Faktor Apa Saja yang menjadi Penyebab Temper Tantrum pada Anak?

image

Temper tantrum adalah sebuah keadaan dimana kondisi emosi tidak stabil pada seseorang yang akhirnya membuat mereka suka marah tanpa alasan yang tak jelas. Temper tantrum sendiri biasanya diderita oleh anak-anak, terutama pada mereka yang berusia antara 1-4 tahun. Meski begitu, temper tantrum juga bisa ditemui pada anak diatas usia tersebut.

Ciri-ciri yang biasa ditemukan pada anak temper tantrum adalah emosinya yang tak tentu, selain itu mereka akan marah besar yang disertai dengan berguling-guling, menendang, dan tak jarang juga berteriak sekeras mungkin.

Faktor apa saja yang menjadi penyebab temper tantrum pada anak ?

Beberapa faktor penyebab temper tantrum pada anak menurut para ahli:

  1. Keinginan Anak yang Tak Terpenuhi
    Menurut para ahli, temper tantrum dapat terjadi jika anak memiliki sebuah keinginan dan tidak dituruti oleh orang tuanya. Akibatnya anak akan marah yang diikuti dengan gejala lainnya semacam berguling, merengek, dan lainnya.

  2. Ketidakmampuan Anak dalam Mengungkapkan Ekspresinya
    Anak yang masih balita dan kecil akan menghadapi hambatan ketika ingin mengekspresikan dirinya, hal ini akan semakin diperburuk ketika Anda sebagai orang tua gagal memahami ekspresi anak. Dampaknya ya bisa kita ketahui, anak akan mengalami temper tantrum dengan marah dan merengek.

  3. Pola Asuh Orang Tua yang Salah
    Berikutnya dalam penyebab anak temper tantrum adalah kesalahan orang tua, yaitu pada cara mengasuhnya. Entah itu anak terlalu dimanjakan dan tidak selalu ditolak permintaannya yang pada akhirnya akan membuat anak memiliki emosi yang labil dan mudah mengalami temper tantrum.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tantrum pada anak antara lain :

  • Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu,
  • Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi, misalnya sedang lapar,
  • Ketidakmampuan anak mengungkapkan atau mengkomunikasikan diri dan keinginannya sehingga
    orangtua meresponnya tidak sesuai dengan keinginan anak.

Pola asuh orangtua yang tidak konsisten juga salah satu penyebab tantrum; termasuk jika orangtua terlalu memanjakan atau terlalu menelantarkan anak. Saat anak mengalami stres, perasaan tidak aman (unsecure) dan ketidaknyaman (uncomfortable) juga dapat memicu terjadinya tantrum.

Penyebab tantrum erat kaitannya dengan kondisi keluarga, seperti anak terlalu banyak mendapatkan kritikan dari anggota keluarga, masalah perkawinan pada orangtua, gangguan atau campur tangan ketika anak sedang bermain oleh saudara yang lain, masalah emosional dengan salah satu orangtua, persaingan dengan saudara dan masalah komunikasi serta kurangnya pemahaman orangtua mengenai tantrum yang meresponnya sebagai sesuatu yang menganggu dan distress.

Selama masa awal kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak “keluar dari fokus”, dalam arti bahwa ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan (Hurlock, 1980). Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan yang hebat dari anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul (Hurlock, 1980). Pada masa awal kanak-kanak ini hampir semua anak mengalami tantrum. Faktor utama yang menyebabkan tantrum pada anak adalah karena anak merasa frustasi dengan keadaannya, sedangkan ia tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya (Hasan, 2011).

Menurut Hurlock (1980: 115), emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah fisiologis. Orangtua yang hanya memperbolehkan anak melakukan beberapa hal, padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak hal akan membuat anak menjadi marah karena ia tidak dapat melakukan sesuatu yang dianggap mudah. Anak akan cenderung menolak larangan orangtua. Selain itu, anak-anak yang orangtuanya mempunyai tuntutan tinggi untuk mencapai standar yang tidak masuk akal menurut anak akan lebih mengalami ketegangan emosional daripada anak-anak yang orangtuanya lebih realistis dalam menumpukkan harapannya.

Anak-anak yang diperlakukan tidak konsisten oleh orangtuanya dalam penanaman disiplin akan lebih sering menujukkan tantrum. Keadaan lain yang juga meningkatkan frekuensi tantrum adalah sikap orangtua yang cenderung mengkritik dan terlalu cerewet. Selain itu anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental serta mengalami hambatan dalam perkembangan bicara juga sering menunjukkan perilaku tantrum, yaitu pada saat mereka gagal dalam mengungkapkan maksudnya pada lingkungan (Seri Ayah Bunda, 2006).

Achroni (2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami tantrum, yakni:

  • Anak merasa frustasi karena keinginannya yang besar untuk melakukan sesuatu, tetapi kemampuannya yang terbatas membuat ia tidak dapat melakukan apa yang diinginkannya tersebut
  • Keinginan anak tidak terpenuhi oleh orangtua;
  • Anak dipaksa untuk berhenti bermain dan segera membereskan mainannya, padahal ia tengah asyik bermain
  • Tidak mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, atau keinginan karena keterbatasan bahasa anak meniru model kemarahan orangtuanya yang meledak- ledak
  • Anak dilarang melakukan sesuatu, padahal anak sangat menginginkannya.

Sedangkan Tandry (2011) menyatakan bahwa ada beberapa bentuk kemarahan anak, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti :

  1. Temperamen anak
  2. Harapan keluarga
  3. Jenis kelamin anak
  4. Latar belakang budaya
  5. Usia dan tahap perkembangan anak
  6. Komunikasi keluarga
  7. Keadaan fisik dan emosional anak
  8. Faktor-faktor sosial.

Hurlock (1978) menyebutkan bahwa rangsangan yang menimbulkan kemarahan pada anak adalah banyaknya batasan yang diberikan kepada anak seperti :

  1. Rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak, baik dari orang lain maupun dari ketidakmampuan diri sendiri
  2. Rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulai berjalan
  3. Rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak
  4. Sejumlah kejengkelan yang bertumpuk

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum menurut Hasan (2011) :

  1. Terhalangnya keinginan untuk mendapatkan sesuatu
  2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri
  3. Tidak terpenuhinya kebutuhan
  4. Pola asuh orang tua
  5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit yang dapat menyebabkan anak menjadi rewel
  6. Anak sedang stres dan merasa tidak aman

Menurut Rahmah (2013) faktor pemicu timbulnya tantrum pada anak usia dini antara lain:

  • Ditolak permintaannya
  • Tak mampu mengungkapkan keinginannya
  • Tak mampu menguasai atau melakukan suatu hal
  • Terhalangnya keinginan untuk mandiri
  • Lelah, lapar, dan atau merasa tidak nyaman
  • Suasana hatinya memang sedang buruk
  • Mencari perhatian

Orangtua bisa mengenali pemicu yang akan menyebabkan anak mengamuk atau tantrum. Hames (2003) mengatakan mengamuk bisa terjadi ketika orangtua tidak bisa memberi perhatian penuh kepada anak dan ketika anak merasa tertekan karena lapar, sakit, lelah, bosan, atau sekedar menuntut menjadi anak kecil. Ketika orangtua sudah mengetahui hal apa saja yang bisa membuat anak tantrum, maka orangtua bisa mengantisipasi agar perilaku tantrum tidak sering muncul pada anak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku tantrum muncul karena ada banyak faktor yang melatarbelakanginya baik dari keadaan dalam diri anak sendiri, lingkungan yang tidak mendukung anak dan pola asuh orangtua.