Apa saja gejala sembelit (konstipasi) pada anak?

Sembelit atau Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak; prevalensinya diperkirakan 0,3% sampai 8%. Menurut Van den Berg MM, prevalensi konstipasi 0,7% sampai 26,9%.

Apa saja gejala sembelit (konstipasi) pada anak?

Gejala terjadinya sembelit pada anak dapat dilihat pada riwayat berkurangmya frekuensi buang air bes*ar (defekasi).

Dengan terjadinya retensi feses, gejala dan tanda lain konstipasi berangsur muncul seperti nyeri dan distensi abdomen, yang sering hilang setelah defekasi. Riwayat feses yang keras dan/ feses yang sangat besar yang mungkin menyumbat saluran toilet. “Kecepirit” (enkopresis) di antara feses yang keras sering salah didiagnosis sebagai diare.

Bristol stool chart adalah tabel yang menunjukkan ukuran kepadatan tinja dari yang terpadat (tipe 1) hingga tercair (tipe 7). Tabel ini dibuat oleh Universitas Bristol di Inggris, yang dapat dipakai untuk deteksi konstipasi.

Bristol stool chart
Gambar Bristol stool chart

Anak yang mengalami konstipasi biasanya mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan berat badan, yang akan membaik jika konstipasinya diobati. Berbagai posisi tubuh, menyilangkan kedua kaki, menarik kaki kanan dan kiri secara bergantian ke depan dan belakang (seperti berdansa) merupakan manuver menahan feses dan kadang kala perilaku tersebut menyerupai kejang.

Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih seringkali berkaitan dengan konstipasi pada anak. Jika feses berada lama di rektum, lebih banyak bakteri berkolonisasi di perineum sehingga akan meningkatkan risiko infeksi saluaran kemih.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen dengan bising usus normal, meningkat atau berkurang. Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan bawah dan daerah suprapubis.

Pada kasus berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium. Fisura ani serta ampula rekti yang besar dan lebar merupakan tanda penting pada konstipasi.

Tabel Kriteria ROMA III untuk konstipasi fungsional

DIAGNOSIS

Langkah pertama yang penting dilakukan adalah menyingkirkan kemungkinan pseudokonstipasi. Pseudokonstipasi merujuk pada keluhan orang tua bahwa anaknya menderita konstipasi padahal tidak ada konstipasi. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai konsistensi tinja dan frekuensi defekasi.

Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen yang cermat dan colok dubur perlu dilakukan. Banyak orangtua mengeluh bayinya sering menggeliat, wajahnya meme-rah dan tampak mengejan kesakitan waktu berhajat, semua itu normal dan bukan pertanda adanya konstipasi.

Bila tinja anak lunak dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, maka tidak ada konstipasi walau berapa kalipun frekuensi defekasi. Bila memang terdapat konstipasi, langkah pertama yang dilakukan adalah membedakan apakah konstipasi berlang-sung akut atau kronis.

Dikatakan konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari 1-4 minggu dan konstipasi kronis bila keluhan berlangsung lebih dari 1 bulan. 11,16 Sedangkan menurut Croffi e, konstipasi kronis adalah bila keluhan konstipasi lebih dari 8 minggu.

Konstipasi kronis biasanya fungsional, tetapi perlu dipertimbangkan adanya penyakit Hirschprung karena berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius.

Petunjuk penting lain dalam diagnosis banding adalah umur pada saat awitan gejala timbul. Bila dalam anamnesis didapatkan bahwa gejala timbul saat lahir, kemungkinan penyebab ana-tomis seperti Hirschprung harus dipikirkan. Bila awitan gejala timbul Nonorga

Sumber : Yusri Dianne Jurnalis, Sofni Sarmen, Yorva Sayoeti, Konstipasi pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas