Apa saja Faktor resiko atau penyebab terkena stroke dan pencegahannya?

Stroke

Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak. Terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor.

Stroke atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan).

Apa saja Faktor resiko atau penyebab terkena stroke?

image

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh terhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer&Bare, 2001).

Stroke merupakan sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P. , 2009).

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008).

Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid, disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan yaitu karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah hingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia. Penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya pembuluh darah. Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya (J.Corwin, 2009).

Stroke hemoragik dibagi dua berdasarkan lokasi serangan otak yaitu :

  1. Stroke Hemoragik Intraserebral
    Pada kasus ini, sebagian besar orang yang mengalaminya bisa menderita lumpuh dan susah diobati. Stroke perdarahan ini terjadi di dalam otak, biasanya mengenai basal ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak besar. Jika yang terkena di daerah thalamus, penderitanya sulit dapat ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk mengevakuasi perdarahannya (Sutrisno, 2007).

  2. Stroke Hemoragik Subarakhnoid (PSA)
    Perdarahan subarachnoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subarachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak) (Utami, 2009). Penyebab paling sering perdarahan subarachnoid adalah aneurisma serebral. Resiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma (Setyopranoto, 2012).

stroke

Faktor Resiko Stroke


Faktor resiko penyebab stroke dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor resiko yang dapat dikendalikan. Dengan mengenali faktor resiko, maka dapat mencegah terjadinya stroke.

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan

  1. Usia
    Resiko stroke meningkat seiring pertambahan usia. Setelah berusia 50 tahun, resiko stroke meningkat dua kali setiap kurun waktu sepuluh tahun. Namun, bukan berarti stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang usia muda (Utami, 2009).

  2. Jenis Kelamin
    Pria lebih beresiko terkena stroke daripada perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal karena stroke. Resiko stroke 20% lebih tinggi pada pria daripada perempuan. Namun setelah seorang perempuan menginjak usia 55 tahun saat kadar estrogen menurun karena menopause resikonya lebih tinggi dibanding pria (Agromedia, 2009).

  3. Garis keturunan atau riwayat keluarga
    Faktor genetik di dalam keluarga juga merupakan faktor resiko stroke. Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi diketahui dapat diturunkan secara genetic dari seseorang kepada keturunannya. Dua penyakit tersebut merupakan faktor resiko stropke yang masih dapat dikontrol dengan pengobatan yang teratur dan menerapkan pola hidup sehat (Wahyu, 2009).

b. Faktor resiko yang dapat dikendalikan

  1. Hipertensi
    Hipertensi merupakan faktor resiko stroke. Hipertensi meningkatkan resiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor resiko lainnya. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati.

    Hipertensi juga akan memacu munculnya timbunan plak (aterosklerosis) pada pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah rupture/pecah dan terlepas. Plak yang terlepas mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil sehingga aliran darah tidak lancar. Bila ini terjadi timbulnya gejala stroke (Pinzon, 2010)

  2. Konsumsi minuman beralkohol
    Sekitar 5 – 20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Penelitian menyebutkan bahwa resiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengkonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih (Sutomo, 2008).

  3. Kurang gerak atau malas berolahraga
    Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kontraksi. Efeknya adalah meningkatkan resiko hipertensi, rendahnya kadar HDL (kolesterol baik) dan diabetes. Berolahraga rutin 30-40 menit per hari dapat mengurangi resiko tersebut (Sutomo, 2008).

Pencegahan Stroke


1. Pemenuhan Diit Hipertensi

  • Diit rendah natrium
    Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan tubuh meretensi cairan yang dapat meningkatkan volume darah. Asupan natrium yang berlebih dapat mengecilkan diameter pembuluh darah arteri, menyebabkan jantung harus memompa keras untuk mendorong volume darah melalui ruang yang makin sempit, sehingga tekanan darah menjadi naik akibatnya terjadi hipertensi (Rista Emiria Afrida Apriany, 2012).

    Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat (soda kue), natrium benzoat untuk mengawetkan makanan, natrium bosulfit untuk mengawetkan daging, natrium sitrat pada minuman. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh (Anggraini, Waren, Situmorang, Asputra, & Siahaan, 2009)

    Macam diet dan indikasi pemberian (Almatsier, 2006):

    1. Diit Garam Rendah I (200-400 mg Na), diberikan pada penderita hipertensi berat dengan tekanan darah sistolik 180-209 mmHg dan tekanan darah diastolik 110-119 mmHg (Smeltzer&Bare, 2002). Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang yang tinggi kadar natriumnya.

