Perkembangan dan pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosional tersebut adalah:
Faktor Otak
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi atau otak seseorang menurut psikologi perkembangan adalah pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Seperti pendidikan, pelatihan, pengalaman dan kejadian-kejadian yang dialami.
EQ bekerja berdasarkan jaringan saraf asosiatif di otak, muka berfikir asosiatif adalah gaya berfikir EQ. Cara berfikirnya menggunakan hati dan tubuh. Kecerdasan ini merupakan jenis kecerdasan yang digunakan untuk menghasilkan efek-efek luar biasa oleh para atlet berbakat atau seorang penulis yang piawai.
Para ahli menganggap bahwa bagian otak yang disebut dengan sebutan sistem limbik, merupakan bagian otak yang mengurusi emosi-emosi manusia. Akan tetapi, sistem limbik tidak bisa dipisahkan dari korteks (terkadang disebut nonkorteks), karena kortekslah yang merupakan bagian terpenting otak yang dengannya otak bisa berfikir (hingga bisa disebut dengan istilah akal). Korteks juga berperan penting dalam memahami kecerdasan emosional.
Korteks memungkinkan kita mempunyai perasaan tentang perasaan kita sendiri. Sistem limbik, sering emosi otak terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengetahuan emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi hippo campus (tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya ingatan emosi), sedangkan amingdala (yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak)
Komponen ketiga dari sistem saraf yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam banyak hal justru paling menarik, karena komponen ini ikut mengatur bagaimana emosi secara biokimia dikirimkan ke berbagai bagian tubuh.
Amingdala adalah sekelompok sel yang berbentuk kacang almond yang bertumpu pada batang otak. Amingdala merupakan gudang ingatan emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi, seperti rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang dan sebagainya. Apabila amingdala hilang dari tubuh, maka manusia tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Keadaan ini disebut “Kebutaan Efektif”.
Faktor Keluarga
Secara umum apabila berbicara mengenai keluarga maka tidak lepas dari konsep orang tua dan anak. Tugas kedua orang tua adalah mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan suatu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Lebih-lebih bila pada suatu saat dihadapkan pada masalah yang menimpa diri anak.
Orang tua memeggang peranan yang sangat penting terhadap perkembangan emosional anak, dimana lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi. Pengalaman masa kanak-kanak dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan otak. Oleh karenanya jika anak-anak mendapatkan pelatihan emosi yang tepat, maka kecerdasan emosinya akan meningkat, begitupun sebaliknya.
Beberapa prinsip dalam mendidik dan melatih emosi anak, yaitu dengan menyadari dan mengakui emosi anak sebagai peluang kedekatan dalam mengajar, mendengar dengan penuh empati dan meneguhkan emosi anak, menentukan batas-batas emosi dan membantu anak dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Faktor belajar
Faktor ini merupakan faktor yang lebih udah dikendalikan. Dengan pengendalian pra belajar lingkungan, seseorang akan mudah membina pola emosi yang positif dan menghilangkan pola emosi yang negatif sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. Ada lima kegiatan belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi, yaitu:
- Belajar coba dan ralat, hal ini melibatkan aspek reaksi. Anak akan belajar mencoba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tingkah laku ketika pemuasan didapatkannya dan menolak perilaku ketika sedikit atau tidak ada pemuasan yang didapatkannya.
- Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, biasanya anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
- Belajar dengan cara mengidentifikasi, yaitu menirukan reaksi emosional orang lain. Metode ini dilakukan karena kekaguman kepada orang lain dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya serta motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi.
- Belajar melalui pengkondisian, berani belajar dengan cara asosiasi. Dalam metode ini obyek dan situasi pada mulanya gagal memancing reaksi emosional lalu kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan.
- Pelatihan, belajar dibawah bimbingan pengawasan. Kepada anak diajarkan cara bereaksi bagaimana menerima atau menolak jika sesuatu emosi terangsang.
Faktor dukungan sosial
Dukungan sosial dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian, nasehat, yang ada pada dasarnya memberikan kekuatan psikologis pada seseorang sehingga ia merasa kuat dan membuatnya menghadapi situasi yang sulit. Dukungan sosial dapat berupa suatu hubungan interpersonal yang didalamnya terdapat satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik, informasi, dan pujian. Dukungan sosial dianggap mampu mengembangkan aspek-aspek kecerdasan emosional sehingga memunculkan perasaan berharga dalam mengembangkan kepribadian dan kontak sosial.
Faktor lingkungan sekolah
Guru memegang peranan penting dalam pengembangan potensi anak didik melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode mengajarnya sehingga kecerdasan emosi anak (EQ) dapat berkembang secara maksimal. Sistem pendidikan hendaknya tidak mengabaikan perkembangan fungsi otak kanan terutama perkembangan emosi dan kondisi seseorang. Pemberdayaan pendidikan di sekolah hendaknya mampu memelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual dan psikologis anak sehingga dapat berekspresi secara bebas sesuai dengan perkembangannya.