Apa Saja Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosional?

kecerdasan emosi

Goleman (1999) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Faktor apa saja yang berpengaruh pada kecerdasan emosional ?

1 Like

Terdapat beberapa faktor utama yang memiliki andil besar dalam peningkatan kecerdasan emosional, yakni:

  1. Lingkungan Keluarga

    Keluarga merupakan peran fundamental dalam pembentukan pribadi seseorang. Gaya parenting atau pola asuh dari orang tua yang penuh kasih sayang serta menerapkan nilai-nilai dalam kehidupan adalah faktor kondusif. Hal ini bertujuan untuk bisa mempersiapkan seseorang menuju pribadi yang matang dan bagian dari masyarakat yang sehat.

    Keharmonisan yang tercermin dalam keluarga-pun menjadi salah satu stimulasi dalam perkembangan emosi masing-masing personil keluarga. Karena keluarga memiliki fungsi dasar sebagai wadah untuk dapat saling memberikan rasa memiliki, aman, cinta dan mengembangkan relasi yang baik antar sesama anggotanya.

    Goleman memiliki anggapan kalau atmosfer keluarga adalah sekolah pertama dalam pembelajaran emosi. Dan hal ini adalah merupakan tahap awal seorang anak dalam mengenal sebuah kehidupan.

  2. Lingkungan Sekolah

    Sekolah menjadi sebuah wadah yang sangat penting karena lembaga ini memiliki sebuah program sistematis berupa pelatihan, pengajaran dan bimbingan. Hal ini merupakan alat bantu seseorang dalam pengembangan potensi diri. Adapun hal yang mencangkup potensi diri itu diantaranya : emosi, spiritual, intelektual, moral (ahlak) dan sosial.

    Kedewasaan setiap insan ini bisa didapatkan dari proses pembelajaran yang terjadi dalam lingkungan kelas sekolah. Dari situ, setiap individu kemudian akan mendapatkan pengetahuan, pemahaman terhadap nilai-nilai dan cara bersikap.

    Menurut Hurlock, sekolah memiliki peran dalam perkembangan kepribadian anak. Ia mengatakan bahwa sekolah adalah penentu dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku. Oleh karenanya, seorang guru disini memiliki peran krusial dalam kontrol perilaku anak nantinya ketika dirumah.

  3. Lingkungan Sosial

    Setiap manusia membutuhkan dukungan non-materil atau dukungan psikis seperti perhatian, pujian, penerimaan dan penghargaan dari lingkungan dimana ia berada. Hal ini akan membantu tiap individu dalam mengembangkan karakter diri yang berdampak kepada perannya sebagai mahluk sosial.

    Lingkungan sosial yang kondusif akan mampu mencerdaskan aspek emosi anak. Karena hal yang demikian mampu memunculkan perasaan berharga di dalam dirinya, sehingga ia selalu berusaha melakukan perbaikan diri menuju kedewasaan.

Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu menurut Goleman (2009), yaitu:

1. Lingkungan Keluarga

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini dapat diajarkan pada saat anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi. Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya.

Hal ini akan menjadikan anak menjadi lebih mudah untuk menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan, sehingga anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak memiliki banyak masalah tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan negatif.

2. Lingkungan Non Keluarga

Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak seperti bermain peran. Anak berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang menyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti keadaan orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang lainnya.

Menurut Le Dove (Goleman 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

1. Fisik

Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbik, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

  • Konteks

Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

  • Sistem Limbik

Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

2. Psikis

Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbik, secara psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

Perkembangan dan pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosional tersebut adalah:

Faktor Otak

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi atau otak seseorang menurut psikologi perkembangan adalah pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Seperti pendidikan, pelatihan, pengalaman dan kejadian-kejadian yang dialami.
EQ bekerja berdasarkan jaringan saraf asosiatif di otak, muka berfikir asosiatif adalah gaya berfikir EQ. Cara berfikirnya menggunakan hati dan tubuh. Kecerdasan ini merupakan jenis kecerdasan yang digunakan untuk menghasilkan efek-efek luar biasa oleh para atlet berbakat atau seorang penulis yang piawai.

