjadi indikator dalam penelitian ini.

Definisi Perilaku Konsumtif

Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan segala hal yang dianggap mahal untuk memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik yang besar serta adanya dukungan pola hidup manusia yang didorong oleh rasa ingin hanya untuk memberi kesenangan. Lina (2008) mengatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada perlakuan rasional, melainkan karena adanya keinginan yang tidak rasional lagi.

Aryani (dalam Rinata, 2010) mengatakan bahwa perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan manusia untuk melakukan konsumsi tiada batas, dimana manusia lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Suprana (Agustina, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah sebagai kecenderungan seseorang yang berperilaku secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana.

Tambunan (2001) perilaku konsumtif adalah memanfaatkan nilai uang lebih besar dari produksinya dan melakukan pembelian barang ataupun jasa yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Sumartono (2002) berpendapat bahwa perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lainnya atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang memakai barang tersebut

Menurut beberapa definisi diatas perilaku kosumtif merupakan tindakan seseorang yang melakukan konsumsi tiada batas pada suatu produk suatu produk dan membeli produk tersebut bukan karena butuh tapi hanya karena ingin. Peneliti menggunakan teori konsumtif dari Fromm (1995) dikarenakan teori konsumtif dari Fromm merupakan landasan dari teori lainnya dan alat ukur yang digunakan oleh peneliti merupakan alat ukur dari Fromm.

Indikator Perilaku Konsumtif

Fromm (1995) mengemukakan 4 indikator perilaku konsumtif berdasarkan ciri perilaku konsumtif, yaitu :

  1. Pemenuhan keinginan (wants)

Rasa puas pada manusia tidak pernah habis dan semakin meningkat oleh karena itu manusia selalu ingin lebih untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan hal tersebut.

  1. Barang diluar jangkauan

Saat individu menjadi konsumtif maka semakin lama tindakan mengkonsumsi menjadi menjadi kompulsif dan tidak rasional. Individu akan selalu belum puas dan akan terus mencari kepuasan dengan terus membeli barang-barang baru. Individu tidak lagi melihat pada kebutuhan dirinya dan kegunaan barang itu bagi dirinya.

  1. Barang tidak produktif

Penggunaan barang berlebihan membuat konsumsi menjadi tidak jelas dan barang menjadi tidak produktif. Individu selalu tidak puas dengan apa yang dimilikinya sehingga dia selalu membeli barang walaupun sebenarnya barang tersebut belum tentu penting untuknya.

  1. Status

Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika individu memiliki barang-barang lebih karena pertimbangan status. Tindakan konsumsi itu sendiri tidak lagi merupakan pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena hanya merupakan pengalaman “pemuasan angan-angan” untuk mencapai sesuatu (status) melalui barang atau kegiatan yang bukan merupakan bagian dari kebutuhan dirinya.

Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif

Tambunan (2001) berpendapat ada lima aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu :

  1. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan.

Dimana seorang individu merasa bahwa ia tidak pernah puas, sehingga ia ingin terus menerus membeli barang-barang yang ia mau dengan berlebihan.

  1. Pemborosan

Perilaku konsumtif yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produknya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Perilaku ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi barang- barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

  1. Inefisiensi Biaya

Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

  1. Pengenalan kebutuhan

Pengambilan keputusan membeli barang dengan mempertimbangkan banyak hal seperti faktor harga, faktor kualitas, faktor manfaat, dan faktor merk.

  1. Emosional

Motif pembelian barang berkaitan dengan emosi seseorang. Biasanya individu membeli barang hanya karena pertimbangan kesenangan indera atau bisa juga karena ikut-ikutan.