Apa saja hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang ada ?

Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat berkaitan dengan bentuk negara yang ada. Apa saja hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang ada ?

Page and Goldsmith menuliskan bahwa dalam mengkaji hubungan pusat dan daerah diberbagai negara-bangsa terdapat indikator, yakni pertama berbagai fungsi yang diberikan kepada daerah otonom. Kedua, seberapa besar dikresi yang terkandung dalam wewenang yang terdapat dalam berbagai fungsi yang diemban daerah otonom. Ketiga, akses yang dimiliki daerah otonom untuk melakukan kontak dengan berbagai pihak ditingkat nasional terkait jalannya otonomi daerah. Kejelasan fungsi membuat pemerintahan nasioanl dan lokal berjalan harmonis.

Model hubungan pusat dan pemerintah daerah secara teoritis menurut Clarke and Stewart dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

  1. The relative autonomy model

    Memberikan kebebasan yang relatif besar kapada pemerintah daerah dengan tetap menghormati eksstensi pemerintah pusat penekenannya adalah pada pemberian kebebasan bertindak bagi pemerintah daerah dalam kerangka kekuasaan/tugas dan tanggung jawab yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.

  2. The agency model

    Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasan yang cukup berarti, sehingga keberadaanya lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijakan pemerintah pusatnya. Model ini membutuhkan peraturan perundang-undangan yang sangat rinci dan detail dalam melaksanakan pemerintah daerah serta membutuhkan mekanisme kontrol yang ketat. Sebaliknya model ini tidak membutuhkan mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah, karena keuangan berasal dan diatur oleh pemerintah pusat.

  3. The interaction model

Model yang dibangun untuk menciptakan suatu interaksi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah darah.

Penyerahan kewenangn berupa urusan-urusan oleh pemerintah pusat kepada darah-daerah otonom dalam wilayahnya dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa sistem/pinsip/paham/pengertian/ajaran, yaitu:

  1. Sistem Residu (teori sisa)

    Dalam sistem ini telah ditentukan terlebih dahulu secara umum tugas- tugas yang menjadi wewennang pemerintah pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga daerah. Kebaikan sistem ini terutama terlatak pada saat timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru, pemerintah daerah dapat dengan cepat mengambil tindakan dan keputusan yang dipandang perlu, tanpa menunggu perintah dari pemerintah pusat. Sebaliknya sistem ini dapat pula menimbulkan kesulitan-kesulitan mengingat kemapuan daerah yang satu dan lainnya tidak sama dalam berbagai lapangan/bidang.

  2. Sistem Material

    Dalam sistem ini, tugas-tugas pemerintah daerah ditetapkan satu persatu secara limitatif dan rinci. Diluar dari tugas-tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan pemerintah pusat, artinya segala keraguan dan ketidakpastian dalam sistem rumah tangga formal dapat diatasi dengan sistem rumah tangga materiel.

  3. Sistem Formal

    Dalam sitem ini urusan-urusan termasuk dalam urusan rumah tangga daerah tidak secara a priori ditetapkan dalam atau dengan undang- undang. Secara teoritik sistem rumah tangga formal memberikan keluasaan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan menjadikan urusan tersebut sebagai urusan rumah tangga daerah.

  4. Sistem otonomi riil dan seluas-luasnya

    Dalam sistem ini penyerahan urusan-urusan atau tugas-tugas dan kewenangan-kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor yang nyata atau riil dari daerah-daerah maupun pemerintah pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.

Hubungan kedudukan pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh adalah sebagai berikut :

  1. Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka

  2. Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local choice

Sedangkan sistem hubungan pemerintah pusat dan daerah menurut Nimrod Raphaeli adalah sebagai berikut :

  1. Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan yang besar.

  2. Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh pusat kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.

  3. Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah.

  4. Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah bersangkutan mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.

Lingkup hubungan pusat dan daerah antara lain meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, pelayanan publik, pembangunan dan pengawasan.

1. Bidang Kewenangan

Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.

Secara teoritis, persebaran urusan pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3 (tiga) ajaran rumah tangga berikut :

  • Ajaran Formil
    Di dalam ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah otonom. Pada prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu juga dapat dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat.

    Urusan rumah tangga daerah tidak diperinci secara nominatif di dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam suatu rumusan umum. Rumusan umum hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Walaupun keleluasaan pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formil lebih besar, tetapi ada pembatasan, yaitu :

    1. Pemerintah daerah hanya boleh mengatur urusan sepanjang urusan itu tidak atau belum diatur dengan undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
      dengan undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.

    2. Bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingkatnya kemudian mengatur sesuatu yang semula diatur oleh daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut dinyatakan tidak berlaku.

  • Ajaran Materiil
    Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara pemerintah pusat dan daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi tugas-tugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif.

    Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah otonom yang lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar dan berada di atasnya. Negara dan daerah otonom masing-masing mempunyai urusan sendiri yang spesifik.

  • Ajaran Riil
    Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap undang-undang pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan. Dengan modal pangkal itu, daerah yang bersangkutan mulai bekerja, dengan catatan bahwa setiap saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

    Namun, dalam praktik hubungan Pusat-Daerah di bidang kewenangan di negara kita, permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah tidak jelasnya pilihan yang dijatuhkan antara sentralisasi atau desentralisasi yang lebih dominan agar supaya secara konsisten prinsip tersebut dapat diterapkan. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya yang menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan di daerah juga tidak memberikan petunjuk jelas azas mana yang dipilih.

Pasang surut hubungan pusat dan daerah telah menunjukkan dinamika. UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dianggap sangat sentralisitis (dalam arti serba pusat); UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang lahir diawal reformasi ini, justru dianggap pula lebih desentralistis, sehingga kesan yang terbangun khususnya antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hubungannya kurang harmonis.

Bahkan UU No 22 tahun 1999 ini, justru ambivalen , dalam arti di satu sisi UUD RI 1945 menganut sistem pemerintahan presidential, sedangkan dalam UU 22 itu bersifat parlementer, dimana kepala daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahannya kepada DPRD, dan apabila pertanggungjawabannya ditolak oleh DPRD, harus diperbaiki, namun setelah diperbaiki masih ditolak dapat berakibat pada pemberhentian kepala daerah. Perubahan mendasar pada kewenangan daerah otonom dalam pemberian yang sangat besar dalam proses dan pengambilan keputusan.

2. Bidang Kelembagaan

Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk mencapai tujuan. Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada masa lalu disusun dengan dasar perhitungan :

  • Adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-undang pembentukan daerah otonom;

  • Adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;

  • Adanya pemberian dana/anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsipFunction Follow Money).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pembentukan organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan pada prinsip money follow function (pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan).

Bentuk dan susunan organisasi pemerintah daerah menurut undang-undang tersebut didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari ketentuan tersebut antara lain dapat kita lihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.