Apa saja dampak perceraian atau Broken Home terhadap anak?

keluarga broken home

Kondisi keluarga akan sangat berpengaruh pada anak. Kondisi keluarga yang harmonis serta selalu bahagia tentunya akan berpengaruh positif pada perkembangan psikologis anak. Berbanding terbalik jika kondisi keluarga mengalami perpercahan atau broken home. Tentu saja dampak negatif akan sangat dirasakan dalam perkembangan anak.

Banyak faktor yang menyebabkan kondisi broken home terjadi di dalam sebuah keluarga, mulai dari perceraian kedua orang tua, sikap orang tua yang kurang dewasa dan bertanggung jawab, kurangnya nilai-nilai agama di dalam keluarga, masalah ekonomi, hilangnya keharmonisan di dalam keluarga, dan masih banyak lainnya.

Apa saja dampaknya keluarga broken home pada anak ?

Banyak dampak yang dapat terjadi pada anak jika mereka terjebak dalam kondisi keluarga broken home, berikut ini penjelasannya.

broken2

  1. Kurangnya Kasih Sayang
    Saat kondisi suami istri tidak lagi dalam hubungan yang harmonis, maka tentu saja akan memunculkan rasa egois dalam diri masing-masing yang lebih diutamakan. Jika tidak segera diatasi maka tentu saja anak menjadi korban yang paling utama. Anak akan mengalami kurang kasih sayang karena perhatian orang tua yang berkurang satu sama lainnya.

  2. Rentan Mengalami Gangguan Psikis
    Akibat kondisinya yang selalu berada di dalam tekanan, maka akan membuat pengaruh yang cukup besar dalam kondisi anak. Sehingga tak heran jika anak-anak yang mengalami broken home akan kerap mengalami gangguan-gangguan psikologis, mulai dari rasa ketakutan, kecemasan, selalu merasa serba salah, selalu dirundung sedih, menyendiri, dan lainnya. Jika dibiarkan terus menerus maka gangguan ini akan berdampak pada lingkungan sosial anak.

  3. Membenci Kedua Orang Tuanya
    Karena kondisi mental yang masih sangat labil, dapat membuat anak-anak yang berada di dalam lingkungan broken home dapat membenci kedua orang tuanya. Mereka belum memahami tentang hal yang terjadi di dalam keluarga, bahkan belum dapat menerima kondisi yang sebenarnya terjadi. Sehingga mereka akan menganggap jika semua hal yang terjadi merupakan kesalahan dari salah satu ataupun kedua orang tuanya.

  4. Tidak Mudah Bergaul
    Banyak kasus dalam broken home membuat anak menjadi cenderung menutup diri dengan lingkungannya sehingga membuat anak akan menarik diri dari lingkungan pergaulan dikarenakan rasa rendah diri yang dimilikinya. Karena kurangnya perhatian orang tua, maka menyebabkan anak tidak terbiasa untuk berbagi cerita ataupun mengekspos diirnya dengan orang lain. Akibatnya anak akan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

  5. Permasalahan Pada Moral
    Saat anak dalam masa perkembangannya, maka tentu saja anak akan selalu berada di dalam kondisi pertengkaran pertengkaran dengan orang tua yang secara tidak langsung membentuk kepribadian anak menjadi kasar dan keras. Namun seiring dengan berjalannya waktu, anak juga akan terbiasa untuk melakukan tindakan tindakan seperti yang dilihat pada orang tuanya seperti bertengkar, berperilaku kasar, emosional, dan bertindak tidka terpuji lainnya. Sikap-sikap ini lah yang nantinya akan diterapkan dalam lingkungan pertemanannya.

Broken home dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam dimana akan menimbulkan stres, tekanan, dan menimbulkan perubuhan fisik, dan mental. Keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu dan anak.

Broken home dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai ketitik krisis maka peristiwa broken home berada diambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidak tenangan berfikir dan ketegangan itu memakan banyak waktu lama.

Dampak negatif dari keluarga broken home terhadap perkembangan anak adalah:

  • Perkembangan Emosi

    Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman tramatis bagi anak.

  • Perkembangan Sosial Remaja

    Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat. Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah: ketegangan orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman. Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut. Dampak bagi remaja putri yang tidak mempunyai ayah berperilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.

  • Perkembangan Kepribadian

    Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuannya bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri: Berperilaku nakal, Mengalami depresi, Melakukan hubungan seksual secara aktif, Kecenderungan pada obat-obat terlarang, Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.