Para ahli menganggap bahwa bagian otak yang disebut dengan sebutan sistem limbik, merupakan bagian otak yang mengurusi emosi-emosi manusia. Akan tetapi, sistem limbik tidak bisa dipisahkan dari korteks (terkadang disebut nonkorteks), karena kortekslah yang merupakan bagian terpenting otak yang dengannya otak bisa berfikir (hingga bisa disebut dengan istilah akal). Korteks juga berperan penting dalam memahami kecerdasan emosional.
Korteks memungkinkan kita mempunyai perasaan tentang perasaan kita sendiri. Sistem limbik, sering emosi otak terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengetahuan emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi hippo campus (tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya ingatan emosi), sedangkan amingdala (yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak)

Komponen ketiga dari sistem saraf yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam banyak hal justru paling menarik, karena komponen ini ikut mengatur bagaimana emosi secara biokimia dikirimkan ke berbagai bagian tubuh.

Amingdala adalah sekelompok sel yang berbentuk kacang almond yang bertumpu pada batang otak. Amingdala merupakan gudang ingatan emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi, seperti rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang dan sebagainya. Apabila amingdala hilang dari tubuh, maka manusia tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Keadaan ini disebut “Kebutaan Efektif”.

Faktor Keluarga

Secara umum apabila berbicara mengenai keluarga maka tidak lepas dari konsep orang tua dan anak. Tugas kedua orang tua adalah mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan suatu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Lebih-lebih bila pada suatu saat dihadapkan pada masalah yang menimpa diri anak.

Orang tua memeggang peranan yang sangat penting terhadap perkembangan emosional anak, dimana lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi. Pengalaman masa kanak-kanak dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan otak. Oleh karenanya jika anak-anak mendapatkan pelatihan emosi yang tepat, maka kecerdasan emosinya akan meningkat, begitupun sebaliknya.

Beberapa prinsip dalam mendidik dan melatih emosi anak, yaitu dengan menyadari dan mengakui emosi anak sebagai peluang kedekatan dalam mengajar, mendengar dengan penuh empati dan meneguhkan emosi anak, menentukan batas-batas emosi dan membantu anak dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.

Faktor belajar

Faktor ini merupakan faktor yang lebih udah dikendalikan. Dengan pengendalian pra belajar lingkungan, seseorang akan mudah membina pola emosi yang positif dan menghilangkan pola emosi yang negatif sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. Ada lima kegiatan belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi, yaitu:

  1. Belajar coba dan ralat, hal ini melibatkan aspek reaksi. Anak akan belajar mencoba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tingkah laku ketika pemuasan didapatkannya dan menolak perilaku ketika sedikit atau tidak ada pemuasan yang didapatkannya.
  2. Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, biasanya anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
  3. Belajar dengan cara mengidentifikasi, yaitu menirukan reaksi emosional orang lain. Metode ini dilakukan karena kekaguman kepada orang lain dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya serta motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi.
  4. Belajar melalui pengkondisian, berani belajar dengan cara asosiasi. Dalam metode ini obyek dan situasi pada mulanya gagal memancing reaksi emosional lalu kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan.
  5. Pelatihan, belajar dibawah bimbingan pengawasan. Kepada anak diajarkan cara bereaksi bagaimana menerima atau menolak jika sesuatu emosi terangsang.

Faktor dukungan sosial

Dukungan sosial dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian, nasehat, yang ada pada dasarnya memberikan kekuatan psikologis pada seseorang sehingga ia merasa kuat dan membuatnya menghadapi situasi yang sulit. Dukungan sosial dapat berupa suatu hubungan interpersonal yang didalamnya terdapat satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik, informasi, dan pujian. Dukungan sosial dianggap mampu mengembangkan aspek-aspek kecerdasan emosional sehingga memunculkan perasaan berharga dalam mengembangkan kepribadian dan kontak sosial.

Faktor lingkungan sekolah

Guru memegang peranan penting dalam pengembangan potensi anak didik melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode mengajarnya sehingga kecerdasan emosi anak (EQ) dapat berkembang secara maksimal. Sistem pendidikan hendaknya tidak mengabaikan perkembangan fungsi otak kanan terutama perkembangan emosi dan kondisi seseorang. Pemberdayaan pendidikan di sekolah hendaknya mampu memelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual dan psikologis anak sehingga dapat berekspresi secara bebas sesuai dengan perkembangannya.