Apa saja Efek yang ditimbulkan oleh Komunikasi Massa?

Komunikasi massa ( mass communication ) juga bisa disebut sebagai komunikasi media massa ( mass media communication ). Maka dari itu, komunikasi massa jelas berarti sebuah cara berkomunikasi atau penyampaian informasi yang dilakukan melalui media massa ( communicating with media ). Ciri khas dari komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada orang banyak atau masyarakat luas melalui perantara media massa. Jika mendengar kata massa, maka kita dapat mengartikan dengan hal yang berkaitan dengan kata jamak, massive , serta dalam jumlah yang sangat banyak. Defisini komunikasi massa yang paling umum adalah cara penyampaian pesan yang sama, kepada sejumlah besar orang, dan dalam waktu yang serempak melalui media massa. Komunikasi massa dapat dilakukan melalui keseluruhan media massa yang ada, yaitu media cetak, media elektronik, serta media online. Tidak ada batasan media dalam penggunaan komunikasi massa ini.

image

Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif (behvioral). Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif (behvioral) berhubungan dengan perilaku dan niat untuyk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.

Efek Kognitif Komunikasi Massa

Wilbur Schramm (1977) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi tertentu.

Misalkan, seseorang insinyur genetic datang memberitahukan bahwa mahluk itu adalah “chimera”, hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian Anda berkurang, dan alternatif tindakan yang harus Anda lakukan juga berkurang. Bila setelah Anda tanyakan mahluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternatif tindakan Anda.

Sekarang realitas didepan Anda bukan lagi realitas tak berstruktur. Informasi yang anda peroleh telah menstruktur atau mengorganisasikan realitas. Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran tersebut lazim disebut Citra (image), yang menurut Roberts (1977)

Representing the totality of all information about the world any individual has processed, organized, and stored” (menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu) .

Citra adalah peta Anda tentang dunia. Tanpa citra Anda akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas, Citra adalah dunia rnenurut persepsi kita. Walter Lippman (1965) menyebutnya “pictures in our head”.

Lippman bercerita tentang suatu koloni yang dihuni orang Prancis dan Jerman. Mereka hidup rukun. sampai satu saat mengetahui bahwa di Eropa kedua bangsa itu sudah berperang selama lebih dari enam minggu. Sekarang, citra Jerman berubah bagi orang Prancis; mereka musuh orang Prancis. Tetapi enam minggu mereka telah bersahabat

Efek Afektif Komunikasi Massa

Pada tahun 1960, Joseph Klapper melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum :

  1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang dalam buku ini disebut faktor personal).

  2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).

  3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

  4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

  5. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1971).

Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang kitamiliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang.

  • Rangsangon Emosional
    Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respons kita pada stimuli itu.
    Faktor yang mempengaruhi intensitas emosional ialah skema kognitif. Ini adalah semacam “naskah” pada pikiran kita yang menjelaskan “alur” peristiwa. Faktor lainnya yang mempengaruhi efek emosional media massa ialah suasana terpaan (settiis of exposure).

    Faktor predisposisi individual mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedi lebih terharu daripada orang periang. Sebaliknya orang periang akan lebih terhibur oleh adegan lucu dari pada orang melankolis.

    Faktor identifikasi menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa.dengan identifikasi penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia ikut merasakan apa yang dirasakan tokoh, karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, Ia juga kecewa ketika identifikan berhasil, ia ikut gembira.

    Mungkin juga kita menganggap seorang tokoh dalam televisi atau film sebagai lawan kita. Yang terjadi sekarang ialah disidentifikasi. Dalam posisi seperti ini, kita gembira bila diidentifikan celaka, dan jengkel bila ia berhasil. Semuanya ini menunjukan bahwa makin tinggi identifikasi kita dengan tokoh yang disajikan, maka besar intensitas emosional pada diri kita akibat terpaan pesan media massa.

  • Rangsangan Seksual
    The Commission on Obscenity ond Pornography di Amerika Serikat mencoba menjawab pertanyaan di atas dengan penelitian yang cukup luas. Tahun 1971, laporannya direrbirkan dengan judul The Report OJ. the Commision on Obscenity and Pornography.

    Di antara kesimpulan-kesimpulan penelitian itu dinyatakan bahwa terpaan erotika walaupun singkat membangkitkan gairah seksual pada kebanyakan pria dan wanita; di samping itu ia juga menimbulkan reaksi-reaksi emosional lainnya seperti “resah”, “impulsif”, “agresif”, dan “gelisah”.