    2. Diit Garam Rendah II (600-800 mg Na), diberikan pada penderita hipertensi sedang dengan tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg (Smeltzer&Bare, 2002) . Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1/2 sdt garam dapur (2g). Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.

    3. Diit Garam Rendah III (1000-1200 mg Na), diberikan pada penderita hipertensi ringan dengan tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolic 90-99 mmHg. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4g) garam dapur.

    Makanan yang mengandung natrium tinggi yaitu sebagai berikut :

    1. Sumber karbohidrat dari roti, biskuit, serta kue-kue yang dimasak dengan garam dapur dan /atau baking powder, dan soda.

    2. Sumber protein hewani dari otak, ginjal, lidah, sarden, daging, ikan, susu, dan telur yang diawetkan dengan garam dapur seperti daging asap, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, dan telur asin. (Ramayulis, 2010)

  • Diit Rendah Kolesterol dan Lemak Terbatas
    Kolesterol merupakan lemak seperti lilin dan berwarna kekuningan. Kadar kolesterol dalam darah dipengaruhi oleh asupan makanan dan sebagian besar hasil sistesa hati. Apabila jumlahnya normal, kolesterol sebenarnya bermanfaat memperlancar metabolisme tubuh seperti bahan pembentuk dinding sel, pembentukan hormon, pembungkus jaringan saraf, garam empedu, membuat vitamin D, dan juga membantu perkembangan otak pada anak-anak. Namun bila kadar kolesterol dalam darah jumlahnya berlebihan, dapat membahayakan tubuh karena memicu timbulnya penyakit (Sutomo, 2008).

    Agar kolesterol tidak memicu timbulnya penyakit, kadarnya harus dikendalikan yaitu dengan mengatur pola makan. Memperbanyak konsumsi makanan rendah kolesterol, serta membatasi konsumsi lemak. Caranya yaitu dengan meningkatkan asupan makanan nabati dan mengganti lemak berbahaya dengan lemak sehat (Sutomo, 2008).

    Ada dua jenis lemak dalam makanan, yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh inilah yang menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida. Sebaliknya, lemak tak jenuh bermanfaat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Sumber lemak jenuh banyak ditemukan pada makanan hewani seperti daging sapi, kambing, babi, kerbau, keju, susu. Lemak tak jenuh banyak terdapat pada makanan nabati seperti kacang- kacangan dan biji-bijian. Tetapi beberapa bahan makanan nabati juga mengandung lemak jenuh seperti kelapa dan hasil olahannya (Sutomo, 2008).

    Pola makan rendah kolesterol dan lemak terbatas, dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan makanan nabati. Dengan demikian, asupan protein nabati meningkat dapat menurunkan kadar kolesterol berlebihan. Selain itu, apabila penderita hipertensi obesitas, kelebihan berat badannya akan menurun.

    Penerapan diet rendah kolesterol dan lemak terbatas perlu memperhatikan hal-hal berikut :

    • menghindari mengkonsumsi bahan makanan sumber lemak jenuh seperti kelapa dan produk olahannya (minyak kelapa), lemak hewan, margarine, dan mentega,

    • membatasi konsumsi daging dan jerohan seperti hati, limpa, hati, ginjal,

    • mengganti susu penuh (full cream) dengan susu rendah lemak misalnya susu skim,

    • membatasi konsumsi kuning telur dalam seminggu konsumsi telur tidak boleh lebih dari tiga kali,

    • meningkatkan konsumsi tahu, tempe, dan jenis kacang-kacangan lainnya,

    • memperhatikan kombinasi makanan yang dikonsumsi agar sesuai dengan kadar kolesterol darah (Sutomo, 2008).

    Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol dalam darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang lama kelamaan akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan memperparah hipertensi (Ramayulis, 2010). Dianjurkan untuk mengkonsumsi daging, ayam dan ikan maksimal 100 gram sehari (Sutomo, 2008).

image

2. Aktivitas fisik cukup dan berolahraga secara teratur

Aktivitas fisik juga sangat berperan dalam menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik (olahraga) dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu menurunkan kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida. Bahkan yang lebih penting, olahraga dapat memperbaiki HDL. Takaran olahraga yang tepat dapat menurunkan hipertensi, obesitas, serta diabetes mellitus. Hasil penelitian dengan olahraga saja sama efektifnya dengan kombinasi antara olahraga dan obat (Soeharto, 2004).

Orang yang banyak duduk dengan tekanan darah normal kemungkinan untuk terkena tekanan darah tinggi 20-50% lebih besar dibandingkan dengan orang yang beraktifitas fisik (Gowan, 2001).

Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan pada jenis pekerjaan :

  1. Tingkat aktifitas fisik ringan (sedentary lifestyle)
    Orang-orang yang tidak banyak melakukan kegiatan fisik, tidak banyak berjalan kaki dalam jarak jauh, menggunakan alat transportasi, tidak berolahraga secara teratur dan lebih banyak menghabiskan aktifitas kesehariannya dalam posisi duduk diam dan berdiri dengan sedikit bergerak, misalnya staf dan karyawan kantor tanpa olahraga dan aktivitas fisik yang tidak menguras tenaga.

  2. Tingkat aktivitas fisik sedang
    Orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, tetapi lebih banyak mengeluarkan energi bila dibandingkan dengan orang yang beraktivitas ringan. Pada umumnya orang-orang tersebut melakukan suatu pekerjaan berat namun dalam satu jangka waktu tertentu, misalnya kegiatan harian yang dilakukan selama satu jam (langsung atau bertahap dalam hari yang sama), bekerja harus naik turun tangga, olahraga ringan, dan pekerjaan rumah tangga.

  3. Tingkat aktivitas fisik berat
    Bila orang tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang mengeluarkan banyak energi seperti menari, berenang, bekerja sebagai buruh tani yang melakukan pekerjaan mencangkul, berjalan kaki dalam jarak yang jauh dengan beban berat, pekerjaan lapangan dan pekerjaan kuli bangunan. (FAO, 2001).

Olahraga teratur yang tidak terlalu berat, penderita hipertensi tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali. Selain meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stress, keuntungan latihan aerobik yang teratur adalah meningkatnya kadar HDL-C, menurunnya kadar LDL-C, menurunnya tekanan darah, berkurangnya obesitas, berkurangnya frekuensi denyut jantung saat istirahat dan menurunnya resistensi insulin (Sylvia A. Price dan Wilson, 2005)

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat mengurangi atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah latihan aerobik menggerakkan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan/jalan kaki, senam, jogging, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan (Bustan, 2007).

Latihan aerobic yang dilakukan agar dapat berpengaruh terhadap efisiensi kerja jantung, sebaiknya latihan berada pada intensitas sedang atau denyut jantung 150 – 170 per menit. Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olahraga aerobic dengan intensitas sedang. Salah satu contohnya, jalan kaki cepat. Frekuensi latihan 3 – 5 kali seminggu, dengan lama latihan 20 – 60 menit sekali latihan.

Latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan itu dapat merilekskan pembuluh – pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun. Sama halnya dengan melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Latihan olahraga juga dapat menyebabkan aktivitas saraf, resptor hormone, dan produksi hormon – hormone tertentu menurun. Bagi penderita hipertensi latihan olahraga tetap cukup aman.

Catatan khusus untuk penderita tekanan darah tinggi berat, misalnya dengan tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 180mmHg dan atau tekanan diastoliknya lebih tinggi dari 110 mmHg, sebaiknya tetap menggunakan obat-obatan penurun tekanan darah dari dokter sebelum memulai program penurunan tekanan darah dengan latihan olahraga (Sutomo, 2008).

Kondisi penderita hipertensi secara medis berbeda dengan orang sehat. Untuk itu, perlu olahraga yang juga dilakukan secara khusus. Latihannya harus bertahap dan tidak boleh memaksakan diri. Contoh latihan yang bisa diterapkan setiap hari adalah sebagai berikut :

a. Pemanasan :

  1. Tekuk kepala ke samping, lalu tahan dengan tangan pada sisi yang sama dengan arah kepala. Tahan dengan hitungan 8-10 lalu bergantian dengan sisi lain.
  2. Tautkan jari-jari kedua tangan dan angkat lurus ke atas kepala dengan posisi kedua kaki dibuka selebar bahu. Tahan dengan 8-10 hitungan. Rasakan tarikan bahu dan punggung.

b. Inti :

