Apa saja dampak kekerasan seksual?

Dampak Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah segala bentuk pemaksaan yang mengarah pada seksualitas seseorang baik dilakukan secara verbal maupun non-verbal yang mengakibatkan kerugian fisik dan psikis terhadap korban. Dan banyak dipengaruhi oleh bias gender dan budaya.

Apa saja dampak terjadinya kekerasan seksual ?

Dampak Kekerasan Seksual


Pada penganiayaan seksual bisa terjadi luka memar, rasa sakit, gatalgatal di daerah kemaluanya, pendarahan pada vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang berulang, keluarnya cairan dari vagina. Sering pula didapati korban menunjukan gejala sulit berjalan atau duduk dan terkena infeksi penyakit bahkan bisa terjadi suatu kehamilan.

Dari segi tingkah laku anak-anak yang sering mengalami penganiayaan sering menunjukan: penarikan diri, ketakutan, atau mungkin juga tingkah laku agresif, emosi yang labil. Mereka juga sering menunjukkan gejala depresi, jati diri yang rendah, kecemasan gangguan susah tidur, phobia, kelak bisa tumbuh penganiaya, menjadi sifat keras, gangguan stress pascatrauma dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif.

Gejala depresi dilaporkan sering terjadi pada anak-anak yang mengalami kekerasan seksual dan biasanya disertai dengan rasa malu, bersalah dan perasaan-perasaan sebagai korban yang mengalami kerusakan permanen (hilang keperawanan). Kekerasan seksual sering juga merupakan faktor predisposisi untuk berkembangnya gangguan dissociative identity (gangguan kepribadian ganda). Gangguan kepribadian ambang juga dilaporkan pada beberapa penderita yang mempunyai sejarah pernah mengalami kekerasan seksual.

Demikian secara lebih terperinci bahwa anak yang mengalami kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi dua:

1. Kerusakan Fisik

Terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal di daerah kemaluanya, pendarahan pada vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang berulang, keluarnya cairan dari vagina. Sering pula didapati korban menunjukan gejala sulit berjalan atau duduk dan terkena infeksi penyakit bahkan bisa terjadi suatu kehamilan.

2. Gangguan Mental

Penarikan diri, ketakutan, atau mungkin juga tingkah laku agresif, emosi yang labil. Mereka juga sering menunjukan gejala depresi, jati diri yang rendah, kecemasan, gangguan susah tidur, phobia, kelak bisa tumbuh penganiaya, menjadi sifat keras, gangguan stress pascatrauma dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif. Apabila dampak kekerasan ini tidak segera ditangani maka akan dikhawatirkan akan mengarah pada gejala stress pasca trauma yaitu gangguan yang muncul seperti gangguan kecemasan, ketakutan yang berlebih, dan mudah kaget apabila mendengar suara yang keras.

3. Pelaku Kekerasan Seksual

Berdasarkan beberapa pemberitaan media baik cetak maupun elektronik. Banyak dari kasus kekerasan seksual melibatkan orang-orang terdekat korban. Seperti pacar, teman dan ayah tiri. Dan juga beberapa temuan beberapa LSM bahwa yang banyak menjadi pelaku korban kekerasan seksual tidak lain adalah orang-orang terdekat korban. Begitu pula didasari atas faktor sosial ekonomi, seperti orang tua yang sibuk bekerja bahkan orang tua yang bekerja di luar negeri. Sehingga anak tidak mendapatkan perhatian orang tua secara penuh. Sebagian dari mereka tinggal bersama kakek dan neneknya ataupun dengan keluarga dari ibu atau ayah.

Pelaku yang masih kerabat korban seperti ayah tiri maupun paman, terkadang melampiaskan nafsunya dikarenakan si istri sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biologisnya ataupun istri yang sibuk bekerja sedangkan si suami tidak bekerja.

Pelaku yang berstatus pacar dari korban biasanya melakukan pemaksaan hubungan intim dengan cara membujuk, merayu dan berjanji untuk dinikahi. Bahkan terkadang mereka mengancam akan bunuh diri apabila si perempuan tidak mau memenuhi nafsunya.

Sexual abuse adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban (Tricket, Noll & Putnam, 2011). Sedangkan menurut Wahid da Irfan (dalam Abu Huraiah, 2007) istilah ini menunjuk pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. Briere (dalam Bautista, 2001) menambahkan semua kontak seksual dengan anak meskipun anak tidak mengerti.

Faulkerner (dalam Zahra, R,P, 2007) memaparkan kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun dewasa. Dampak lain yang biasa muncul pada anak yang mengalami kekerasan seksual dapat menimbulkan kecemasan, depresi, citra diri yang buruk, isolasi, ledakan kemarahan dan permusuhan kepada orang lain. Rini ( dalam Zahra, 2007) mengatakan secara spesifik dampak kekerasan seksual pada anak dapat digolongkan dalam masalah relasional, emosional, kognisi dan perilaku. Kekerasan seksual juga akan mengakibatkan gejala khas dari PTSD (Finkelhor et al., Murphy, 2001).

Bagley dan Ramsay (dalam Christopher & Kathleen, 2004) menambahkan bahwa dampak lain dari kekerasan seksual pada anak-anak adalah adanya peningkatan dorongan untuk melakukan bunuh diri dan melakukan upaya merusak diri sendiri. Selain itu, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual juga berdampak pada perasaan marah. Ekspresi kemarahan dilakukan dalam berbagai bentuk variasi. Mereka menginternalisasi kemarahan tersebut pada diri sendiri yang berakibat depresi dan menyakiti diri sendiri atau mengeksternalisasi kemarahan dengan perilaku agresif terhadap orang lain. Beberapa penelitian menunjukkan kejadian traumatis bisa menyebabkan seseorang menunjukkan regulasi emosi yang tidak efektif seperti dalam mengeskpresikan emosi yang tidak tepat (Boden, 2013).

Putnam (2003) memaparkan anak dan remaja yang mengalami kekerasan seksual ada yang menunjukkan karakteristik: a). Memiliki masalah dalam regulasi perasaan dan emosinya seperti pikiran bunuh diri, mengontrol marah, b) Dalam hal hal kesadaran, c) Bermasalah dalam persepsi diri seperti merasa malu, bersalah dan tidak berdaya, d) Masalah hubungan dengan orang lain seperti menarik diri, tidak percaya, e) Gangguan somatic.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan dampak kekerasan seksual diantaranya berupa emosi, prilaku dan kognitif. Gangguan emosi seperti pada regulasi emosi, kecemasan. Malu, marah. Gangguan perilaku seperti menarik diri dari lingkungan, agresi sedangkan gangguan kognitif seperti merasa rendah diri, tidak berdaya.