    Penelitian di atas merupakan proyek besar dan nasional. Hasilnya membenarkan anggapan kebanyakan orang bahwa materi erotika bukan hanya hiburan yang netral. Pornografi terbukti membangkitkan rangsangan seksual. Yang belum terjawab dalam penelitian itu sebenarnya bahkan yang paling menarik perhatian kita ialah: mengapa orang bisa merangsang secara seksual oleh media erotika, padahal rangsangan seksual adalah hal yang biologis; pesan media massa yang bagaimana yang sangat merangsang; dan yang mengherankan kita - mengapa sepanjang zaman.manusia selalu menyukai stimuli erotis.

Efek Behvioral Komunikasi Massa

1. Efek Prososial Behavioral

Salah satu perilaku prososial ialah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Keterampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal: orang tua, atasan, pelatih, atau guru. Pada dunia modern, sebagian dari tugas mendidik telah juga dilakukan media massa.

Buku, majalah, dan surat kabar sudah kita ketahui mengajarkan kepada pembacanya berbagai keterampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan keterampilan secara sistematis dan terarah. Majalah profesi memberikan resep-resep praktis dalam mengatasi persoalan. Surat kabar membuka berbagai ruang keterampilan seperti fotografi, petunjuk penggunaan komputer mini, resep makanan, dan sebagainya. Yang sering diragukan orang adalah pengaruh prososial behavioral media elektronis seperti radio, televisi, atau film.

2. Agresi sebagai efek Komunikasi Massa.

Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Orang belajar bahasa Indonesia yang baik setelah mengamatinya di televisi. wanita juga meniru potongan rambut Lady Di yang disiar dalam media massa.

Secara singkat, hasil penelitian tentang efek adegan kekerasan dalam film atau televisi dapat disimpulkan pada tiga tahap:

  1. mula-mula penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational learning);
  2. selanjutnya, kemampuan penonton untuk mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition) dan
  3. akhirnya, mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization).

Jadi, film kekerasan mengajarkan agresi, mengurahgi kendali moral penontonnya dan menumpulkan perasaan mereka.

3. Teori-Teori Efek Sosial Komunikasi Masso

Menurut Innis (1951), media mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap media memiliki kecenderungan memihak ruang atau waktu communication bias. Perekam pesan pada zaman dahulu seperti batu, tanah liat, kulit kayu - sukar diangkut ke tempat-tempat jauh, tetapi tahan lama. Ini berarti bias pada waktu. Kertas cetak, sebaliknya, mudah diangkut ke mana pun, tetapi tidak begitu tahan lama. media cetak bias pada ruang.

Bila komunikasi yang dilakukan bias pada ruang artinya, pesan dapat disampaikan ke tempat-tempat yang jauh orang cenderung bergerak ke tempat-tempat yang jauh, sehingga terjadi ekspansi teritorial, mobilisasi penduduk secara horizontal, dan kekaisaran. Sebaliknya, bila komunikasi bias pada waktu, orang tinggal pada suatu ruang yang terbatas, pada kelompok yang terikat erat karena sejarah, tradisi, agama, dan keluarga.

Bias waktu membawa ke masa lalu, bias ruang membawa ke masa depan.

Dengan demikian, setiap media komunikasi membentuk jenis kebudayaan tertentu. Media lisan mengandung bias waktu, karena sukar didengar dari jarak jauh. Ini melahirkan masyarakat tradisional dan kekuasaan kelompok agama serta orang-orang tua. Media tulisan memiliki bias ruang. Ini melahirkan masyarakat yang menolak tradisi, meninggalkan mitos dan agama, serta berorientasi pada masa depan.

Penelitian Phillips menarik. Apalagi setelah ia juga menganalisa hubungan antara publikasi peristiwa bunuh diri dengan kecelakaan pesawat terbang di Amerika Serikat. Tampaknya, banyak pilot yang membunuh diri dengan mencelakakan pesawat yang dikendalikannya, berikut penumpang-penumpangnya, karena “terilhami” oleh peristiwa bunuh diri yang dilihatnya pada media massa.

