Apa saja Elemen Konstruktivisme Indonesia dalam Pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC)?

Elemen Konstruktivisme Indonesia dalam Pembentukan ASEAN Political-Security Community

ASEAN Political-Security Community (APSC) merupakan salah satu dari tiga pilar ASEAN Community , selain ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

Apa saja Elemen Konstruktivisme Indonesia dalam Pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC)?

Elemen Konstruktivisme Indonesia dalam Pembentukan APSC

ASEAN Political-Security Community (APSC) merupakan salah satu dari tiga pilar ASEAN Community , selain ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). ASEAN Political-Security Community (APSC) merupakan upaya kerja sama negara-negara ASEAN dalam mewujudkan keamanan bersama, perdamaian dan lingkungan yang stabil untuk memajukan ASEAN sebagai organisasi regional. Jika pembentukan pilar AEC diusulkan oleh Singapura dan Thailand sebagai dua negara ASEAN yang perekonomiannya tergolong cukup maju, maka ASEAN Political-Security Community (APSC) merupakan konsep yang diajukan oleh Indonesia.

ASEAN Political-Security Community (APSC) merupakan konsep yang diajukan oleh Indonesia dalam Bali Concord II yang menandai terbentuknya ASEAN Community . Dalam pandangan konstruktivisme, terdapat empat faktor atau pertimbangan yang mendasari perilaku Indonesia terkait usulan pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC).

1. Faktor Idiography

Identitas Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN selain Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki peran penting dalam perkembangan ASEAN. Terlebih, Indonesia pernah menjadi episentrum ASEAN sehingga adanya ASEAN Political-Security Community (APSC) diharapkan mampu kembali mengetengahkan posisi Indonesia yang perlu diperhitungkan dalam kerangka kerja sama ASEAN.

Selain karena alasan di atas, kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara terbesar di Asia Tenggara. Dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia serta keragaman etnis dan budaya, Indonesia membutuhkan suatu situasi yang aman dan stabil untuk memelihara keutuhan wilayah dan masyarakatnya. Situasi stabil tersebut hanya dapat dicapai melalui kerja sama keamanan yang komprehensif. Agenda keamanan dibutuhkan Indonesia dalam upaya menjaga keutuhan negara kesatuan yang multikultur tersebut.

Beberapa alasan lain mengapa Indonesia mengambil prakarsa mengusulkan konsep ASEAN Political-Security Community (APSC) dikemukakan oleh Rizal Sukma. Pertama, sejak reformasi 1998 yang membawa Indonesia menjadi negara demokrasi, agenda demokrasi dan HAM menjadi isu utama dalam kehidupan berbangsa yang ikut memengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Sehingga, sebagai negara demokrasi yang mensyaratkan adanya penghargaan terhadap HAM, Indonesia memandang perlunya ASEAN menyusun instrumen tersebut guna lebih peduli pada komunitas masyarakat ASEAN ( people oriented ), setelah selama ini lebih bersifat state oriented .

Kedua, pengalaman Indonesia dalam menghadapi kekerasan di Timor Timur pada 1999 dan ketidakberdayaan ASEAN mengambil peran utama, mendorong Australia lebih mendominasi dengan menempatkan pasukan keamanan internasional. Hal ini sesungguhnya menjadi pelajaran bagi ASEAN untuk lebih berperan dalam memelihara perdamaian regional tanpa melibatkan negara di luar kawasan Asia Tenggara.

Ketiga, Indonesia berpendapat bahwa setelah ASEAN Free Trade Area (AFTA) mulai diimplementasikan serta disetujuinya usul Singapura tentang ASEAN Economic Community , kerja sama ASEAN lebih banyak didominasi oleh isu ekonomi. Sementara kerja sama di bidang politik-keamanan kurang mendapat perhatian. Padahal keamanan merupakan prasyarat utama terwujudnya regionalisme Asia Tenggara yang kondusif. Untuk itu, konsep ASEAN Political-Security Community (APSC) diajukan Indonesia sebagai payung kerja sama keamanan ASEAN menuju terwujudnya Komunitas ASEAN. Menurut Severino, harus diakui pula bahwa selama ini Indonesia lebih menaruh perhatian terhadap masalah politik-keamanan dalam ASEAN daripada masalah ekonomi. Hal itu karena Indonesia menyadari merasa kalah bersaing di bidang ekonomi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura dan Malaysia.

2. Faktor Purposive

Elemen purposive mengapa Indonesia berada di garda depan dalam memajukan konsep ASEAN Political-Security Community (APSC) adalah menyangkut mengenai what do Indonesia want? Indonesia mendorong kerja sama keamanan melalui ASEAN Political-Security Community (APSC) adalah dalam upaya membangun hubungan damai antar negara anggota. Dengan situasi damai selanjutnya memungkinkan setiap negara anggota dapat mengembangkan kerja sama bilateral maupun multilateral serta meneguhkan kohesivitas ASEAN.

Sasaran kerja sama keamanan dalam upaya menciptakan situasi damai itu diarahkan pada upaya menangkal persengketaan di antara sesama negara anggota maupun negara anggota dengan non-anggota, mencegah eskalasi persengketaan itu menjadi konflik. Jika seandainya konflik tidak terhindarkan, kerangka kerja sama ASEAN Political-Security Community (APSC) akan membatasi ruang lingkup konflik tersebut sekecil mungkin dan perlu segara mengambil langkahlangkah untuk mengatasinya. Pencegahan itu dilakukan dengan pembangunan kepercayaan, diplomasi preventif, dan kerja sama dalam masalah keamanan konvensional dan non-konvensional.