Selain itu, dampak yang disebabkan keluarga yang broken home bagi perkembangan anak adalah sebagai berikut:

  1. Psychological disorder yaitu anak memiliki kecenderungan agresif, introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional, sensitif, apatis , dan lain-lain

  2. Academic problem yaitu kecenderungan menjadi pemalas dan motivasi berprestasi rendah

  3. Behavioral problem yaitu kecenderungan melakukan perilaku menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya (merokok, minum-minuman keras, judi dan free sex)

Selain berdampak negatif bagi perkembangan anak, broken home juga mempunyai sisi positif. Sisi positif dari anak korban broken home misalnya anak cepat dewasa, punya rasa tanggung jawab yang baik, bisa membantu ibunya.

Perasaan anak ketika orang tuanya bercerai, antara lain :

1. Tidak aman (insecurity)

Para remaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang tuanya kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa kata orang tuannya.

2. Sedih

Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu akan merasa sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang awalnya tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman sekarang anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di sebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas.

3. Marah

Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.

4. Merasa bersalah dan menyalahkan diri

Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang mendalam sehingga mereka banyak diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak nyaman berada dengan orang lain, ini terjadi terutama pada anak yang berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi pertanyaan besar yang terjadi pada diri mereka.

Perilaku yang ditimbulkan akibat perceraian tersebut yaitu :

  1. Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif.

  2. Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul.

  3. Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi (Rumini, 2004).

Menurut Fassel dalam Benokraitis menemukan lima tipe perceraian dan efeknya pada anak-anak (Kertamuda, 2009), yaitu :

  1. Ketidakhadiran orang tua akan menyebabkan anak tidak dapat mempercayai orang lain setelah dewasa, bersikap sinis, dan akan mengalami ketakutan bahwa pasangannya akan meninggalkannya.
  2. Perceraian yang mengejutkan anak, tipe ini dapat membuat anak merasa syok, panik, kebingungan, tidak yakin, salah paham, dan menimbulkan kemarahan pada orang tua, sehingga saat anak-anak tumbuh menjadi dewasa maka dia akan menolak hubungan hubungan dekat dengan pasangan karena mereka menduga bahwa pasangannya akan meninggalkannya sewaktu-waktu atau secara tiba-tiba seperti yang terjadi pada orang tuanya.
  3. Perceraian karena kekerasan. Pasangan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga cenderung menjadi penyebab perceraian. Dampak bagi anak pada pasangan yang bercerai karena adanya kekerasan adalah anak tidak dapat belajar mengelola kemarahan. Anak-anak cenderung menekan rasa marah mereka hingga akhirnya meledak dan timbul kekerasan, atau seorang anak tumbuh menjadi anak yang percaya bahwa pertengkaran adalah cara mendapatkan perhatian.
  4. Perceraian terlambat. Keputusan untuk bercerai tertunda karena alasan demi anak dapat menimbulkan suasana yang penuh dengan kritik dan kecaman, kemaraham, hingga menimbulkan kebencian. Dampak pada anak di masa dewasanya adalah anak menjadi sinis dalam memandang hubungan baik dengan orang lain.
  5. Perceraian untuk melindungi anak-anak. Kebanyakan orang tua memutuskan untuk melindungi anaknya dengan menyimpan informasi tentang alasan yang melatarbelakangi perceraian mereka. Ketidak jujuran pada anak dapat membahayakan anak-anak di masa yang akan dating

Perceraian dan perpisahan orang tua dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Yang mana anak mendapatkan pengaruh terbesar dari perceraian kedua orang tuanya. Anak sebenarnya sudah dapat merasakan dan melihat kondisi yang terjadi pada kedua orangtuanya, sesaat sebelum mereka memutuskan untuk bercerai. Namun, anak tidak mampu mengungkapkan apa yang dirasakannya, karena ada kecemasan dan kekhawatiran bahwa kondisi yang terjadi antara kedua orang tuanya disebabkan oleh dirinya.

Anak merasa bahwa dialah penyebab orang tuanya bertengkar hingga akhirnya berpisah kemudian bercerai, anak juga berprasangka bahwa salah satu dari orang tuanya adalah orang jahat sehinga ada ketakutan bahwa dirinya juga orang jahat. Perasaan anak tersebut akan terus tertanam, sehingga dapat memengaruhi perilaku dan kepribadiannya di masa mendatang (Kertamuda, 2009).

Setiap perceraian dan pertengkaran dalam keluarga memberikan efek tersendiri pada anak yang mana seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, efek tersebut tidak hanya mengenai masalah emosi anak tersebut, tetapi juga perilaku anak dimasa mendatang dan juga keputusan dan pandangannya mengenai pernikahan ataupun dalam menjalin hubungan