Yang lebih menarik lagi sebetulnya penjelasan Phillips tentang teorinya. Ia menyebut proses imitasi ini sebagai penularan kultural (cultural contagion) yang ia analogikan dengan penularan penyakit (biological contagion). Ia menyebutkan enam karakteristik penulaian kultural:

  1. Periode Inkubasi. Dalam penularan penyakit, gejala penyakit baru muncul beberapb saat setelah orang dikenai mikroorganisme. Phillips, membuktikan bahwa peristiwa bunuh diri berikutnya terjadi rata-rata tiga atau empat hari sesudah pemberitaan bunuh diri.

  2. Imunisasi. Penyakit menular dapat dihindari dengan imunisasi. Kita, dapat mengimunisasi orang terhadap penyakit cacar dengan menginjeksikan dalam dosis kecil mikroorganisme lain yang sejenis (misalnya, cowpox). Begitu pula, orang tidak akan terpengaruh oleh peristiwa bunuh diri, bila kepadanya telah diberikan berita-berita bunuh diri yang kecil-kecil.

  3. Penularan Khusus atas (umum). Dalam penularan biologis, mikroorganisme tertentu hanya menyebabkan penyakit tertentu. Bakteri diphteria hanya menyebabkan diphteria. Menurut Phillips, kisah bunuh diri ternyata dapat menular khusus dan juga umum. Peristiwa seseorang yang bunuh diri menyebabkan kecelakaan kendaraan yang ditumpangi oleh pengemudinya saja; tetapi juga dapat mendorong peristiwa bunuh diri dan kecelakaan mobil.

  4. Kerentanan untuk Ditulari. Orang-orang yang terganggu kesehatan biologisnya mudah ditulari penyakit. Demikian pula mereka yang psikologis sakit (misalnya rendah diri, sering gagal, kehilangan pegangan hidup) cenderung mudah meniru peristiwa bunuh diri

  5. Media Infeksi. Beberapa penyakit ditularkan lebih efektif lewat media tertentu. Kolera lebih mudah menyebar melalui air daripada udara Pneumonia sebaliknya. Dalam penelitian Phillips, peristiwa bunuh diri lebih cepat menular bila diberitakan oleh surat kabar daripada televisi.

  6. Karantina. Penyebaran penyakit dapat dihentikan dengan mengkarantinakan individu yang menderita penyakit itu. Penderita TBC dikirim ke sanatorium.

Phillips menemukan bahwa peniruan bunuh diri dapat dikurangi dengan mengurangi publisitas peristiwa bunuh diri, Ia juga menemukan bahwa berita bunuh diri yang dimuat pada halaman dalam (halaman 3 atau 4) surat kabar tidak menimbulkan efek pada kematian berikutnya.

Menurut Phillips, analogi ini tidak seluruhnya benar. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut. la juga menambahkan bahwa penelitian yang dilakukannya berkenaan dengan perilaku patologis (penyakit). Belum banyak dilakukan penelitian perilaku nonpatologis seperti mode rambut, cara berbahasa, gaya bertingkah, dan sebagainya. Betapapun belum sempurnanya teori Phillips, bersama dengan teoretisi-teoretisi lainnya, ia telah memberikan kepada kita gambaran tentang efek-efek media massa.

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis.

Mengenai efek komunikasi ini telah disinggung dimuka, yakni diklasifikasikan sebagai efek kognitif (cognitive effect) efek afektif (affective effect) atau efek konatif yang sering disebut efek behavioral (behavioral effect).

Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel, acara penerangan, acara pendidikan, dan sebagainya.

Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pembaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. Prasaan akibat terpaan mesia massa itu bias bermacam-macam, senang sehingga tertawa terbahak-bahak, sdih sehingga mencucurkan air mata, takut sampai merinding dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak dalam hati misalnya, perasaan marah, benci, sesal, ketawa, penasaran, sayang, gemas, sinis, kecut, dan sebagainya. Contoh rubric atau acara media massa yang dapat menimbulkan efek efektif, antara lain : pojok, sajak, foto, cerita bergambar, cerita bersambung, sandiwara radio, drama televisi, cerita film, dan lain-lain.

Efek konatif bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagimana disinggung diatas efek konatif sering disebut juga behavioral.

Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek efektif. Dengan lain perkataan, timbulnya efek konatif setelah muncul kognitif dan atau efek efektif.

Efek komunikasi menjadi indicator atau tolak ukur keberhasilan komunikasi.