  1. Lakukan gerakan seperti jalan ditempat dengan lambaian kedua tangan searah dengan sisi kaki yang diangkat. Lakukan perlahan dan hindari hentakan.
  2. Buka kedua tangan dengan jemari mengepal dan kaki dibuka selebar bahu. Kedua kepala tangan bertemu, dan ulangi gerakan semampunya sambil mengatur napas.
  3. Kedua tangan dibuka agar lebar lalu angkat tangan menyerong. Sisi kaki yang searah dengan tangan sedikit ditekuk. Tangan diletakkan di pinggang dan kepala searah dengan gerakan tangan. Tahan 8-10 hitungan laluganti dengan sisi yang lainnya.
  4. Gerakan hampir sama dengan sebelumnya, tapi jari mengepal dan jedua tangan diangkat ke atas. Lakukan secara perlahan dan semampunya
  5. Hampir sama dengan gerakan inti 1 tapi kaki dibuang ke samping. Kedua tangan dengan tangan jemari mengepal kearah yang berlawanan. Ulangi dengan sisi bergantian.
  6. Kedua kaki dibuka lebih lebar dari bahu, satu lutut agak ditekuk dan tangan yang searah lutut di pinggang. Tangan sisi yang lain lurus kea rah lutut yang ditekuk. Ulangi gerakan kearah sebaliknya dan lakukan semampunya

c. Pendinginan :

  1. Kedua kaki dibuka selebar bahu, lingkarkan satu tangan ke leher dan tahan dengan tangan lainnya. Hitungan 8-10 dan lakukan pada sisi lainnya.
  2. Posisi tetap, tautkan kedua tangan lalu gerakkan ke samping dengan gerakan setengan putaran. Tahan 8-10 kali hitungan lalu arahkan tangan ke sisi lainnya dan tahan dengan hitungan sama.

Olahraga terdiri dari tiga prinsip yaitu pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Gerakan pemanasan bertujuan untuk menyiapkan otot agar meregang secara perlahan sehingga mencegah terjadinya cedera. Gerakan pemanasan dilakukan dengan cara jalan ditempat, gerakkan kepala, bahu, siku, tangan, kaki, lutut, dan pinggul. Setelah latihan inti, harus dilakukan pendinginan dan melakukan gerakan- gerakan menarik napas dan buang napas secara teratur. Setiap sesi latihan terdiri dari latihan pemanasan selama 5 sampai dengan 10 menit, latihan inti selama 20 sampai 60 menit dan pendinginan selama 5-10 menit (Santoso, 2009).

3. Istirahat Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan dapat dibangunkan kembalidengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008).

Tidur merupakan suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu. Satu teori fungsi tidur adalah berhubungan dengan penyembuhan. Teori lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energy selama tidur, otot skeletal berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energy kimia untuk proses selular. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energy tubuh (Potter&Perry, 2005).

Istirahat yang dilakukan seharusnya tidak berlebihan dan kekurangan. Istirahat akan membuat tubuh kembali segar. Istirahat siang yang paling baik dilakukan adalah selama 2 jam. Istirahat yang dilakukan secara berlebihan tidak baik untuk kesehatan tubuh. Seseorang yang tidur kurang dari 5 jam setiap malamnya memiliki resiko lebih tinggi 39% terkena penyakit jantung dibandingkan dengan yang tidur 8 jam.

Seseorang yang tidur kurang dari 6 jam memiliki resiko lebih tinggi 18% terkena sumbatan arteri dan orang yang tidur 9 jam atau lebih diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi 37% terkena penyakit jantung (Novita Nining Widyaningsih, 2008).

Menurut (Anggraini, Waren, Situmorang, Asputra, & Siahaan, 2009), klasifikasinya adalah :

  • Kurang < 6jam perhari
  • Sedang 6-8 jam perhari
  • Lebih > 8 jam perhari

Kebutuhan tidur pada dewasa awal (18 – 40 tahun) dalam sehari berkisar antara 7 – 8 jam. Untuk dewasa tengah (40 – 60 tahun) selama 6 – 8 jam perhari (Potter&Perry, 2005).

Kebutuhan tidur pada usia lanjut/dewasa ahir sangat penting. Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa faktor. Selama menua, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang berbeda dengan orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang.

Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari. Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Hidayat A. A., 2008).

4. Manajemen Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Mahendra, 2004).

Penderita hipertensi yang mendapatkan penatalakasanaan hipertensi ataupun tidak cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi meski ada kalanya tekanan darah mereka berada dalam batas normal. Kondisi ini akan diperburuk dengan adanya peningkatan tekanan darah akibat stres, maka tekanan darah akan menjadi semakin tinggi. Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dalam kurun waktu yang lama tanpa ada penangganan yang tepat maka tekanan darah yang tinggi tersebut akan sulit dikontrol. Tekanan darah pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol inilah, yang menjadi penyebab utama terjadinya stroke (Hesty Titis Prasetyorini, 2012).

Stres dibagi menjadi tiga tingkatan. (Rasmun, 2004) :

  1. Stres ringan
    Stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

  2. Stres sedang
    Stres sedang dan stres berat dapat memicu terjadinya penyakit. Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.

