Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Sebagai sebuah dorongan, maka motivasi tentu memiliki faktor-faktor yang berperan dalam menentukan besar kecilnya dorongan bahkan ada tidaknya dorongan motivasi. Menurut Rifai (2012) mengemukakan setidaknya ada enam faktor yang mempeengaruhi motivasi, yaitu sikap, kebutuhan, rangsangan afeksi, kompetensi dan penguatan.
1. Sikap
Rifa’i (2012) berpendapat bahwa sikap adalah kombinasi antara konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa atau objek tertentu secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Sikap memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku dan belajar peserta didik karena sikap itu membantu peserta didik dalam merasakan dunianya dan memberikan pedoman kepada perilaku yang dapat membantu dalam menjelaskan dunianya.
Misalnya seorang peserta didik baru akan mengikuti pembelajaran. Seorang temannya memberikan kabar bahwa gurunya killer dan tidak menyenangkan. Maka peserta didik baru akan merasa cemas pada waktu akan mengikuti pembelajaran tadi. Kemudian pada pertemuan pertama guru menginstruksikan untuk berdiskusi dengan topik dan metode yang belum dikuasai peserta didik. Kemudian peserta didik baru mulai mencemaskan cara pendidik dalam mengajar. Peserta didik baru itu telah mengkombinasikan informasi dan emosi kedalam predisposisi untuk merespons peserta didik dan peristiwa yang tidak menyenangkan. Apabila temannya diawal menceritakan bahwa guru sangat mengasyikan dan membantu (baik) maka kemungkinan sikap peserta didik tersebut akan berbeda.
Sikap merupakan produk dari kegiatan belajar. Sikap diperoleh melalui proses pembelajaran, identifikasi, perilaku dan pengalaman. Karena sikap merupakan hasil pembelajaran, maka sikap dapat diubah dan dimodifikasi. Pengubahan sikap ini dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman baru yang 16 bisa digunakan untuk mengubah, menguatkan, melemahkan bahkan menghilangkan. Karena sikap merupakan sesuatu yang dinamis, maka pemberian pengalaman baru bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai cara seperti pembelajaran, lingkungan dan media.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka bisa disimpulkan bahwa sikap adalah kombinasi antara konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa atau objek tertentu secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Dalam pembelajaran sikap juga bisa dirubah dan dimodifikasi sesuai dengan keinginan guru.
2. Kebutuhan
Rifa’i (2012) berpendapat bahwa kebutuhan adalah kondisi yang dialami oleh individu sebagai kekuatan internal yang memandu peserta didik untuk mencapai tujuan. Kebutuhan akan selalu mendorong individu untuk berusaha untuk mencapat tujuan. Semakin kuat seseorang merasakan kebutuhan, semakin besar peluangnya untuk mengatasi perasaan yang menekan dalam memenuhi kebutuhan, begitupun sebaliknya. Tekanan ini dapat diterjemahkan kedalam suatu keinginan untuk ketika individu menyadari adanya perasaan dan berkeinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
Setiap individu memiliki kebutuhan dan kebutuhan tidak pernah berakhir. Kebutuhan mana yang dimiliki peserta didik akan bergantung pada sejarah belajar individu, situasi sekarang, dan kebutuhan terkahir yang dipenuhi. Beberapa kebutuhan bersifat lebih dominan daripada kebutuhan yang lain dan berkesinambungan (untuk istirahat dan rasa aman), sementara kebutuhan yang lain kurang dapat diprediksi (untuk dipahami dan dikelola). Kebutuhan bisa dianalogikan dengan haus. Apabila seseorang merasa haus (kebutuhan) maka dia akan mencari air (tujuan). Apabila air telah diminum, kebutuhan atau tekanan haus akan berkahir. Pendekatan yang paling terkenal terhadap konsep kebutuhan adalah teori hirarki kebutuhan Maslow.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa kebutuhan adalah kondisi yang dialami oleh individu sebagai kekuatan internal yang memandu untuk mencapai tujuan. Kebutuhan akan selalu mendorong individu untuk berusaha untuk mencapat tujuan. Semakin kuat suatu kebutuhan maka akan semakin kuat dorongan untuk bisa memenuhinya dan sebaliknya. Teori kebutuhan yang paling terkenal adalah teori hirarki kebuthan Abraham Maslow.
3. Rangsangan
Masih dalam Rifa’i (2012), rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat sesorang bersifat aktif. Seseorang melihat sesuatu dan tertarik padanya, melihat sesuatu dan tertarik, mendengarkan sesutau yang kemudian mendengar dengan seksama, menyentuh sesuatu yang tidak diharapkan dan kemudian menarik tangannya. Semua itu adalah pengalaman yang merangsang. Bagaimanapun kualitasnya, stimulus yang unik akan menarik perhatian dan cenderung memperhatikan keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut.
Manusia secara alimiah selalu mencari rangsangan. Rangsangan dapat meningkatkan aktifitas otak dan mendorong untuk menangkap dan menjelaskan lingkungannya. Perubahan kecil pada rangsangan akan memperkuat atau membuat individu mengarahkan perhatiannya.