Menurut Steven A. Chafee, komunikasi massa memiliki efek-efek berikut terhadap individu:

  • Efek ekonomis: menyediakan pekerjaan, menggerakkan ekonomi (contoh: dengan adanya industri media massa membuka lowongan pekerjaan)
  • Efek sosial: menunjukkan status (contoh: seseorang kadang-kadang dinilai dari media massa yang ia baca, seperti surat kabar Pos Kota memiliki pembaca berbeda dibandingkan dengan pembaca surat kabar Kompas.
  • Efek penjadwalan kegiatan
  • Efek penyaluran/ penghilang perasaan
  • Efek perasaan terhadap jenis media

Menurut Kappler (1960) komunikasi masa juga memiliki efek:

  • conversi, yaitu menyebabkan perubahan yang diinginkan dan perubahan yang tidak diinginkan.
  • memperlancar atau malah mencegah perubahan
  • memperkuat keadaan (nilai, norma, dan ideologi) yang ada.

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.( Gamble, Teri and Michael. Communication works. Seventh edition).

  1. Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.

  2. Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mempengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan perilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.

  3. Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus.

  4. Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi “penentu”, dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.

Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengecilkan kepercayaan dirinya.

Steven M. Chafree (Wilhoit & Harold, 1980: 78) berpendapat seperti yang dikutip oleh Jalaludin Rahmat, bahwa ada empat efek dari Komunikasi Massa, yaitu efek kehadiran media massa, efek kognitif komunikasi massa, efek afektif komunikasi massa, dan efek behavioral komunikasi massa (Jalaluddin, 2007: 219-239).

  • Efek Kehadiran Media Massa

    The medium is the message”, pendapat McLuhan tersebut menjelaskan bahwa bentuk media saja sudah mempengaruhi kita. Dia berpendapat bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia; telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata.

    Ada beberapa efek dari kehadiran media massa di masyarakat, seperti efek sosial berupa kehadiran televisi meningkatkan status sosial pemiliknya. Lalu kehadiran media massa juga menimbulkan penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, Scramm, Lyle, dan Parker (1961) menunjukkan dengan cermat bagaimana kehadiran televise telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film pada sebuah kota di Amerika.

    Efek lainnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu pada media massa. Orang seringkali menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologis. Sering terjadi juga orang menggunakan media massa untuk mengatasi perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya. Tidak hanya menghilangkan perasaan, ia pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu.

  • Efek Kognitif Komunikasi Massa

    Efek kognitif media massa berkaitan erat dengan pembentukan dan perubahan citra. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk Khalayak, informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan, atau meredefinisikan citra. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi. Gerbner (1978) melaporkan penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial.

    Ia menemukan bahwa penonton televise kelas berat (heavy viewers) cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendiri berbahaya, dan lebih berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri.

    Lazarfeld dan Merton (1948) juga membicarakan fungsi media dalam memberikan status (status conferral). Karena namanya, gambarnya, atau kegiatannya dimuat oleh media, maka orang, organisasi, atau lembaga mendadak mendapat reputasi yang tinggi.

  • Efek Afektif Komunikasi Massa

    Yang dimaksud dengan efek ini adalah media massa mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap. Apabila dilihat dari segi afektif, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum :

    1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, poses selektif, keanggotaan kelompok.

    2. Komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).

    3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripadaperubahan seluruh sikap dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

    4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang- bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

  • Efek Behavioral Komunikasi Massa

    Bandura menjelaskan melalui teori belajar sosial, bahwa kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modelling). Jadi menurut teori tersebut orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Efek perilaku yang paling sering ditimbulkan adalah efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek proporsional behavioral) dan pada perilaku agresif.

    Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek proporsional. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Peneladanan tertangguh (delayed modeling) hanya terjadi bila mereka sanggup mengingat peristiwa yang diamatinya.

    Sedangkan menurut David Giles dalam bukunya yang berjudul “Media Psychology” ada tiga dampak dari komunikasi massa melalui media, yaitu (David, 2003: 52-58):

  • Imitation

    Apa yang dimaksud dengan Imitation adalah penonton suka meniru apa yang mereka lihat di TV atau media-media lainnya. Hal ini biasa terjadi terutama pada anak-anak dan remaja.

  • Excitation

    Dampak Excitation adalah tayangan-tayangan di televise menimbulkan rangsangan terhadap pemirsanya. Contohnya seperti program yang menayangkan hal-hal yang mengandung unsure pornografi.

  • Desensitisation

    Tayangan dengan isi yang sama dan ditonton secara terus-menerus akan mempengaruhi persepsi dan pola piker penontonnya terhadap hal yang terdapat atau isi dalam tayangan tersebut.