Lebih jauh dari itu, ASEAN Political-Security Community (APSC) diharapkan tidak hanya mengedepankan hubungan damai antar negara tetapi juga hubungan damai di dalam negeri masing-masing negara anggota. Untuk itu, demokrasi dan perlindungan terhadap HAM dipandang Indonesia perlu dimajukan guna mencegah terjadinya kekerasan di dalam negeri. Dengan mengetengahkan demokrasi dan HAM, Indonesia memperluas konsep keamanan dari keamanan pemerintahan ( regime security ) ke keamanan manusia ( human security ).

3. Faktor Ethical

Elemen ethical menjadi landasan norma moral yang menjadi pertimbangan Indonesia dalam mengusulkan ASEAN Political-Security Community (APSC). Transformasi ke human security yang ditekankan dalam APSC melalui demokrasi dan HAM sesungguhnya merupakan bagian integral dalam mengamankan kehidupan bangsa-bangsa ASEAN. Menurut Hassan Wirajuda, nilai-nilai demokrasi dan HAM perlu dibina karena nilai-nilai tersebut akan sangat mengurangi sumber-sumber konflik baik antar negara maupun intra negara. Pengamanan hidup manusia ( human security ) dalam payung demokrasi dan HAM akan sekaligus mengamankan kehidupan bangsa-bangsa ASEAN karena keamanan manusia mencakup seluruh spektrum keamanan yang sangat luas.

Lebih lanjut, kerangka komunitas keamanan yang diusulkan Indonesia sesungguhnya tidaklah beranjak dari apa yang dipraktikkan selama ini oleh ASEAN melalui prinsip ASEAN Way . Prinsip-prinsip tidak tertulis dalam ASEAN Way itu adalah menentang kekerasan dan mengutamakan solusi damai (pembuatan keputusan melalui konsensus), otonomi regional, prinsip tidak mencampuri urusan negara lain (non-intervensi), menolak pembentukan aliansi militer dan menekankan kerja sama bilateral (penyelesaian konflik secara damai).

Selain itu, ASEAN Political-Security Community (APSC) tetap berpegang pada norma-norma yang telah disepakati bersama. Antara lain upaya confidence building measure (CBM), preventive diplomacy dan conflict resolution. Serta, traktat-traktat yang telah diterima bersama seperti Treaty of Amity and Cooperation (TAC), Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN) dan traktat Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone (SEANWFZ).

4. Faktor Instrumental

Elemen terakhir pendekatan konstruktivis dalam politik-hukum internasional adalah pertanyaan mengenai bagaimana mencapai apa yang diinginkan. Dalam konteks ini, bagaimana mencapai harapan yang Indonesia usulkan melalui pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC). Draf yang diusulkan Indonesia dalam ASEAN Political-Security Community (APSC) sesungguhnya lebih banyak mengandung ide orisinal yang cukup radikal.

Instrumen yang ditawarkan adalah perlunya pendefinisian prinsip nonintervensi secara lebih fleksibel. Hal itu dimaksudkan agar negara anggota lebih terbuka terhadap saran dan keterlibatan para anggota lainnya apabila ada masalah yang bersifat lintas batas atau menimbulkan krisis kemanusiaan. Selain itu, Indonesia mengusulkan perlunya mendirikan mekanisme regional perlindungan HAM agar ASEAN memajukan demokrasi dan HAM.

Ide lainnya adalah perlunya pembentukan pasukan perdamaian regional sehingga ASEAN memiliki kemampuan untuk memainkan peran aktif dalam pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peace building . Indonesia juga menambahkan perlunya suatu tata aturan pemeliharaan perdamaian regional atau regional peace keeping arrangement serta pembentukan lembaga-lembaga pendukung bagi upaya penyelesaian konflik. Selain itu, Indonesia juga mengusulkan diadakannya kerja sama maritim tingkat regional dan peningkatan kerja sama di bidang pertahanan serta ASEAN Extradition Treaty .

Namun kemudian, beberapa usul Indonesia yang diajukan di KTT Bali tahun 2003 itu mendapat penentangan dari beberapa negara anggota ASEAN karena dinilai melangkah terlalu jauh. Mengenai ide pembentukan pasukan perdamaian dipandang terlalu premature. Kerangka ASEAN Political-Security Community (APSC) yang akhirnya disetujui juga tidak secara eksplisit berbicara tentang komitmen memajukan demokrasi dan HAM, sehingga tampak bahwa ASEAN tidak mengalami pergeseran kerja sama politik-keamanan menjadi people oriented .

Akan tetapi, dalam Vientiane Action Programme (VAP) pada 2004 yang merumuskan rencana aksi ASEAN Political-Security Community (APSC), sebagian usul awal Indonesia yang semula ditolak berhasil dimasukkan kembali. VAP berhasil menyelipkan beberapa butir tentang demokrasi dan HAM secara lebih terbuka. Serta adanya kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama ASEAN dalam bidang pertahanan dan keamanan maritim serta rencana untuk melibatkan ASEAN dalam post-conflict peace building .