Rangsangan secara langsung membantu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Apabila peserta didik tidak memerhatikan pembelajaran, maka aktivitas belajar akan berlangsung sedikit sekali. Umumnya setiap peserta didik memiliki keinginan untuk memperlajari sesuatu dan memiliki sikap yang postif terhadap materi yang diajarkan, namun apabila peserta didik tidak menemukan proses pembelajaran yang merangsang, maka perhatiannya akan menurun.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat sesorang bersifat aktif. Rangsangan dapat meningkatkan aktifitas otak dan mendorong untuk menangkap dan menjelaskan lingkungannya. Perubahan kecil pada rangsangan akan memperkuat atau membuat individu mengarahkan perhatiannya.
4. Afeksi
Masih dalam Rifa’i (2012), konsep afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional kecemasan, kepedulian dan pemilikan dari individu atau kelompok pada waktu belajar. Tidak ada kegiatan yang berlangsung saat kevakuman emosional. Peserta didik merasakan sesuatu saat belajar dan emosi peserta didik tersebut dapat memotivasinya kepada tujuan pembelajaran.
Setiap lingkungan belajar secara konstan dipengaruhi oleh reaksi emosional peserta didik. Demikian pula peserta didik dalam belajar selalu berkaitan dengan perasaan sukses atau gagal, maka perasaan personalnya secara terus menerus menjadi tidak menentu. Keadaan emosi peserta didik pada kegiatan belajar memiliki peran yang penting sehingga pendidik hendaknya memahami bahwa emosi peserta didik bukan hanya memengaruhi perilaku tapi juga memengaruhi pola berpikirnya. Misalnya seorang peserta didik mengatakan bahwa dia lupa mengerjakan tugas sehingga merasa cemas. Untuk mengurangi kecemasan, dia memikirkan alasan pembenaran yang bisa diterima oleh pendidik agar tidak memperoleh hukuman.
Afeksi dapat menjadi motivator instrinsik. Apabila emosi bersifat positif maka akan mampu mendorong peserta didik untuk belajar lebih keras. Apabila buku pelajaran bisa menimbulkan perasaan keheranan dan kesenangan, maka peserta didik akan senang membaca buku.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional kecemasan, kepedulian dan pemilikan dari individu atau kelompok pada waktu belajar. Emosional peserta didik juga sangat mempengaruhi proses pembelajaran.
5. Kompetensi
Masih dalam Rifa’i (2012) manusia pada dasarnya ingin memperoleh kompetensi dari lingkungannya. Teori kompetensi mengasumsikan bahwa peserta didik secara alamiah berusaha untuk berinterkasi dengan lingkungan secara 20 efektif. Peserta didik secara intrinsik termotivasi untuk menguasai lingkungan dan mengerjakan tugas secara berhasil agar merasa puas. Demikian pula setiap individu diprogram untuk menggali, menerima, berpikir, memanipulasi, dan mengubah lingkungan secara efektif.
Dalam pembelajaran, rasa kompetensi akan timbul apabila telah menyadari bahwa kompetensi atau pengetahuan yang diperoleh telah memenuhi standar. Hal ini biasanya muncul diakhir proses belajar ketika peserta didik bisa menjawab pertanyaan atau menyelesaikan tugas. Apabila peserta didik mengatahui dia merasa mampu dan menguasai materi yang telah dipelajari, dia akan merasa percaya diri. Rasa percaya diri kemudian akan menjadi faktor pendukung dalam memotivasi belajar yang lebih luas.
Dari beberapa penjelasan diatas maka bisa disimpulkan bahwa peserta didik secara intrinsik termotivasi untuk menguasai lingkungan dan mengerjakan tugas secara berhasil agar merasa puas. Demikian pula setiap individu diprogram untuk menggali, menerima, berpikir, memanipulasi, dan mengubah lingkungan secara efektif. Dalam kompetensi ini terdapat standar sehingga dalam pembelajaran rasa kompetensi akan timbul apabila kompetensi atau pengetahuan telah memenuhi standar.
6. Penguatan
Masih dalam Rifa’i (2012), penguatan merupakan peristiwa yang mempertahankan atau meningkatkan kemungkinan respon. Para pakar psikologi telah menjelaskan bahwa perilaku sesorang dapat dibentuk melalui penguatan yang positif atau negatif. Penggunaan penguatan yang efektif, seperti penghargaan, hadiah, pujian, perhatian, diakui sebagai variabel penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Penguatan terbagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif menggambarkan konsekuensi atas peristiwa itu sendiri.
Penguatan positif dapat berbentuk nyata seperti uang, hadiah, atau dapat berupa sosial seperti afeksi dan perhatian. Peserta didik akan belajar lebih semangat dan giat apabila mendapatkan penguatan yang positif dari pendidik. Sementara penguatan negatif adalah stimulus aversif yang harus diganti atau dikurangi intensitasnya. Contoh dari penguatan negatif adalah guru yang mengomentari peserta didik bahwa gaya membacanya sangat membosankan dan monoton sehingga harus digentikan. Pendekatan jenis ini tentu sangat berbahaya karena berpotensi untuk membunuh karakter peserta didik.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat dijelaskan bahwa penguatan merupakan peristiwa yang mempertahankan atau meningkatkan kemungkinan respon. Penguatan terbagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.