  3. Stres berat
    Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.

Mengelola stres membantu mengurangi tekanan darah. Namun, langkah-langkah untuk mengatasi stres dapat berbeda untuk setiap orang. Relaksasi dan manajemen stres diperlukan untuk penderita hipertensi agar dapat mengendalikan tekanan darah seperti rileks/santai, berpikir positif, rekreasi, istirahat yang cukup, tarik napas dalam secara teratur, bercerita kepada orang lain akan masalah yang dialaminya (Gunarya, 2008). Selain itu meditasi dengan mengontrol nafas dan visualisasi. Kombinasi tersebut merupakan manajemen yang efektif untuk mengatasi stress (Marcella, 2012).

Mekanisme koping adaptif antara lain berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah dengan teknik relaksasi. Sedangkan mekaninme koping maladaptive antara lain makan berlebihan atau bahkan tidak makan, bekerja berlebihan (Smeltzer&Bare, 2002).

Relaksasi dan meditasi yaitu dimana peserta diminta untuk merelaksasikan otot-otot, menggerakkan atau mengalirkan kesadaran ke seluruh organ tubuh masing-masing dengan diiringi ingatan dan pujian terhadap Tuhan. Sembari mendengarkan musik orkestra alami (Gunarya, 2008).

5. Pembatasan konsumsi rokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

Kebiasaan merokok juga harus dikurangi bahkan dihindari, karena keadaan jantung dan paru-paru mereka yang merokok tidak akan dapat bekerja secara efisien. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin yang dapat merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Merokok terus-menerus dalam jangka panjang berpeluang besar untuk menimbulkan penyumbatan arteri dileher.

Penelitian Framingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Penelitian lain menunjukkan mereka yang merokok 20 batang atau lebih per hari mengalami penurunan HDL sekitar 11% untuk laki-laki dan 14% untuk perempuan dibandingkan mereka yang tidak merokok (Soeharto, 2004).

Menurut (Bustan M. , 2000), merokok dimulai sejak umur < 10tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal/berusia muda seseorang mulai merokok, maka makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya doseresponse effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya.

Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10- 25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap semakin berpengaruh juga terhadap peningkatan tekanan darah (Apriana Kurniati, 2012).

Seseorang dikatakan perokok dengan kategori :

  • Perokok ringan bila rokok yang dihisap kurang dari 10 batang/hari.
  • Perokok sedang bila rokok yang dihisap sebanyak 11-20 batang sehari
  • Perokok berat bila menghisap rokok lebih dari 21 batang/hari.

Untuk konsumsi rokok pecandu, mengurangi secara bertahap mulai dari 5 batang rokok sampai memberhentikan total. Perokok pasif atau orang yang tidak merokok tetapi berada di dekat orang yang merokok pun terkena dampak negative dari asap rokok yang lebih bahaya dari perokon itu sendiri (B.Cahyono, 2008).

Asap rokok bukan saja memberikan dampak buruk bagi perokok, melainkan juga bagi orang lain yang menghisap asap rokok tersebut tanpa dirinya sendiri merokok/terpapar asap rokok (perokok pasif). Demikian keadaan yang terjadi pada orang yang terpaksa harus menghirup asap rokok dari orang-orang sekelilingnya yang merokok. Menghirup asap rokok walaupun bukan perokok dikenal dengan istilah perokok pasif.

Menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahkan bahaya yang harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif. Para ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia yang dikandung asap rokok dapat mempengaruhi kesehatan orang-orang disekitar perokok yang tidak merokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa dirasakan dalam jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun kemudian, terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.

Dengan demikian secara nyata dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan muncul kurang lebih setelah berusia lebih dari 40 tahun, sebab dipastikan setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke atas telah menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Jika merokok dimulai usia muda, berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih sering dibanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun (Depkes, 2008)

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian kardiovaskular. Tujuh penelitian kematian pecandu alkohol menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah besar diikuti dengan peningkatan kematian penyakit jantung koroner. Penelitian pada lebih dari 700 pria yang diotopsi dengan usia 30-69 tahun, terdapat aterosklerosis koroner yang luas diantara sampel yang mengkonsumsi alkohol dalam 16 hari atau lebih setiap bulannya daripada peminum sedang atau bukan peminum. (Sutomo, 2008).

Jika pada penderita hipertensi yang mempunyai riwayat candu alkohol sebaiknya mengurangi minuman alkohol pada batas maksimal 1 gelas (pada kadar 15% alcohol) sampai memberhentikannya mengkonsumsi (B.Cahyono, 2008)